Oleh Agus Widjajanto
Tentara Republik Indonesia (TRI) lahir dan dibentuk dari komponen komponen keamanan rakyat saat itu dalam mempertahankan kemerdekaan negara dari kembali nya Imperalisme Belanda yang akan menduduki kembali wilayah bumi Pertiwi yang telah memproklamirkan kemerdekaan Sebuah bangsa pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan lahir nya pemerintahan Negara pada tanggal 18 Agustus 1945.
Angkatan bersenjata Republik Indonesia, lahir melalui proses penyatuan dari rakyat, yang memang mempunyai karakteristik tersendiri dibanding kan dengan terbentuknya tentara dari negara lain, sebagai sebuah badan yang bertugas melindungi teritorial wilayah dan pertahanan dari sebuah negara.
Angkatan bersenjata Republik Indonesia lahir dari semangat juang rakyat yang memiliki kesadaran bahwa harus mempertahankan kemerdekaannya, sebagai tentara pejuang, yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat, yakni dari BKR (Badan Keamanan Rakyat), bekas tentara Pembela Tanah Air (PETA), HEIHO didikan jepang, dari KNIL didikan Belanda, dan dari laskar laskar bersenjata saat itu, yang terpanggil untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa nya.
Semboyan “Tentara Rakyat, dari Rakyat, dan untuk Rakyat” atau “Tentara Republik Indonesia lahir dari rakyat dan berjuang untuk rakyat” mencerminkan semangat dan komitmen Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk selalu dekat dengan rakyat dan melindungi kepentingan bangsa. Berikut beberapa poin terkait semboyan ini:
– Asal-usul TNI : TNI lahir dari perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajahan dan imperialisme. Banyak laskar dan milisi rakyat yang bergabung dan menjadi cikal bakal TNI.
– Keterikatan dengan Rakyat : TNI selalu menekankan pentingnya hubungan yang erat dengan rakyat. TNI berjuang untuk melindungi kedaulatan negara dan kesejahteraan rakyat.
– Peran TNI dalam Masyarakat : Selain menjaga keamanan dan pertahanan negara, TNI juga terlibat dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan, seperti bantuan bencana, pembangunan infrastruktur, dan kegiatan sosial lainnya.
– Komitmen terhadap Rakyat : Semboyan ini mengingatkan bahwa TNI harus selalu berpihak pada rakyat dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Semboyan ini menjadi landasan moral dan etika bagi TNI dalam menjalankan tugasnya sebagai tentara rakyat yang setia dan bertanggung jawab terhadap bangsa dan negara.
Oerip Soemohardjo adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Berikut beberapa fakta tentang Oerip Soemohardjo :
– Latar Belakang : Oerip Soemohardjo lahir pada 22 Februari 1893 di Purworejo, Jawa Tengah. Ia menempuh pendidikan militer di Koninklijke Militaire Academie di Breda, Belanda, dan menjadi perwira KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda).
– Peran dalam Pembentukan TNI : Oerip Soemohardjo berperan penting dalam pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ia diangkat sebagai Kepala Staf Umum TKR pada 5 Oktober 1945.
– Kepemimpinan : Oerip Soemohardjo dikenal sebagai pemimpin yang cakap dan berpengalaman. Ia membantu membangun struktur dan organisasi TNI yang baru terbentuk.
– Wafat : Oerip Soemohardjo wafat pada 17 November 1948 di Yogyakarta karena kecelakaan pesawat. Ia dimakamkan di TMP Semaki, Yogyakarta, dan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia.
Oerip Soemohardjo memiliki peran penting dalam pembentukan dan pengembangan TNI, serta berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh militer yang cakap dan berpengalaman pada masa itu.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) terbentuk melalui perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang ingin kembali berkuasa. Berikut adalah garis waktu pembentukan TNI :
– Badan Keamanan Rakyat (BKR) : Pada 22 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memutuskan untuk membentuk BKR sebagai wadah untuk menyalurkan potensi perjuangan rakyat. BKR diumumkan oleh Presiden Soekarno pada 23 Agustus 1945.
– Tentara Keamanan Rakyat (TKR) : Pada 5 Oktober 1945, Pemerintah Republik Indonesia membentuk TKR sebagai tentara kebangsaan. TKR kemudian dipimpin oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo sebagai Kepala Staf Umum.
– Tentara Keselamatan Rakyat : Pada 7 Januari 1946, pemerintah mengganti nama TKR menjadi Tentara Keselamatan Rakyat untuk memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat.
– Tentara Republik Indonesia (TRI) : Pada 26 Januari 1946, pemerintah mengganti nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi TRI untuk menyempurnakan organisasi tentara menurut standar militer internasional.
