Agama dapat kita definisikan secara sederhana sebagai ungkapan persentuhan dunia, sejarah, dengan Yang Kudus. Dunia menyatakan dimensi tempat, sementara sejarah merujuk kepada pada sisi waktu dari yang profan. Yang Kudus dibedakan dari yang profan, karena itu Yang Kudus tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Dalam arti ini Yang Kudus menjadi dasar pertama, menjadi pendamping setia dan menjadi tujuan terakhir penziaraan dunia dan sejarah
Membaca tulisan-tulisan saudara Emanuel Dapa Loka dalam bukunya Iman Mereka Hidup menambah keyakinan kita bahwa agama (iman) memampukan orang untuk semakin kuat berdiri menghadapi pahit getirnya kehidupan. Tulisan-tulisan Eman mempunyai “koor” yang sama yaitu watak religius suatu perjalanan rohani. Testimoni-testimoni iman yang dilukiskan Eman tidak menggurui kita. Yang dihadirkan penulis adalah agar pembaca dapat menghidupkan ingatan, membangkitkan pengalaman mereka sendiri, serta merefleksikan kehidupan mereka.
Tulisan-tulisan Eman Dapaloka tidak memberi kita lebih banyak informasi, tidak menambah pengetahuan baru bagi kita. Tetapi testimoni-testimoni itu, amat mampu memperkuat solidaritas kita dengan kehidupan. Penderitaan dalam hidup tidak membuat kita menyerah. Iman diuji pada saat-saat krisis.
Khalil Gibran pernah menulis cantik tentang hakikat pendertaan:
“Pedihnya derita, adalah pecahnya peristiwa,
Koyaknya kulit ari yang membungkus kesadaran
pengertian.
Sebagaimana biji buah mesti pecah,
agar intinya terbuka merekah, bagi curahan cahaya
surya.
Demikin pun bagimu, kemestian tak terelakan,
Mengenal derita serta merasakan kepedihan.
Dan kalau saja hatimu masih peka digetari
ketakjuban,
Menyaksikan kegaiban yang terjadi sehari-hari
dalam kehidupan.
Maka derita perih itu tiada kurang menakjubkan
Daripada kegirangan.”
Keutamaan Buku Iman Mereka Hidup terletak pada kisah-kisahnya yang menggugah dan menggetarkan. Bacalah kisah-kisah dalam buku itu dan iman anda pun tak akan redup.
Paskalis Bataona