Oleh Khalil Gibran
Waktu aku pergi ke kebun, di tengah jalan
aku melihat-Nya memanggul salib. Banyak orang
yang mengikuti-Nya.
Lalu aku pun berjalan di samping Yesus.
Berkali-kali beban itu menghentikan jalan-Nya
sebab Dia tak berdaya lagi.
Kemudian seorang serdadu Roma mengham-
piriku dan berkata, “Kemarilah kau, seorang
yang trgap dan kuat; tolong pikul salib Orang ini.”
Hatiku sangat gembira dan bersyukur, men-
dengar suruhan itu. Dan aku memikul salib-Nya.
Salib itu sangat berat karena dibuat dari batang
kayu yang terendam selama hujan musim dingin.
Yesus memandangku. Peluh-Nya mengalir
dari dahi ke janggut-Nya. Sekali lagi Yesus
menatapku dan berkata, “Engkau juga minum piala ini?
Sesungguhnya engkau akan minum
bersama-Ku sampai akhir masa.”
Sesudah berkata demikian Ia meletakkan ta-
ngan-Nya ke atas bahuku yang bebas. Dan kami
berjalan beriringan hingga sampai di atas bukit
Tengkorak.
Tetapi kini aku tidak lagi merasakan beban
berat salib itu. Aku hanya merasakan tangan-
Nya, seolah-olah sayap burung di atas bahuku.
Sesampai di atas puncak, mereka telah siap
Menyalibkan-Nya. Baru pada saat itu kurasakan beratnya
salib itu.
Dia tak mengucapkan sepatah kata pun ketika
Mereka tancapkan paku pada tangan dan kakin-Nya, Dia
tidak mengeluh. Tangan dan kaki-Nya tidak gemetar
dihantam pemukul,
seolah- olah sudah mati dan hanya hidup lagi
sesudah bermandi darah. Tampaknya Ia rela
menerima paku-paku itu seperti anak raja
menerima tongkat kerajaan, dan Dia ingin
ditinggalkan.
Dalam hatiku tidak merasakan kasihan sebab
aku sangat keheranan. Kini Orang yang kutanggung
salib-Nya itu telah menjadi salibku. Andaikan orang
berkata lagi kepadaku, “Pikullah salib Orang ini”, aku
pasti memikulnya sampai ke pintu kubur. Namun aku
akan meminta-Nya meletakkan tangan-Nya
di atas pundakku.
Kejadian ini telah terjadi bertahun-tahun yang lam-
pau. Namun sampai saat ini aku tetap mengenang-
kan Orang kesayangan itu setiap kali aku menyusu-
ri alur bajakdi kebun dan di saat aku terkantuk
sebelum tidur. Dan kurasakan tangan-Nya yang bersayap
itu di sini, di pundakku sebelah kiri. …
————————
Puisi yang keren