Oleh Josef Bataona
“All major religious traditions carry basically the same message, that is LOVE, COMPASSION and FORGIVENESS. The important thing is they should be part of our daily lives.” (Tenzin Gyatso)
SAATNYA MELAUT. Satu Mei merupakan awal masyarakat Lamalera, Lembata, Nusa Tenggara Timur memulai siklus kehidupan 6 bulanan, mencari rezeki yang tersimpan di laut lepas. Berbagai ikan dengan ukuran yang tidak terbayangkan oleh banyak orang (termasuk oleh orang Indonesia), hanya ditangkap dengan menggunakan alat tradisional, dengan perahu yang hanya mengandalkan layar atau yang didayung sekitar 12 orang. Contoh besarnya ikan paus yang ditangkap, lihat di akhir tulisan ini
Misa Arwah di Pantai
Tidak kalah pentingnya untuk diangkat adalah tradisi seputar itu. Malam menjelang 1 Mei, seluruh masyarakat berkumpul di pantai, didepan kapel untuk merayakan Misa Kudus, memperingati anggota keluarga yang telah meninggal dunia di laut, terutama saat menjalankan tugas menangkap ikan, terutama ikan paus. Mereka adalah pejuang yang gigih menempuh gelombang lautan Hindia, untuk bisa memberi nafkah bagi keluarganya.
Usai misa, dalam suasana hening, semua memasang lilin bernyala di di atas pasir pantai, dan sebagian lilin itu diarungkan ke laut, sambil fokus mengenang anggota keluarga masing-masing yang telah meninggal dunia. Merinding, haru, namun terasa damai.
Karya di Dunia Berbeda
Di Jakarta dan sekitarnya, ada komunitas Lamalera yang bernama IKABELA. Mereka juga berjuang untuk kehidupan keluarga bukan di laut, tapi di dunia yang berbeda, sesuai dengan talenta masing-masing.
Atas inisiatif anak-anak milenial Lamalera di Jakarta, mereka juga mengumpulkan informasi tentang orang Lamalera yang pernah tinggal dan berkarya di Jakarta dan sudah meninggal dunia. Total ada 100 orang yang sudah almarhum. Lalu dibuat kesepakatan, ritual misa arwah di Lamalera bisa dilakukan juga di Jakarta pada tanggal 1 Mei. Merekapun kompak membentuk koor dadakan yang dipimpin oleh nona Lamalera, Yuliana Kremo Keraf. Berikut foto anggota koor jelang beraksi di Gereja St Yosef Matraman
Dalam kata pengantarnya, pater Sony Keraf menyampaikan bahwa, inisiatif ini patut diapresiasi. Selain memperingati keluarga Lamalera yang tinggal di Jakarta dan sudah meninggal dunia, juga turut memperingati arwah keluarga Lamalera yang meninggal di Laut. Selain itu kita bersama gereja merayakan pesta St Yosef Pelindung Pekerja dan juga awal bulan Rosario. Berikut foto anggota koor usai misa
Mohon Berkat sebelum Melaut
Pagi hari tanggal 1 Mei, semua masyarakat Lamalera kembali berkumpul depan Kapel di pinggir pantai, menghadiri Misa kudus untuk memohon berkat sebelum kegiatan melaut.
Dilanjutkan dengan upacara memberkati semua perahu dan peralatan menangkap ikan dan juga memberkati laut, sumber rezeki masyarakat Lamalera.
Misa Konselebrasi ini dipersembahkan oleh Pater Petrus Dile Bataona, Pater Herman Yosef Bataona dan pater Kris Laden. Yang disebut terakhir ini datang jauh-jauh dari Kucing Malaysia untuk turut menyaksikan tradisi unik desa Lamalera ini.
Jaminan Kehidupan juga untuk para Janda
Banyak yang hanya melihat tradisi penangkapan ikan paus, yang kurang lebih besarnya seperti nampak pada foto ini.
Namun perlu kami kedepankan disini, bahwa penangkapan ikan paus di Lamalera tidak bisa dipisahkan dari tatanan kehidupan sosial di desa itu. Pada saat membuat perahu baru atau memperbaiki perahu, semua anggota suku akan bekerja secara gotong royong. Contoh lain, para janda tidak perlu cemas bila suami mereka sudah meninggal dunia. Kehidupan mereka akan dijamin oleh suku. Ada bagian tertentu dalam pembagian ikan yang ditangkap adalah untuk para janda. Dan yang paling penting untuk digaris-bawahi adalah ikan paus yang ditangkap turun temurun itu, bukan jenis ikan paus yang dilarang. Bahkan untuk jenis ikan yang dibolehkan inipun, masyarakat Lamalera hanya membutuhkan beberapa ekor untuk bisa menghidupi keluarga selama setahun.
Semoga tradisi seputar 1 Mei ini bisa terus dilestarikan, sebagai bagian menumbuhkan rasa mensyukuri karunia Tuhan. Juga mempererat kebersamaan dan kekeluargaan warga Lamalera, baik yang masih di kampung, ataupun yang sedang merantau untuk berkarya di dunia yang berbeda. Semoga berkat Tuhan menyertai para Nelayan Lamalera!
“Everything can be taken from a man but one thing; the last of the human freedoms – to choose one’s attitude in any given set of circumstances, to choose one’s own way.” (Viktor Frankl)
********
- Tulisan ini dibuat bulan Mei 2019, satu tahun yang lalu, sebelum ada covid-19.
- Sumber: https://www.josefbataona.com