Oleh Agus Widjajanto
Banyak orang telah kehilangan rasa kemanusiaannya, demi mendapatkan kedudukan dan materi, dimana semua dihalalkan untuk mendapatkan kehidupan yang dianggap mencapai kemakmuran. Rasa empati pun mati, yang ada adalah rasa individualitas, seperti layaknya kehidupan modern saat ini di kota kota besar. Hal itu bisa kerap kita jumpai adanya sebuah kecelakaan didepan mata tapi orang-orang disekelilingnya cuek bebek tiada reaksi, apalagi berusaha menolong, demikian juga bila terjadi perampasan aset dari tindakan yang menjurus premanisme, masyarakat cenderung apatis dan diam, tiada tindakan solidaritas atas kesetiaan sesama warga negara ataupun sesama manusia dalam kemanusiaan.
Ini adalah fenomena modern yang sangat menakutkan dalam berbangsa dan bernegara serta beragama, dimana sifat individualitas dulu sangat ditentang oleh pendiri bangsa saat membentuk negara ini yakni Soekarno dan Prof Soepomo.
Rasa kemanusiaan memang erat kaitannya dengan sifat ketuhanan. Menurut Soekarno, pendiri bangsa Indonesia, prinsip ketuhanan yang diusulkan dalam Pancasila bukan hanya tentang beragama, tapi juga tentang bagaimana manusia dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa dan menghormati satu sama lain. Ini tercermin dalam konsep “Ketuhanan yang Berkebudayaan”, yang menekankan pentingnya mengolah potensi ilahiah dalam diri manusia untuk mencapai derajat kemanusiaan yang lebih tinggi dan memuliakan manusia lain.
Dalam perspektif ini, rasa kemanusiaan dapat diartikan sebagai sifat ketuhanan yang memanifestasikan dirinya dalam bentuk akhlak dan budi pekerti luhur. Sifat ini memungkinkan manusia untuk hidup bersama dalam harmoni, saling menghormati, dan menebarkan kedamaian dan rahmat kepada sesama.
Beberapa aspek penting dari rasa kemanusiaan sebagai sifat ketuhanan adalah:
Menghormati perbedaan: Menerima dan menghargai perbedaan agama, suku, dan budaya.
Mengembangkan empati: Mampu memahami dan merasakan perasaan orang lain.
Mengamalkan nilai-nilai luhur: Mengembangkan akhlak dan budi pekerti yang baik, seperti jujur, adil, dan sabar.
Membangun hubungan harmonis: Membangun hubungan yang baik dengan sesama manusia dan lingkungan sekitar.
Dalam ajaran Jawa, konsep “olah budi” atau “budaya” juga menekankan pentingnya mengolah potensi ilahiah dalam diri manusia untuk mencapai derajat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dengan demikian, rasa kemanusiaan sebagai sifat ketuhanan dapat menjadi landasan bagi manusia untuk hidup bersama dalam harmoni dan saling memuliakan
Budi luhur, kemanusiaan, dan agama memiliki kaitan yang erat dalam membentuk karakter dan perilaku individu serta masyarakat. Berikut beberapa aspek yang menghubungkan ketiganya:
Nilai-Nilai Moral dan Etika: Agama sering kali menekankan pentingnya budi luhur sebagai bagian dari ajaran moral dan etika. Contohnya, ajaran tentang kasih sayang, kejujuran, dan keadilan dalam berbagai agama mendorong umatnya untuk mengembangkan budi luhur.
Kemanusiaan sebagai Manifestasi Budi Luhur: Budi luhur tercermin dalam tindakan kemanusiaan, seperti empati, kasih sayang, dan kepedulian terhadap sesama. Agama sering kali mendorong umatnya untuk mengamalkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari.
Pengembangan Karakter: Agama dan budi luhur berperan penting dalam pengembangan karakter individu. Dengan mengembangkan budi luhur, seseorang diharapkan dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Harmoni Sosial: Budi luhur dan nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan oleh agama dapat membantu menciptakan harmoni sosial. Ketika individu dan masyarakat mengamalkan nilai-nilai ini, mereka lebih cenderung untuk hidup dalam damai dan saling menghormati.
Praktik Keagamaan: Banyak praktik keagamaan yang dirancang untuk mengembangkan budi luhur dan meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan. Contohnya, ritual keagamaan yang mendorong refleksi diri, pengampunan, dan kasih sayang.
Etika dan Tanggung Jawab: Agama sering kali menekankan tanggung jawab individu terhadap sesama dan lingkungan. Budi luhur yang dijiwai oleh ajaran agama mendorong individu untuk bertindak dengan penuh tanggung jawab dan etis.
