OLEH PITER HADJON
Fenomena yang sering terjadi di Kampung halaman saya di Flores Timur, jalan atau lorong yang sejak dulu kala dipergunakan oleh masyarakat sebagai akses keluar masuk ditutup sepihak oleh yang mengaku sebagai pemilik tanah.
Penutupan tersebut dilakukan secara sengaja dengan mendirikan bangunan rumah yang menutup akses jalan. Atau jika ada perselisihan antar tetanggga,maka akses jalan dipagari sehingga tetangganya tidak bisa melewati lagi jalan itu.
Hal ini terjadi karena ketidak pahaman masyarakat bahwa hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Makna dari ketentuan tersebut adalah dalam mempergunakan hak milik (hak atas tanah) tidak boleh hanya untuk kepentingan pribadi semata, apalagi dapat merugikan kepentingan masyarakat sesuai dengan fungsi sosial hak milik atas tanah dapat dicabut jika ada kepentingan umum menghendakinya.
Kepemilikan tanah tidak hanya mempunyai fungsi bagi pemegang hak atas tanah, tetapi bagi bangsa Indonesia seluruhnya, dalam mempergunakan tanah tidak hanya untuk kepentingan individu saja tetapi harus memperhatikan kepentingan masyarakat, sehingga terdapat kesimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat. Penggunaan hak milik atas tanah untuk kepentingan pribadi atau kelompok tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat umum.
Dengan demikian, tidak ada alasan suatu saat akses jalan yang ada selama ini akan ditutup oleh yang ngaku pemilik, karena selain tanah mempunyai fungsi sosial, juga yang namanya “fasilitas jalan” adalah milik umum bukan milik si A atau si B, sehingga dalam pengurusan sertipikat hak atas tanah “fasilitas jalan” tidak pernah diberi hak perorangan atau badan hukum.
Berdasarkan ketentuan Pasal 674 BW yang menyatakan :
Pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diberikan kepada pekarangan milik orang yang satu, untuk digunakan bagi dan demi kemanfaatan pekarangan milik orang lain. Baik sebagai beban, maupun sebagai kemanfaatan, pengabdian itu tak boleh diikat-hubungkan dengan diri seseorang.
Ketentuan tersebut memuat hak servitut dimana pekarangan milik yang satu dapat digunakan bagi dan demi kemanfaatan pekarangan milik orang lain (vide Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 38 K/Pdt/2008).
Makna dari ketentuan tersebut adalah tidak ada persil atau pekarangan yang tidak ada akses jalan, hak servitut menjamin bahwa pemilik tanah yang berada di depan wajib memberi akses jalan kepada pemilik pekarangan atau bangunan yang berada di belakangnya.
Berdasarkan ketentuan pasal 671 KUHPerdata yang menyatakan : “Jalan kaki, jalan besar dan lorong-lorong, milik beberapa pemilik pekarangan, yang diperuntukkan guna jalan keluar bersama, tak boleh dipindahkan, dihapuskan atau dipakai guna keperluan lain, kecuali dengan izin sekalian yang berkepentingan”.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka akses jalan telah ada yang dipergunakan secara bersama-sama tidak boleh ditutup dengan alasan apapun, atau diperjual belikan, dihapus, atau dipakai untuk kepentingan lain selain jalan.
Tulisan ini untuk memberi pemahaman kepada masyarakatku di sana agar tidak bertindak semau gue menutupi akses jalan, dapat dituntut karena melakukan perbuatan melanggar hukum (PMH).
Juga sebagai acuan bagi para Lurah di sana agar memberi penyuluhan kepada warga masyarakat bahwa menutup jalan itu termasuk PMH.