• Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
Minggu, Mei 25, 2025
  • Login
No Result
View All Result
Beranda Negeri
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
No Result
View All Result
Beranda Negeri
No Result
View All Result
Home Featured

Ada Nilai dalam Penderitaan

by Redaksi
Oktober 24, 2021
in Featured
1
0
SHARES
4
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

Oleh A. Sudiarja, S.J.

 

MENJELANG usianya yang ke-19, Benedetta Bianchi Porro, atas nama adik-adiknya dan seluruh keluarganya mengirimkan sepucuk surat untuk ulang tahun yang ke-56 dari ayahnya yang bekerja di kota lain. Bersama surat itu, Benedetta menyertakan foto dirinya, yang tampak cantik dan muda. Pada bagian bawah foto ia menulis “buat ayah” dan tanda tanagannya yang tegas.

Siapa yang mengira bahwa di balik wajah yang cantik dan ceria itu Benedetta menyimpan penderiataan yang hampir-hampir tak tertanggungkan? Surat ulang tahun ini mengungkapkan jeritan seorang remaja yang ingin bebas seperti teman lain, akan tetapi tidak dirasakannya. Apakah yang menekan hidupnya? Bukan ayahnya atau ibunya tetapi nasibnya.

Benedetta sejak dilahirkan menderita penyakit polio yang memaksanya menggunakan sepatu penyanngga yang berat. Tahun demi tahun, penyakitnya bukannya berkurang, melainkan memburuk. Baru kemudian diketahui bahwa hal itu disebabkan oleh peradangan syaraf. Foto itu rupanya memperlihatkan mekarnya bunga yang terakhir kali, sebab sesudah itu ia semakin layu. Pada usia 24 tahun, praktis ia harus meninggalkan segala-galanya, kuliahnya, masa depannya. Pelan-pelan ia kehilangan kepekaan indrianya, mula-mula kehilangan pendengarannya, kemudian penglihatannya, bahkan pencecap dan penciumannya. Seluruh tubuhnya menjadi lumpuh dan ia harus berbaring tanpa bisa merasakan apa-apa. Keadaan ini mengakibatkan krisis jiwa yang luar biasa.

Menjelang kematiannya pada usia 27 tahun, ia hanya mampu berkomunikasi lewat rabaan tangan ibunya dan lewat suaranya yang nyaris tak terdengar. Namun dari seluruh hidupnya yang penuh dengan penderitaan dan di tengah pergulatan jiwanya untuk menerima kenyataan yang pahit itu, ia ternyata memiliki kekaguman yang senantiasa dipendamnya, akan karunia kehidupan. Kekaguman itu dapat kita baca dari catatan hariannya yang ditulisnya dengan setia sejak ia berusia 8 tahun. Ia mempunyai harapan besar seperti ditulisnya dalam buku hariannya: “il dolore e il nostro pane, ma anche la nostra grande Speranza, il nostro riscatto” (penderitaan adalah makanan kita, tetapi juga pengharapan kita yang besar, yang kita berikan sebagai tebusan!)”.

Banyak orang yang mempunyai pengalaman dalam penderitaan, namun hanya sedikit saja yang mampu memaknai penderitannya. Viktor Frankl, seorang psikolog yang pernah mengalami penderitaan dalam kamp konsentrasi, menganggap bahwa kemampuan bertahan dalam penderitaan merupakan salah satu nilai yang tak kalah indahnya, di samping nilai kreativitas (ekspresi, produksi) dan nilai afektivitas (cinta, relasional). Akan tetapi rupanya tidak semua orang dipanggil untuk memperoleh nilai semacam ini. Hanya orang-orang yang pernah menderita, yang mampu memberi makna pada penderitaannya. Namun kita semua diajak untuk bisa memahami dan menghargai nilai-nilai penderitaan yang dialami oleh mereka.

************

*Sumber dari Buku Memahami Tuhan dalam Segala, A. Sudiarja, S.J., Penerbit Kanisius 2014.

 

 

ShareTweetSend
Next Post
Nietzsche, Arung dan Ekstasi

Nietzsche, Arung dan Ekstasi

Comments 1

  1. Ethy Bataona says:
    4 tahun ago

    Luar biasa sharenya Romo… semoga kami belajar to menerima penderitaan kami..

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recommended

Sosialisme dari Tepi Sungai Elbe

Sosialisme dari Tepi Sungai Elbe

2 bulan ago
Pilpres 2014 dan Kita

Pilpres 2014 dan Kita

6 tahun ago

Popular News

  • “Leva”, “Knato” dan Harapan akan Belas Kasih Allah

    “Leva”, “Knato” dan Harapan akan Belas Kasih Allah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Newsletter

Beranda Negeri

Anda bisa berlangganan Artikel Kami di sini.
SUBSCRIBE

Category

  • BERITA
  • BIOGRAFI
  • BUMI MANUSIA
  • Featured
  • JADWAL
  • JELAJAH
  • KOLOM KHUSUS
  • LENSA
  • OPINI
  • PAPALELE ONLINE
  • PUISI
  • PUSTAKA
  • SASTRA
  • TEROPONG
  • UMUM

Site Links

  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed komentar
  • WordPress.org

About Us

Beranda sebagai suatu tempat para penghuni rumah untuk duduk melepas lelah, bercerita dengan anggota keluarga ataupun tamu dan saudara. Karena itu pula media Baranda Negeri merupakan tempat bercerita kita dan siapa saja yang berkesempatan berkunjung ke website ini.

  • Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

No Result
View All Result
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In