Oleh Frans Laba Bataona
Bahasa Indonesia diangkat dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu yang diangkat menjadi bahasa Indonesia ini berasal dari bahasa daerah Riau Daratan. Bahasa Melayu sebagai bahasa daerah Riau Daratan ini tergolong bahasa Melayu tinggi.
Selanjutnya penelitian yang panjang tentang bahasa Melayu menyajikan beragam informasi akurat tentang sejarahnya yang panjang sebelum ditetapkan sebagai bahasa Indonesia. Informasi tersebut antara lain mengenai kedudukan bahasa Indonesia dalam Rumpun Bahasa Austronesia, Kesaksian para musafir, bukti-bukti batu bertulis, literatur sastra dan gerakan pemuda.
Lebih jauh lagi dapat kita cermati bahwa Bahasa Indonesia tergolong dalam Rumpun Bahasa Austronesia yang memiliki rentang wilayah yang luas mencakup bahasa Tagalog di Filipina, bahasa-bahasa Asia Selatan dan Asia Barat Daya dan Afrika Utara, bahasa di Lautan Pasifik, New Zeland dan Australia. Umumnya bahasa-bahasa serumpun memiliki cirri-ciri kebahasaan yang mirip. Sebagai ilustrasi dapat dicermati beberapa contoh kecil. Misalnya: “kerbau” di dalam bahasa Filipina (Tagalog) disebut “ karabao” sedangkan di NTT disebut “karabau”. Dan di Jawa:”kebo” Tebu dalam bahasa Indonesia di Flores dikenal dengan “tevo”: dalam bahasa Tagalog dikenal kata “tewu”.Bahasa Indonesia memiliki kata “bapa” yang di Asia Barat Daya terdapat kata “abba”, dalam bahasa Betawi “babe” dan bahasa Asia Timur “baba”. Untuk kata gembala India Selatan memiliki kosa kata “gophala”. Padi disebut “pari” dalam bahasa Jawa sedang bahasa Tagalognya ‘pare”.
Di salah satu sisi sudah sejak berabad-abad lamanya Bahasa Melayu dikenal sebagai “lingua franca” atau “bahasa pergaulan” di seluruh Nusantara, mengingat letak Nusantara yang sangat strategis sebagai kancah perdagangan lintas benua. Batas territorial Nusantara ternyata jauh lebih luas melampaui batas geografis Negara Indonesia dewasa ini. Batas Nusantara digambarkan oleh para ahli sebagai berikut: Utara: P.Formosa (Taiwan), Selatan: New Zeland, Timur: P. Rapanui (P. Paskah) di Lautan Pasifik dan Barat: P .Madagaskar di Afrika Timur.
Di lain pihak harus kita akui bahwa bahasa Melayu, bahasa daerah Riau Daratan dikenal sebagai bahasa Melayu tinggi. Kiranya harus kita akui mengapa Pengarang-pengarang Periode Balai Pustaka justru anak-anak negeri Melayu tamatan Sekolah Guru.
Seorang musafir Tiongkok bernama “Fa Hien” menyatakan bahwa pada abad ke 13 di Pusat Kerajaan Sriwijaya penduduk setempat menggunakan bahasa “Kwuun Lun” yang tiada lain dan tiada bukan adalah Bahasa Melayu. Abad berikutnya seorang mahasiswa asal Tiongkok bernama I-Tsing yang mempelajari Agama dan Filsafat Budha di Pusat Kerajaan Sriwijaya menyatakan bahwa bahasa pengantar yang digunakan dalam kegiatan perkuliahan tersebut adalah Bahasa Melayu Tinggi.
Selain kesaksian penting dari pihak luar tersebut, sejarah juga mencatat tentang adanya penemuan- penemuan dalam negeri berupa benda purbakala berbentuk batu bertulis . Prasasti-prasasti tersebut ditemukan tersebar di daerah-daerah yang berjauhan letaknya . Di Aceh ditemukan prasasti Minye Tujoh . Di sekitar Palembang ditemukan dalam situs yang tersebar beberapa prasasti anatara lain Kota Kapur, Talang Tuo dan Kedukan Bukit. Dan yang menarik justru ditemukan juga prasasti Gandasuli di Daerah Kedu Jawa Tengah. Dan tak kalah penting juga bahwa prasasti-prasasti tersebut berisi pengumuman dari raja-raja Pasai. yang ditulis dalam aksara Arab Melayu.