Dengan demikian, budi luhur, kemanusiaan, dan agama saling terkait dalam membentuk perilaku dan karakter individu serta masyarakat yang lebih baik
Kisah inspiratif dalam kemanusiaan yang mengilhami dunia pada masa perang dunia kedua adalah tentang:
Chiune Sugihara, seorang diplomat Jepang yang bertugas sebagai konsul di Lithuania selama Perang Dunia II, melakukan tindakan heroik dengan membantu sekitar 6.000 orang Yahudi melarikan diri dari Eropa yang dikuasai Nazi. Berikut adalah beberapa fakta tentang Sugihara:
Latar Belakang: Sugihara ditempatkan di Lithuania pada tahun 1939 sebagai pengumpul informasi tentang pergerakan pasukan Jerman dan Soviet. Saat itu, Jerman telah mencaplok Polandia, dan Lithuania menjadi tempat perlindungan bagi ribuan pengungsi Yahudi.
Pemberian Visa: Sugihara mengeluarkan visa transit Jepang untuk ribuan pengungsi Yahudi, memungkinkan mereka melakukan perjalanan melalui wilayah Jepang. Aksi ini berisiko besar bagi karier dan keselamatan keluarganya karena pemerintah Jepang tidak memberikan izin untuk tindakan tersebut.
Kolaborasi dengan Konsul Belanda: Sugihara bekerja sama dengan Jan Zwartendijk, konsul Belanda di Kaunas, Lithuania, untuk memberikan izin masuk ke wilayah jajahan Belanda di Karibia. Ini memungkinkan pengungsi Yahudi memiliki tujuan yang jelas untuk perjalanan mereka.
Pengorbanan: Selama 29 hari pada tahun 1940, Sugihara dan istrinya bekerja keras menulis visa dengan tangan, mencapai hingga 300 visa per hari. Bahkan setelah dipaksa meninggalkan Lithuania, Sugihara masih memberikan visa kosong kepada pengungsi dari kereta api.
Pengakuan Internasional: Pada tahun 1985, Sugihara dianugerahi gelar “Righteous Among the Nations” oleh Yad Vashem, pusat peringatan Holocaust di Israel. Ini merupakan pengakuan atas keberanian dan kemanusiaannya dalam menyelamatkan ribuan nyawa.
Sugihara tidak pernah memberitahu siapa pun tentang tindakannya ini selain keluarganya. Baru setelah akhir 1960-an dan 1970-an, para penyintas Holocaust mulai menceritakan kisah penyelamatan mereka oleh Sugihara .
Jadi rasa kemanusiaan itu sendiri adalah merupakan sifat ketuhanan yang tidak terbatas hanya dimiliki oleh orang orang beragama tapi dimiliki oleh setiap manusia yang masih punya rasa empati dan berbudi luhur, ini yang harus ditumbuhkan dan di bangun dalam membangun karakter anak bangsa seperti membangun mercusuar dari bawah ke atas.
Rasa kemanusiaan dan religiusitas memang sering kali terkait erat. Banyak agama menekankan pentingnya empati, kasih sayang, dan membantu sesama sebagai bagian dari ajaran moral dan spiritual mereka. Rasa kemanusiaan yang mendorong seseorang untuk berbuat baik dan membantu orang lain bisa dianggap sebagai manifestasi dari nilai-nilai religius atau spiritual, meskipun tidak semua orang religius memiliki pandangan yang sama tentang hal ini.
Beberapa aspek yang menghubungkan rasa kemanusiaan dengan religiusitas antara lain:
Ajaran Agama: Banyak agama mengajarkan tentang pentingnya kasih sayang, keadilan, dan kepedulian terhadap sesama. Contohnya, ajaran tentang cinta kasih dalam agama Buddha, konsep welas asih dalam agama Hindu, atau ajaran tentang kasih dan pengampunan dalam agama Kristen dan Islam.
Etika dan Moralitas: Rasa kemanusiaan sering kali diwujudkan dalam bentuk etika dan moralitas yang menjadi dasar bagi tindakan seseorang. Banyak agama menawarkan kerangka etis yang mendorong umatnya untuk berbuat baik dan membantu orang lain.
Komunitas dan Solidaritas: Agama sering kali membangun komunitas yang kuat dan solidaritas di antara pengikutnya. Rasa kemanusiaan yang kuat dalam komunitas religius bisa memotivasi anggota komunitas untuk saling membantu dan mendukung.