– Tentara Nasional Indonesia (TNI) : Pada 3 Juni 1947, Presiden Soekarno meresmikan penyatuan TRI dengan laskar-laskar perjuangan menjadi satu organisasi tentara nasional dengan nama TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soedirman diangkat sebagai Kepala Pucuk Pimpinan TNI.
Dalam masa perang kemerdekaan, TNI berhasil mewujudkan dirinya sebagai tentara rakyat dan memainkan peran penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Sebagai tentara pejuang, yang mempunyai doktrin Pertahanan Rakyat Semesta (Hankamrata), maka akan selaku dekat dengan rakyat dan berjuang demi rakyat karena dalam sejarah nya lahir dari rakyat.
Peran Dwi Fungsi Tentara tersebut memang sudah melekat sejak Badan pertahanan bersenjata tersebut lahir dan dibentuk oleh pemerintah untuk mempertahankan kemerdekaan saat itu.
Fenomena terkini banyak sekali dipermasalahkan peran Dwi Fungsi TNI, seperti halnya pada masa pemerintahan Orde Baru dimana TNI sebagai alat pertahanan juga difungsikan sebagai kekuatan sosial politik. Demikian juga saat disyahkannya Undang Undang TNI Terbaru, banyak elemen dari mahasiswa dan akademisi berdemo dan mempermasalahkan beberapa pasal yang direvisi untuk dijustifikasi dalam Undang undang terbaru.
Dari sudut pandang sejarah, sejak terbentuk nya yang memang mempunyai karakteristik tersendiri dibanding negara lain di dunia, memang TNI disamping sebagai alat pertahanan dan keamanan saat itu juga menjaga stabilitas sosial dan politik serta dinamisator pembangunan menuju Indonesia kedepan. Diakui ataupun tidak memang demikian adanya peran sejak lahir nya yang tidak mungkin dipisahkan dengan rakyat dengan peranya disamping sebagai alat pertahanan juga sebagai alat stabilitas keamanan bagi masyarakat.
Hal ini harus bisa dipahami dalam kontek berbangsa dan bernegara, karena lahir sebagai tentara pejuang dan juga sebagai alat sistem pertahanan rakyat semesta yang berasal dari rakyat dan untuk kepentingan rakyat.
Dinamika masyarakat dalam menyikapi adanya pengesahan Undang Undang TNI yakni Undang Undang nomor 34 tahun 2004, khusus nya beberapa pasal yang dianggap sebagian dari kalangan masyarakat khususnya mahasiswa dan beberapa pagiat sosial dan Hak Asasi Manusia serta akademisi yang dikawatirkan merupakan representasi dari kembalinya Dwi Fungsi TNI seperti halnya jaman Penerintahan orde Baru. ini adalah nerupakan distrust dari kaum reformis, yang jujur saja setelah 25 tahun gagal dalam menciptakan reformasi dalam memberantas KKN yang dilakukan sipil, hingga timbul kekawatiran yang berlebihan.
Beberapa pasal yang disyahkan oleh DPR menyangkut Undang Undang Terbaru dari revisi Undang Undang tentang TNI Yang sebenarnya justru untuk memenuhi kepastian hukum dalam Kontitusi kita yakni UUD 1945 menyangkut pasal 1 ayat (3) bahwa negara kita adalah negara hukum yang harus sesuai dan berdasar pada aturan hukum yang berlaku.
Itupun hanya menyangkut pasal 3, pasal 7 pasal 47 , dan pasal 53.
Pasal 3 menyangkut kedudukan TNI dalam strategi pertahanan dan administrasi dibawah koordinasi Departemen Pertahanan.
Pasal 7 yang banyak dikawatirkan kalangan mahasiswa dan akademisi, serta pagiat hak asasi manusia, menyangkut Tugas dan operasi militer selain perang bertambah dari 14 kewenangan tugas menjadi 16 kewenangan tugas.
yakni ada dua tambahan kewenangan yaitu membantu nenanggulangi keamanan/ ancaman Syber dan membantu melindungi keamanan penyelamatan WNI diluar negeri. Dan ini termasuk ranah kepentingan Negara yang menjaga dan melindungi Negara dan nama Bangsa sebagai bagian dari alat pertahanan, yang memang sudah wajar masuk domain dari TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Selanjut nya pasal 47 dari UU tentang TNI, yang mengatur tentang Kementerian / lembaga negara yang bisa diisi oleh personel TNI Aktif tanpa harus mengundurkan diri dan pensiun dini, dari 10 kementerian dan lembaga bertambah menjadi 14 lembaga / kementerian yaitu ditambah untuk posisi di :
– Badan Nasional pengelola perbatasan (BNPP)
– Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
– Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
– Kejaksaan Agung.
