Paus Yohanes Paulus II
Di hadapan palungan, dengan hati menyembah, marilah kita merenungkan waktu yang berlalu, yang mengalir dan membawa eksistensi kita yang sementara di dalamnya. Dengan kata-kata Ilahi-Nya, Yesus melepaskan kita dari kecemasan akan hal-hal yang tidak berarti dan mengatakan kepada kita bahwa, sesuai dengan perjalanan waktu yang Panjang dan misterius, sejarah manusia adalah suatu perjalanan kembali ke rumah Bapa, suatu perjalanan kembali ke Tanah Terjanji. Karena itu, setiap orang akan mengikuti perjalanan ini menuju Bapa. Hidup berarti melalui jalan itu kembali ke rumah, setiap hari dan setiap jam.
Sementara kita berpikir tentang tahun sulit yang kita lewati ini, marilah kita ingat bahwa pesan Natal menguatkan dengan kepastian mutlak bahwa Allah senantiasa hadir, bahkan dalam pertentangan-pertentangan sejarah manusia sekalipun. Dengan menciptakan manusia bebas dan berakal, Dia mewariskan sejarah ini dengan puncak-puncak yang tinggi dan jurang-jurang yang dalam dan mengerikan, namun Ia tidak pernah meninggalkan manusia. Kelahiran adalah jaminan bahwa kita dicintai oleh Yang Maha Tinggi, bahwa kekuasan-Nya dijalin dengan Penyelenggaraan-Nya dengan cara yang biasanya gelap dan kabur dan tidak dapat dimengerti oleh akal manusia. Inilah sebabnya mengapa kita harus mengingat perkataan Santo Paulus kepada Umat di Korintus: “Hanya Tuhanlah yang menghakimi aku, karena itu janganlah melakukan penghakiman sebelum Ia datang kembali. Ia akan menyingkap segala yang tersembunyi di dalam kegelapan dan membuka isi hati kita. Pada waktu itu, setiap orang akan memuji Allah.”
Seorang pemikir besar abad ini, Kardinal Newman, mengatakan dalam suatu kotbahnya: “Tangan Allah selalu berada di atas orang-orang kesayangan-Nya, dan membimbing mereka dengan jalan yang tidak mereka ketahui. Mereka hanya bisa percaya akan apa yang tidak bisa mereka lihat, tetapi akan melihatnya kemudian, dan, sambil tetap bertekun dalam iman mereka, mereka bekerja dengan Allah ke arah itu.”
******
Sumber: Doa dan Devosi, Paus Yohanes Paulus II, Penerbit Erlangga, 1995