TIGA PUISI PASKAH KARYA YOSEPH YAPI TAUM
Menjelang perayaan Paskah tahun 2024, redaksi menyajikan tiga puisi karya Yoseph Yapi Taum, yakni: “Dismas di Puncak Kalvari” diambil dari Antologi Puisi Ballada Arakian (2015: 64), “Maria Dolorosa” diambil dari antologi puisi Kabar dari Kampung (2023: 38), dan ““Aku Hampir Terlambat” diambil dari Antologi Puisi Orang-Orang Arfak (2019: 32).
Puisi “Dismas di Puncak Kalvari” menggambarkan momen penting dalam kehidupan Dismas, salah satu penjahat yang disalibkan bersama Yesus. Puisi ini mencerminkan perubahan sikap dan pemahaman Dismas saat dia mengalami pertobatan di Puncak Kalvari. Dalam puisi ini, Pesona bumi yang memudar dan keangkuhan yang luruh menggambarkan perubahan pandangan Dismas terhadap kehidupannya yang sebelumnya penuh dosa dan nista. Keagungan di Puncak Kalvari, melalui cahaya Kristus, menghapus segala nista dan hasrat buruk dalam diri Dismas.
Puisi “Maria Dolorosa” menggambarkan penderitaan dan kesedihan yang dialami oleh Maria, ibu Yesus, selama peristiwa penyaliban Yesus. Dalam bagian pertama, Maria digambarkan sedang berusaha menjaga ketenangan dan keberanian di tengah-tengah penderitaan yang dialaminya, dengan menggambarkan debu dan angin yang mengganggunya secara fisik namun dia tetap bergerak maju untuk menyiram jalanan berdebu sebagai simbol kesiapan anaknya, Yesus, untuk memadamkan api dosa sejak zaman Adam dan Hawa. Bagian kedua puisi menunjukkan momen yang lebih intim antara Maria dan Yesus di kaki salib, di mana dia menyaksikan penderitaan anaknya dengan penuh kenangan dan kesedihan yang mendalam. Gumpalan tangis dan kenangan yang tergores di kaki salib menggambarkan keputusasaan dan kepedihan yang dialami Maria. Meskipun penuh dengan penderitaan, Maria tetap tegar dalam iman dan menghadapi sejarah dengan luka dan gerimis di mata, menunjukkan kekuatan dan kesetiaan dalam menghadapi cobaan.
Puisi “Aku Hampir Terlambat” merefleksikan tiga momen penting yang berkitan dengan sejarah penyelamatan Kristus: 1) Pukul 12.00 ketika Yesus disalibkan di Gunung Golgota; 2) Pukul 03 petang (15.00) ketika Yesus dimakamkan; dan 3) Pukul 03.00 pagi ketika Yesus bangkit dari kuburan. Momen-momen ini adalah inti dari iman Kristiani dan merupakan peristiwa yang dianggap sangat sakral dalam sejarah penyematan manusia. Puisi ini mengajak kita untuk merenungkan dan menghayati makna serta pentingnya momen-momen tersebut dalam kehidupan umat Kristiani: penderitaan, kematian, dan kebangkitan Kristus.
DISMAS DI PUNCAK KALVARI
Pesona bumi memudar seketika
Keangkuhan luruh, kepongahan runtuh
Keagungan di Puncak Kalvari adalah cahaya
Yang menghapus segala nista dan hasrat.
Apalah aku yang berjajar di kayu salib
bersama musafir Galilea yang teduh,
bunda-Nya yang termangu,
dan pengikut-Nya yang terdiam?
0h, ular, dosa, dan nista yang mempesona,
Betapa agungnya bujukan ular
Betapa indahnya dosa yang kubuat
Betapa terpujilah nista yang kuikat
Karena mereka mendatangkan pesona
yang membukakan pintu langit bagiku.
Ketika tirai Kenisah dirobek.
Dismas di Puncak Kalvari menoleh ke kanan
dua butir air mata jatuh di pipinya
waktu mata mereka bertemu.
Musafir Galilea itu menatap langit,
Dilihatnya Dismas di sana
Bersimpuh di bawah kaki aYah-NYa
Dadanya masih berbuih racun ular.
Di Puncak Kalvari,
tongkat awan membimbing Dismas
“Saat ini juga, Dismas,
engkali akan bersarnaku di Firdaus!”
Pesona bumi memudar seketika
Keangkuhan luruh, kepongahan runtuh
Keagungan di Puncak Kalvari adalah cahaya
yang menghapus segala nista dan hasrat.
Yogyakarta, 1 April 2013
(Puisi “Dismas di Puncak Kalvari” diambil dari Antologi Puisi Ballada Arakian (2015: 64)
————————————-
MARIA DOLOROSA
1/
debu mendulang gerimis di matamu
angin menyayat alis di wajah
pedang menyibak helai rambut di pelipis
di langit matahari merendah
kau bergegas menyiram jalanan berdebu
anakmu akan memadamkan nyala merah api
sejak adam dan hawa memakan buah pengertian
detak jantung dan pedang liar
merebutkan letak mata bumi dan langit
tak ada kembang yang bisa bertahan
noktah darah telah ditandai di jantungmu
2/
sebelum jam tiga sore
segerombolan gagak hinggap di bukit
gumpalan tangis nyaris tumpah
di kaki salib tergores kenangan
anakmu menyeruak nyeri
dan pulas dalam rahim
dalam tujuh musim bunga
bolehkah aku menangis, isakmu
kembang layu meredam tangis
sebongkah purnama merajut malam
bintang-bintang berderak gelisah
kau pandang keangkuhan sejarah
dengan luka dan gerimis di mata
Sendangsono, 19 April 2019
(Puisi Maria Dolorosa diambil dari antologi puisi Kabar dari Kampung (2023: 38)
—————————————————-
AKU HAMPIR TERLAMBAT
Aku hampir terlambat tiba
Di kaki bukit, jam dua belas siang
Darah sudah menetes di sekujur tubuhmu.
Aku hampir terlambat tiba
Di ambang pintu, jam tiga petang
Tubuhmu sudah berbalut jubah ungu.
Aku hampir terlambat tiba
Di depan makam, jam tiga pagi
Tubuhmu sudah mengangkasa.
Yogyakarta, 5 Maret 2017
(Puisi “Aku Hampir Terlambat” diambil dari Antologi Puisi Orang-Orang Arfak (2019: 32)
————————————————-
*Yoseph Yapi Taum lahir di Ataili, Lembata, NTT, 16 Desember 1964. Saat ini menjadi ketua Program Studi Magister Sastra di Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Pendidikan: (1) SMA Seminari San Dominggo, Hokeng (1984), (2) Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan Yogyakarta (1984-1985) dari biara Oblat Maria Imaculata (OMI). (3) S-1 dari di IKIP Sanata Dharma (1990); (4) S-2 dari Universitas Gadjah Mada (1995); (5) S-3 dari FIB Universitas Gadjah Mada (2013) dengan disertasi berjudul Representasi Tragedi 1965: Kajian New Historicism atas Teks-teks Sastra dan Nonsastra Tahun 1966-1998. Melakukan penelitian tentang Konflik dan Kekerasan di Papua (2015-2016). Antologi puisinya Ballada Arakian (2015), Ballada Orang-orang Arfak (2019), dan Kabar dari Kampung (2023).