Inipun untuk Jaksa Agung Muda Inteljen selalu menempatkan militer aktif sebagai penunjang operasi inteljen dalam proses penangkapan dan penyidikan.
Sebenarnya point point dari pasal 47 ini pun bukan hal baru, dan memang sudah diperbantukan sejak dulu, baik di Badan Pengelola Perbatasan, maupun di BNPT soal penanggulangan terorisme karena menyangkut bukan saja keaman Negara tapi juga menyangkut Pertahanan Negara. Demikian juga di Kejaksaan Agung, dari Jaksa Agung Muda Inteljen / JAMINTEL dari dulu biasanya diiisi dari militer untuk membantu dalam operasi inteljen kejaksaan Agung. Demikian pula di Kementerian Kelautan dan Perikanan yang erat kaitan nya dengan penegakan hukum di laut yang tentu sangat wajar ada perwira aktif diisi sebagian oleh TNI AL aktif, karena menyangkut operasi penegakan di Zona Ekonomi Eklusif.
Pasal selanjut nya menyangkut pasal 53 yakni soal penambahan usia aktif dalam jabatan, yang menurut penulis juga sangat wajar, karena untuk bintang dua dan tiga bahkan empat dari TNI usia 60 tajun merupakan usia puncak dari kapabilitas seorang perwira tinggi, yang sarat pengalaman dan masih segar dan kuat. Jangan sampai terjadi pada masa puncak kecerdasan pengalaman seseorang justru dipensiunkan yang seharus nya diperlukan bagi bangsa ini.
Dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo yang menjabat dua periode, banyak pos pos departemen dan lembaga negara diisi oleh Pejabat Polisi aktif, yang dipandang bisa memberikan kontribusi terhadap kestabilan politik dan jalanya lembaga lembaga baik di Departemen maupun non departemen, yang sebetul nya juga merupakan Dwi Fungsi, dimana di satu sisi sebagai pelaksana Kamtibmas dan penegakan hukum sebagai mana diatur dalam Undang Undang Kepolisian dan disisi lain juga menjalankan jabatan politis dalam pemerintahan. Dan setahu penulis hal ini tidak pernah dipermasalahkan sebagai terjadi Dwi Fungsi peranan intitusi, dan terbukti efektif dimana dengan aman penerintahan presiden Joko Widodo berakhir.
Lalu dilanjutkan kepada penerintahan Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subiyanto, juga ada beberapa menteri dijabat oleh perwira tinggi POLRI , dan sebagian sudah pensiun dari jabatan, tidak pernah menjadi persoalan. Lalu mengapa saat Undang Undang TNI dilakukan revisi dan disyahkan ada penggiringan opini bahwa dikawatirkan akan kembali ke jaman Orde Baru yang menghidupkan kembali Dwi Fungsi TNI dimana sebagai alat pertahanan Negara juga akan masuk pada ranah sebagai alat politik. Padahal dari beberapa pasal yang dipertegas dan ditambah dalam kewenangan jabatan TNI sudah lama terjadi memang selalu mengisi pos pos tersebut sebagai bantuan dari pada Operasi selain perang, sebagai bagian dari alat pertahanan Negara. Ini yang perlu dipertegas.
Presiden Soekarno memanggil Soepriyadi selaku komandan PETA saat itu sebagai panglima TRI., tapi tidak kunjung muncul, lalu atas kesepakatan antara Presiden dengan pihak Tokoh tokoh Militer Pejuang, ditunjuklah Soedirman sebagai Panglima Besar. TNI lahir dari rakyat saat itu yang merupakan gabungan komponen komponen dari Rakyat pejuang, yang ditujukan untuk kepentingan Rakyat, yang berasal dari rakyat dan untuk rakyat, yang secara historis memang dibentuk dari rakyat sebagai alat pertahanan dan menjaga keamanan dan ketertiban saat Revolusi, yang dalam sejarah bangsa menghadapi Agresi Belanda pertama, yang diklaim sebagai Polisioner Pemerintahan Hindia Belanda (NICA) saat itu, tahun 1946, dan agresi Belanda kedua pada tahun 1949.
Hal ini harus jadi bahan introspeksi para akademisi, para pejabat sipil dan para LSM yang bergerak dan pagiat Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, serta seluruh masyarakat bahwa ada hal hal karakteristik tertentu yang sipil setidaknya menurut para pengambil kebijakan memang sangat memerlukan peran dari Militer aktif yang menguasai betul bidang bidang tertentu yang berhubungan dengan wilayah teritorial, perbatasan, laut, dan penanggulangan teroris dan penanganan Bencana Alam.
**********************
Penulis adalah Praktisi Hukum, Penulis , Pengamat Sosial Budaya dan Sejarah