• Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
Rabu, September 17, 2025
  • Login
No Result
View All Result
Beranda Negeri
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
No Result
View All Result
Beranda Negeri
No Result
View All Result
Home SASTRA

Tiga Sajak Ballada Yosep Yapi Taum: Ballada Mawar Putih – Ballada Arakian – Ballada Sumin

by Redaksi
Juni 18, 2023
in SASTRA
0
Tiga Sajak Ballada Yosep Yapi Taum: Ballada Mawar Putih – Ballada Arakian – Ballada Sumin
0
SHARES
8
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

  Oleh   Yoseph Yapi Taum

 

BALLADA MAWAR PUTIH

Kelasi itu datang dari kegelapan malam
di saat kapal hendak karam
di antara dua karang terjal terpendam.
Nahkoda ditahan lalu dibunuh dengan kejam.
8ahaya mengintai kapal rapuh
dalam gelisah samudra bergemuruh.

Ke arah empat penjuru mata angin,
dihembuskannya dusta beracun.
Cakrawala pun menahan nafas,
karena kelasi menantang langit.

Ombak itu sia-sia menerpa karang.
Kelasi pun menjadi nahkoda,
saat malam mendengkur
dan bahaya mengintai di kesunyian.

Amboy! Bagai nabi,
samudra diteduhkan belenggu diuraikan,
yang tua dan muda bertempik sorak,
“Pahlawan baru telah lahir,
di kelam malam tanpa bintang.
Dia lahir dari rahim
seorang wanita yang putus asa
untuk menegakkan hasrat laki-Iaki!”

Mawar-mawar semesta dipasanginya duri.
Tak boleh lagi ada liukan tarian harum bunga
dan nyanyian genjer-genjer di seantero jagat ini.
Inilah sabda sakti sang nakhoda.

Ketika fajar 1 Oktober 1965,
berlakulah hukum alam baru,
“kehormatan dan kehinaan
tergantung pada keturunan
karena jika kau keturunan PKI
maka tidak ada matahari bagimu!”

Musim kemarau terasa sangat panjang.
Namun hari terpanjang adalah 27 Mei 1998.
Kembang-kembang mawar putih
menghiasi genit langit malam
menggoda kejantanan bumi

Nahkoda tua memuncak birahinya.
Tak tertahankani di geladak kapal,
kembang-kembang mawar putih terkulai
dengan puting dan kelopak terbantun.
“Kehormatan dan kehinaan
tergantung pada keturunan .
karena jika kau keturunan bangsa selir,
maka aku berhak atas puting dan kelopakmu!”

Di puncak birahinya, samudra menampar gelisah.
Nahkoda tua terjungkal di geladak.
Dalam sekarat, gairahnya terus meledek langit.
la pun tewas dengan hasrat lelaki sekeras taji.

Sumpah kembang-kembang mawar:
“Dia berhak mendapatkan sejuta tusukan duri,
kerna hanya itulah yang tersisa
dari kembang-kembang mawar.
Dan duri-duri itu menghunjam kejantanannya,
dengan dalam dan liar di alam kuburnya!”

Yogyakarta, 6 Agustus 2012

******************************************

 
BALLADA ARAKIAN
: Fabianus Tibo

Pagi yang damai tiba-tiba pecah
Embun yang kemarin bercanda terkapar
Ama Lera Wulan Ina Tanah Ekan* sudah memberi tanda.
Senja hari kemarin,
sekawanan burung gagak menyilangi desa
dan langit rebah terlalu rendah.
Hari ini tanda itu menjadi nyata.
Kawanan itu memasuki kampung ketika alam masih terlelap.

Teriakan Oa Dona di ranjang, panjang dan lirih.
Satu-satu disebutnya leluhur kampung,
dan nama suami dilolongnya sambil bergetar:
A-ra-ki-aaannnnn!
Ketika suara itu pupus menghilang,
Oa Dona tersungkur dengan sarung tersingkap.
Leher dan kemaluannya terkoyak
di ranjang di samping suaminya.
Semua terjadi begitu cepat.
Kawanan laknat itu melarikan diri,
bagai taufan, buas dan pengecut
menuju gua Lia Wato di balik jurang.

