Oleh Markus Makur
MEMULAI itu sungguh berat. Apalagi memulai ditengah wabah Covid19 sungguh-sungguh sangat berat. Beratnya tak bisa ditimbang dengan alat timbangan. Kekuatiran, ketakutan, kepanikan, kegoncangan bahkan kebingungan merasuki alam bawah sadar, alam setengah sadar, alam sadar.
Berani memulai untuk melawan kepanikan dalam diri sendiri itu sangat utama. Butuh iman yang kuat untuk berani keluar dari berbagai macam pikiran yang muncul. Berani melawan pikiran yang kacau balau membutuhkan ketenangan batin. Iman yang kuat dan berani. Tentu, berani itu harus bersumber dari penyelenggaraan ilahi. Roh Tuhan menggetarkan kebekuan iman apabila mengandalkan kemampuan diri sendiri. Roh Tuhan tetap hidup. Disini kepekaan manusia rapuh untuk mengandalkan Roh Tuhan.
Selama Januari-hingga pertengahan Februari 2021, saya semacam terkurung di dalam rumah karena meningkat kasus Covid19 di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang awalnya menular di anggota masyarakat yang pertama kali di 2020, kini Januari 2021 menular kepada pemimpin daerah. Saya tahu bahwa ketatnya protokol kesehatan di level pemimpin daerah, namun virus corona ini juga menular pertama kali dalam pribadi mereka. Jadi virus corona tidak mengenal siapa saja. Menularnya saja tanpa memandang status sosial. Namanya saja virus corona. Virus Corona memporakporandakan segala sendi kehidupan manusia. Tidak kepada alam. Virus Corona menular ke dalam tubuh manusia.
Selama Januari 2021, saya hanya berada di rumah bersama anak-anak dan istri. Walaupun istri tetap ke kantor dengan ketatnya protokol kesehatan sementara anak-anak belajar dari rumah atau belajar di rumah (bdr). Anak-anak mengerjakan tugas yang diberikan guru dari sekolahnya. Sementara saya juga bekerja dari rumah. Beruntung memiliki handphone android yang memudahkan untuk bekerja. Namun tidak maksimal.
Menunggu sampai menurunnya penularan Covid19 terus saya refleksikan, renungkan dan bawa dalam doa. Saya bertanya dalam hati dan pikiran, sampai kapan menunggu sementara saya menerima banyak informasi tentang warga yang menderita disabilitas mental ? Entah sampai kapan saya menunggu di rumah karena Covid19? Selama Januari 2021, saya memberanikan diri bepergian ke Kota Borong dengan angkutan umum. Intinya jalan-jalan sambil survei keadaan di Kota Borong. Memang kelihatan sepi. Kemudian bepergian kedua kali karena ada urusan keluarga yang tak bisa ditunda. Jalan-jalan ini tentu dengan protokol kesehatan yang super ketat. Memakai masker, membawa pembersih tangan (handsanitizer) dan membawa minyak kayu putih. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dengan minum ramuan tradisional. Saat jalan-jalan itu tak lupa berdoa sebagai modal utama dalam diri agar Tuhan melindungi saya dan terhindar dari wabah Covid19. Keberanian ketiga, ketika kepala bagian protokol komunikasi pimpinan (Prokopim) Setda Kabupaten Manggarai Timur undang saya dan semua wartawan di Manggarai Timur dengan agenda Temu Media. Ada ungkapan yang menarik, Kita duduk, kita bicara. Temu media dilangsungkan di Cafe Rana Loba, Kelurahan Rana Loba, Kec. Borong, Jumat, 19 Februari 2021. Saya berani hadir karena ini agenda bersejarah sejak Manggarai Timur terbentuk sebagai daerah otonom. Bahkan menuju usia 14 Kabupaten Manggarai Timur, karena 2020 sudah merayakan usia 13 tahun Kabupaten tersebut. Saat itu amatan saya di lapangan ada semacam kelonggaran karena Manggarai Timur masih kategori zona hijau.