Makna dan Tujuan Hidup: Bagi banyak orang, rasa kemanusiaan yang kuat bisa memberikan makna dan tujuan hidup yang lebih dalam. Ini bisa dihubungkan dengan keyakinan bahwa tindakan baik dan kasih sayang adalah bagian dari rencana ilahi atau tujuan spiritual.
Namun, penting juga untuk diakui bahwa rasa kemanusiaan tidak eksklusif bagi orang-orang religius. Banyak orang yang tidak beragama atau memiliki keyakinan sekuler juga menunjukkan empati dan kasih sayang yang besar terhadap sesama. Rasa kemanusiaan bisa berkembang dari berbagai sumber, termasuk nilai-nilai kemanusiaan universal, pendidikan, dan pengalaman pribadi.
Budi luhur, kemanusiaan, dan agama memiliki kaitan yang erat dalam membentuk karakter dan perilaku individu serta masyarakat. Berikut beberapa aspek yang menghubungkan ketiganya:
Nilai-Nilai Moral dan Etika: Agama sering kali menekankan pentingnya budi luhur sebagai bagian dari ajaran moral dan etika. Contohnya, ajaran tentang kasih sayang, kejujuran, dan keadilan dalam berbagai agama mendorong umatnya untuk mengembangkan budi luhur.
Kemanusiaan sebagai Manifestasi Budi Luhur: Budi luhur tercermin dalam tindakan kemanusiaan, seperti empati, kasih sayang, dan kepedulian terhadap sesama. Agama sering kali mendorong umatnya untuk mengamalkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari.
Pengembangan Karakter: Agama dan budi luhur berperan penting dalam pengembangan karakter individu. Dengan mengembangkan budi luhur, seseorang diharapkan dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Harmoni Sosial: Budi luhur dan nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan oleh agama dapat membantu menciptakan harmoni sosial. Ketika individu dan masyarakat mengamalkan nilai-nilai ini, mereka lebih cenderung untuk hidup dalam damai dan saling menghormati.
Praktik Keagamaan: Banyak praktik keagamaan yang dirancang untuk mengembangkan budi luhur dan meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan. Contohnya, ritual keagamaan yang mendorong refleksi diri, pengampunan, dan kasih sayang.
Etika dan Tanggung Jawab: Agama sering kali menekankan tanggung jawab individu terhadap sesama dan lingkungan. Budi luhur yang dijiwai oleh ajaran agama mendorong individu untuk bertindak dengan penuh tanggung jawab dan etis.
Dengan demikian, budi luhur, kemanusiaan, dan agama saling terkait dalam membentuk perilaku dan karakter individu serta masyarakat yang lebih baik.
Membangun karakter generasi muda dalam kaitan dengan etika dan budaya bangsa sangat penting untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat. Berikut beberapa aspek yang perlu diperhatikan:
Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah upaya terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif.
Nilai-Nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Beberapa nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa antara lain ¹:
– Religius: sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya
– Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
– Toleransi: sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
– Disiplin: tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
– Kerja Keras: perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas
– Kreatif: berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki
Prinsip Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pengembangan budaya dan karakter bangsa dapat dilakukan dengan beberapa prinsip, antara lain:
– Berkelanjutan: proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang
– Melalui semua mata pelajaran: proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran
– Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan: materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa
Peran Sekolah dan Guru: Sekolah dan guru memiliki peran penting dalam membangun karakter generasi muda. Mereka dapat menanamkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa melalui proses belajar-mengajar dan kegiatan ekstrakurikuler.
Partisipasi Aktif: Partisipasi aktif dari lingkungan keluarga dan masyarakat juga diperlukan untuk mendukung pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan demikian, implementasi pendidikan dalam membentuk nilai budaya dan karakter bangsa akan mendatangkan hasil yang relevan dengan tujuan melahirkan generasi yang punya pribadi luhur dengan rasa empati kemanusiaan yang tinggi.
Dengan demikian akan melahirkan sebuah generasi yang jujur dan pekerja keras, dengan kesadaran dari dalam sendiri bahwa bangsa ini bisa mencapai kemakmuran dan berkeadilan apabila dimulai dari pribadi pribadi yang jujur dan berbudi luhur dengan rasa kemanusiaan, dengan demikian timbul sebuah kesadaran tidak melakukan korupsi dan ketidak Adilan . Dengan sendirinya secara pekan dan pasti merubah dengan sendirinya keadaan yang penuh ketidak pastian dan ketidak Adilan seperti jaman yang katanya Orde Reformasi saat ini.
—————————–
*Penulis adalah praktisi hukum, pemerhati sosial budaya dan sejarah bangsanya.