Arakian terbangun, teriris jiwanya terkoyak jantungnya
diteguknya darah di leher Oa Dona,
diselimutinya mayat perempuan terkasih.
Diasahnya mata pedang dan nyali sukmanya
leluhur tujuh turunan memberinya nafas
Kawanan laknat kiriman tuan tanah harus musnah!

Dengan dagu terangkat, ia berlari ke atas bukit
Dipukulnya genderang perang, suaranya menggelegar
Darah dan derita Oa Dona menuntut balas siang hari.
Sekali melompat, Arakian tiba di mulut gua Lia Wato.
Kawanan itu mengernyitkan taring gemeretakkan gigi!

Teriakan Oa Dona di ranjang, panjang dan lirih.
Satu-satu disebutnya leluhur kampung,
dan nama sang suami dilolongnya sambil bergetar:
A-ra-ki-aaannnnn!

Ketika suara itu pupus menghilang,
Oa Dona tersungkur dengan sarung tersingkap.
Leher dan kemaluannya terkoyak
di ranjang di samping suaminya.
Semua terjadi begitu cepat.
Arakian mengayunkan pedang,
tubuh kawanan liar itu semburatkan darah.
Di dalam gua Lia Wato, tak ada yang luput.

Tuan tanah murka. Kawanan buasnya tumpas.
Kawanan kedua bergegas menangkap Arakian.
Tangan terborgol, wajah memar,
darah mengucur sekujur tubuhnya,
ia diam tak berkata, dengan dagu terangkat.

Teriakan Oa Dona di ranjang, panjang dan lirih
satu-satu disebutnya leluhur kampung,
dan nama suami dilolongnya sambil bergetar:
A-ra-ki-aaannnnn!

Ketika suara itu pupus menghilang,
Oa Dona tersungkur dengan sarung tersingkap.
Leher dan kemaluannya terkoyak
di ranjang di samping suaminya.
Semua terjadi begitu cepat.
Tujuh algojo mengokang senjata.
Dengan membusungkan dadanya,
Arakian menyongsong peluru yang merobek jantungnya.
Ini perayaan tubuh dan darahku!
Darah perjanjian perang yang baru,
sampai nafiri dan sangkakala berbunyi!

Ketika darah mengucur dari jantungnya,
rerumputan mencium harum anggur merah.
Burung camar dua sejoli dendangkan nyanyian malam.
Di ufuk barat langit rebah memerah darah.

Yogyakarta, 12 Agustus 2011

******************************************* 

*Ama Lera Wulan Ema Tanah Ekan adalah istilah dalam Bahasa Lamaholot untuk menyebut Tuhan penguasa langit dan bumi.

 

 

BALLADA SUMINI

Jalanan jadi begitu lengang, lama tak muncul dia
sumur dan jemuran majikan tak lagi ada tuannya
Sumini dilantik menjadi pengurus ranting partai
Kembang di taman majikan lama tidak disirami

“Sumini, akan kusiapkan tenda pengantin
dan bebas biaya pendidikan bagi anak-anakmu,”
Cukong berbisik pada sebuah malam di sebuah motel.
Kembang di taman bermimpi tentang purnama.

Sumini, janda beranak dua, kini menjadi pegawai
Setiap hari keliling rumah membagi kartu nama caleg
“Ini tugas kenegaraan, untuk perubahan yang lebih baik,”
Kata cukong sambil melap keringat dan memberinya uang.

Jalanan jadi begitu lengang, lama tak muncul dia
sumur dan jemuran majikan tak lagi ada tuannya
Sumini pengurus ranting partai tiap hari keliling desa
Membagi lembar-lembar pucat dan amis.

Di hari pencoblosan yang asing dan gerah,
Sumini sumringah dengan rok bermotif bunga.
Dagunya terangkat ketika pamong cukong memberi hormat.
Kembang di taman diam tersipu dan ragu.