Luasnya penyebaran Bahasa Melayu tersebut masih bisa ditandai (saat ini) dengan adanya beberapa bahasa berdialek Melayu seperti Dialek Melayu Menado. Melayu Ambon, Melayu Kupang, Melayu Larantuka,
Sejarah perkembangan kebahasaan di Tanah Air tidak bisa dilepaskan dari politik pemerintahan Hindia Belanda. Untuk memajukan pendidikan anak negeri Pemerintah Kolonial Belanda mengupayakan juga kehadiran “Taman Bacaan Rakyat” yang kemudian pada tahun 1920 disebut Balai Pustaka. Tugas dari badan ini antara lain:Menerbitkan cerita rakyat dan karya-karya anak negeri dalam bentuk karangan berbahasa Indonesia. Menerbitkan karya-karya terjemahan dari bahasa asing yang dapat memperluas wawasan anak negeri. Karya-karya yang diterbitkan tersebut haruslah mematuhi ketentuan penting yaitu tidak boleh bertentangan dengan politik pemerintah Hindia Belanda, tidak menimbulkan perpecahan antar suku , ras dan agama di Tanah air.
Kemajuan di bidang sastra menampakkan satu lonjakan kemajuan yang sangat berarti. . Angkatan Pujangga Baru menghadirkan karya sastra dengan cakrawala pandang yang lebih luas dari Balai Pustaka. Balai Pustaka lebih berorientasi ke masalah adat dan masalah-masalah kedaerahan sedangkan Pujangga Baru sudah berani melangkah untuk membicarakan masalah-masalah yang lebih universal seperti emansipasi dan pernikahan lintas adat lintas negara. Puisi Lama yang bercirikan istana sentris yang dominan dan anonimisitas pengarangnya justru sejak Angkatan Pujangga Baru muncul puisi baru akibat pengaruh Angkatan 80 di Negeri Belanda yang diketuai oleh William Kloos.

Upaya memperluas wawasan lewat pendidikan maupun berbagai cara penunjang yang tersedia dan dialami justru mulai menampakkan hasil yang sangat mengherankan. Sungguh luar biasa kan? Secara sporadis muincul kekuatan-kekuatan gerakan kepemudaan yang terpecah-pecah arah perjuangannya. Muncullah suatu tekad untuk menyatukan visi dan misi bersama dari Gerakan-gerakan Pemuda di Seluruh Indonesia . Jong Java tidak lagi berjuang sendirian. Demikian juga Jong Sumatra, Jong Selebes, Borneo, Maluku, Timor dan lainnya, Semuanya telah menjadi satu semangat, satu spirit, satu jiwa, satu hati, satu cita-cita, satu visi dan satu misi. Bersatulah mereka dalam satu perhelatan besar nasional yaitu KONGGRES PEMUDA INDONESIA. “Gebrakan Progresif” justru muncul pada kesimpulan diskusi kelompok C pada malam terakhir sebelum Sidang Pleno besok harinya. Kelompok diskusi yang menempati Teater Jakarta pada malam itu mengusulkan agar besok dikumandangkan ikrar bersama yang kita kenal sebagai SUMPAH PEMUDA. “Miracle Diplomacy” ini sungguh merupakan sebuah usul sugestif. Yang sungguh sangat efektif.

Keesokan harinya dalam rapat pleno puncak Konggres Pemuda yang bersejarah tersebut dengan suara bulat diikrarkan SUMPAH PEMUDA: *Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpahdarah satu, Tanah Air Indonesia. *Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia. *Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan Bahasa Indonesia. Hari itu tanggal 28 Oktober 1928 terpatri sebagai hari bersejarah yang kita kenal sebagai HARI SUMPAH PEMUDA.
Frans Laba Bataona, Pernah Menjadi Guru Bahasa Indonesia, Penikmat Sastra, Komponis, dan Penulis Puisi