Yoseph Yapi Taum
Jakarta sebagai ibu kota negara dapat memancarkan sejuta warna bagi para seniman. Puisi-puisi Yoseph Yapi Taum tentang Jakarta, “Petir di Jakarta” dan “Kutinggalkan Kota Jakarta,” menggambarkan sisi kelamnya. Penggunaan kata-kata kiasan yang kuat dan berani dimaksudkan untuk menggambarkannya sebagai simbol kekuatan sekaligus ketakutan. Penggunaan kata-kata yang berkonotasi kuat seperti “terbakar api dan amarah” mengekspresikan rasa putus asa dan rasa ingin segera meninggalkannya. Puisi ini memancarkan suasana sedih dan kehilangan, dengan tema yang meskipun mengandung rasa nostalgia yang kuat.
PETIR DI JAKARTA
Tawa kanak-kanak terdiam tiba-tiba
Langit biru masih menggantung
Namun petir itu merobek jantung juga
Berlarilah wahai kanak-kanak,
berlarilah demi surga yang tertunda
Merataplah wahai kanak-kanak,
Merataplah demi luka yang pedih
Petir itu serigala liar, bertaring, dan bertanduk
Lucifer yang menyala dari kusut jiwanya
Maka merunduklah dalam-dalam
di lembah bisu ini, hapus semua air matamu
karena itu mata air murni, sangat murni
yang bakal menangkal petir di Jakarta
Tarian kanak-kanak terhenti tiba-tiba
Wajah mereka sayu, sedih, dan menangis
Menangislah dalam sepi anak sungai
Yang bakal mengalirkan susu dan madu
Karena setiap butir tangismu dihitung langit
Yogyakarta, 28 Juni 2021
—————————————————————–
KUTINGGALKAN KOTA JAKARTA
Di tengah hujan asin dan air laut duka
perempuan-perempuan menangis
Seorang laki-laki menyebut namamu
dengan mata berlinang di simpang jalan
Kuketuk dinding-dinding Jakarta
kala kota itu terbakar api dan amarah
Mereka teriakkan nama tuhan di sudut-sudut kota
dinding baja merancap keras di jantungnya
Kutinggalkan Jakarta yang sangar
menjemput masa depan anak-anakku
Bunga-bunga bakung di sungai ciliwung
tenggelam dengan perlahan
Kutinggalkan semua tuhan dan malaikatnya
matahari, bumi, bulan, dan bintang-bintangnya
Kota ini menyimpan dendam tak sudah
maka kulambaikan tangan bersama hujan gerimis
Yogyakarta, 10 Oktober 2019
Tentang Penulis
*Yoseph Yapi Taum lahir di Ataili, Lembata, NTT, 16 Desember 1964. Saat ini menjadi ketua Program Studi Magister Sastra di Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Pendidikan: (1) SMA Seminari San Dominggo, Hokeng (1984), (2) Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan Yogyakarta (1984-1985) dari biara Oblat Maria Imaculata (OMI). (3) S-1 dari di IKIP Sanata Dharma (1990); (4) S-2 dari Universitas Gadjah Mada (1995); (5) S-3 dari FIB Universitas Gadjah Mada (2013) dengan disertasi berjudul Representasi Tragedi 1965: Kajian New Historicism atas Teks-teks Sastra dan Nonsastra Tahun 1966-1998. Melakukan penelitian tentang Konflik dan Kekerasan di Papua (2015-2016). Antologi puisinya Ballada Arakian (2015), Ballada Orang-orang Arfak (2019), dan Kabar dari Kampung (2023).