Ketika demokrasi berpindah, kantor ranting partai ditutup.
“Sumini, kami akan berjuang dari pusat
Tetaplah kamu di daerah, karena kamu pejuang demokrasi!”
Cukong berpamitan di suatu malam di sebuah motel.

Jalanan jadi begitu lengang, lama tak muncul dia
sumur dan jemuran majikan tak lagi ada tuannya
Sumini kembali terasing dengan setumpuk uang kumal
Enam bulan dengan rok bermotif bunga membuatnya lupa

Bayangan perceraian dengan dua anak menghimpit
Tertatih-tatih tubuh denqan rok bermotif bunga diseretnya.
Bulan merah darah melancar di atas danau merah darah
Kembang di taman diam terpaku dan merunduk.

Ketika pesta berakhir, Sumini membuang setumpuk uang amis.
Terluka, lapar, dan lelah, ia kembali ke rumah majikan,
Disapanya sumur, jemuran, dan kembang taman
Mereka tak pernah lelah mendoakannya:
“Sumini, kembalilah!”
Jalanan kini bernyawa, karena Sumini telah kembali
sumur dan jemuran majikan menyambut tuannya
Sumini menyimpan dendamnya bagi cukong dan pamong
“Di pesta berikut, takkan kukotori lagi jiwa dan ragaku!”

Yogyakarta, 9 April 2014 

*********************************************************

 

            Tentang Penulis

*Yoseph Yapi Taum lahir di Ataili, Lembata, NTT, 16 Desember 1964. Saat ini menjadi ketua Program Studi Magister Sastra di Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Pendidikan: (1) SMA Seminari San Dominggo, Hokeng (1984), (2) Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan Yogyakarta (1984-1985) dari biara Oblat Maria Imaculata (OMI). (3) S-1 dari di IKIP Sanata Dharma (1990); (4) S-2 dari Universitas Gadjah Mada (1995); (5) S-3 dari FIB Universitas Gadjah Mada (2013) dengan disertasi berjudul Representasi Tragedi 1965: Kajian New Historicism atas Teks-teks Sastra dan Nonsastra Tahun 1966-1998. Melakukan penelitian tentang Konflik dan Kekerasan di Papua (2015-2016). Antologi puisinya Ballada Arakian (2015), Ballada Orang-orang Arfak (2019), dan Kabar dari Kampung (2023).

*Sumber: Dari Kumpulan Puisi Ballada Arakian Yogyakarta: Penerbit Lamalera, 2015

ShareTweetSend
Next Post
Perjuangan untuk Nurani:   Sastra dan Hak Asasi Manusia

Perjuangan untuk Nurani: Sastra dan Hak Asasi Manusia

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recommended

JUAL BUKU : Bahasa Balim : Tata Bahasa dan Kamus

JUAL BUKU : Bahasa Balim : Tata Bahasa dan Kamus

5 tahun ago
Mengembalikan Visi Kelautan Sebagai Jati Diri Bangsa

Mengembalikan Visi Kelautan Sebagai Jati Diri Bangsa

5 tahun ago

Popular News

  • Membedah “Hidup Itu Anugerah” – Merawat Puisi

    Membedah “Hidup Itu Anugerah” – Merawat Puisi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Newsletter

Beranda Negeri

Anda bisa berlangganan Artikel Kami di sini.
SUBSCRIBE

Category

  • BERITA
  • BIOGRAFI
  • BUMI MANUSIA
  • Featured
  • JADWAL
  • JELAJAH
  • KOLOM KHUSUS
  • LENSA
  • OPINI
  • PAPALELE ONLINE
  • PUISI
  • PUSTAKA
  • SASTRA
  • TEROPONG
  • UMUM

Site Links

  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed komentar
  • WordPress.org

About Us

Beranda sebagai suatu tempat para penghuni rumah untuk duduk melepas lelah, bercerita dengan anggota keluarga ataupun tamu dan saudara. Karena itu pula media Baranda Negeri merupakan tempat bercerita kita dan siapa saja yang berkesempatan berkunjung ke website ini.

  • Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

No Result
View All Result
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In