Pertengahan Februari 2021, handphone saya berdering, seorang anggota relawan Kelompok Kasih Insanis (KKI), Ambrosius Adir, menginformasikan bahwa dia menerima informasi dari masyarakat di Kecamatan Elar Selatan tentang penderita disabilitas mental. Saat komunikasi itu saya minta dia untuk memastikan nama penderita, alamat kampung, dan desanya. Kemudian, keesokan harinya dia menginformasikan bahwa penderita disabilitas mental itu tinggal di Kampung Kotatunda-Sopang Rajong, Desa Nanga Meje, Kecamatan Elar Selatan. Saat komunikasi itu saya memberikan tanggapan bahwa kita atur waktu kalau penularan Covid19 di Manggarai Timur menurun. Titik. Di tengah ketatnya kondisi tidak bisa jalan-jalan karena meningkatnya kasus penularan Covid19, hati saya tersayat mendengar informasi tentang sesama warga yang derita disabilitas mental yang tinggal di pedalaman Manggarai Timur. Ingin berontak dalam hati namun kondisi tidak memungkinkan saya untuk melakukan pelayanan kasih karena informasi seputar kasus Covid19 terus meningkat di awal 2021 ini. Saya juga penuh kehati-hatian untuk melakukan pelayanan Kasih bagi penderita disabilitas mental. Bertumpuk informasi yang saya catat dalam buku harian. Relawan KKI yang tersebar di sejumlah Kecamatan terus menginformasikan tentang penderita disabilitas mental. Untuk menghibur diri, saya selalu berdiskusi dengan teman-teman relawan lewat media whatsapp. Tak lama kemudian, di pertengahan Februari 2021, seorang saudara menelepon saya bahwa ada orang baik di Kabupaten Manggarai untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman tentang pelayanan relawan KKI di Manggarai Timur saat menangani dan mencegah penderita disabilitas mental. Lewat saluran telepon seluler, saya beri tanggapan bahwa relawan KKI sanggup bertemu di Kota Ruteng, tetapi lagi-lagi alasan Covid19 agenda diskusi ini belum terlaksana. Selain itu, saya informasikan bahwa ada warga di pelosok Kabupaten Manggarai yang sedang derita disabilitas mental. Saya beritahu kepada saudara itu untuk secepatnya melakukan pelayanan medis bagi warga tersebut. Kemudian, saya informasikan bahwa ada warga di Kecamatan Elar Selatan yang derita gangguan jiwa. Kebetulan saya itu berasal dari Kecamatan Elar Selatan. Tentu kalau berkunjung ke Kecamatan Elar Selatan membutuhkan kendaraan double gardan. Saya sampaikan kepada relasi bahwa relawan KKI hanya bermodalkan jalan kaki atau dengan sepeda motor dalam kunjungan Kasih bagi penderita disabilitas mental dari 2017 lalu. Jadi untuk menjangkau ke Kecamatan Elar Selatan membutuhkan kendaraan yang double gardan karena topografi sangat berat. Apabila ada orang yang baik hati dan memiliki kendaraan double gardan, kami relawan siap tenaga untuk melakukan kunjungan Kasih.
Biasanya apabila ada informasi dari warga tentang orang dengan gangguan jiwa, saya selalu informasikan di group whatsapp KKI Manggarai Timur. Berkaitan dengan informasi itu, seorang relawan KKI memberikan komentar bagaimana kita tancap gas ke sana ( Kec. Elar Selatan) dengan sepeda motor. Saya balas komentarnya, tahan dulu, maunya kita carter oto colt yang mampu menerobos topografi di Elar Selatan. Kemudian staf dari Dinkes Manggarai Timur yang membidangi seksi penanganan ODGJ meneruskan informasi ke Puskesmas Runus. Dan 11 Februari 2021, perawat dari Puskesmas Runus melakukan kunjungan rumah. Saya mendengar kabar itu hanya menyampaikan rasa syukur atas kerja sama lintas sektor. Dalam hati saya mengungkapkan bahwa Tuhan terus menggerakan semua orang yang berhati baik dan mulia.
Datang Kabar Gembira
Jumat, 19 Februari 2021, nada dering handphone berbunyi, terlihat nama Mantan Kapolres Manggarai yang sekarang Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Manggarai Timur, Marselis Sarimin menelepon. Saya kaget. Saya tekan tombol jawab, terdengar sapaannya, Sobat, selamat sore. Apa kabar? Saya jawab, selamat sore, kabar baik. Lalu saya melemparkan pertanyaan balik, apa kabar. Di jawab, kabar baik. Lalu melanjutkan pembicaraan, Besok, Sabtu, (20/2/2021) kita kunjung keluarga yang sakit di kampung Kotatunda-Sopang Rajo, Kecamatan Elar Selatan. Sobat besok tunggu di pinggir jalan di Kota Waelengga. Saya terharu dengan niat baik untuk mengunjungi orang sakit. Kita sekalian lakukan aksi puasa pembangunan (APP) di masa prapaska 2021 ini ditengah pandemi Covid19. Kita hadir sambil melihat kondisi keluarga yang sakit tersebut. Kita tetap dengan menaati protokol kesehatan. Sebelum menutup telepon, saya sampaikan siap. Sesudah itu kami melakukan aktivitas masing-masing antara Borong dan Waelengga.
Sore itu juga saya menelepon seorang anggota relawan KKI untuk sama-sama mengunjungi keluarga yang sakit. Saya sampaikan besok, Sabtu (20/2/2021) kita berangkat dengan rute Borong-Waelengga-Marokima-Gurung-Lete-Ritapada-Sopang Rajong. Dia bersedia karena kami sama-sama memiliki hati bagi orang yang sedang menderita sakit, khususnya sakit gangguan jiwa. Saya bersyukur kepada Tuhan karena Ia menggerakkan hati relawan dari pribadi ke pribadi untuk menyapa sesama yang sedang menderita disabilitas mental. Sejak dibentuk relawan KKI Manggarai Timur 2017, Ambrosius Adir hadir dengan keprihatian yang sama. Awalnya bermodalkan nekat untuk bergabung tanpa memiliki ilmu pengetahuan tentang ilmu sakit gangguan jiwa. Semua kami merasakan sentuhan kasih Tuhan.
Waktu yang dinantikan tiba, Kendaraan yang saya tumpangi berhenti di pinggir jalan di Jalan Trans Flores di Kota Waelengga. Saya kaget, pintu mobil dibuka oleh mantan orang satu di Kepolisian Resor Manggarai itu. Jam menunjukkan 10.00 Wita. Laju kendaraan belok kiri di pertigaan Waelengga menuju ke rute yang sudah diagendakan. Jalan raya sudah aspal, walaupun kerusakan terjadi di sepanjang. Jalan berlupang karena aspal terkelupas. Hingga kami tiba di Kampung Ritapada. Dari Ritapada, kami melintasi jalan aspal yang baru usia satu tahun pengerjaan, namun ada sebagian yang rusak. Kemudian laju kendaraan melaju di jalan berbatu dengan tumbuhan alang-alang ditengah jalan. Bahkan kiri kanan jalan juga tumbuhan liar alang-alang. Hati mulai kuatir dengan kondisi jalan bebatuan tersebut hingga istirahat di sebuah jembatan permanen. Kami bertemu warga yang sedang istirahat di jembatan tersebut. Jembatan di tengah hutan. Warga itu menyampaikan bahwa di jalan tanjakan ada tiga titik yang longsor. Kalau butuh sekop, ada warga yang sedang berada di kebun di pinggir tersebut. Kami bersyukur atas peristiwa yang tak terduga tersebut. Tuhanlah yang mengatur semuanya karena kami memiliki niat baik untuk mengunjungi keluarga yang sakit. Bersyukur mobil yang saya tumpangi mampu melintasi jalan yang bebatuan. Di lokasi longsor, kami turun. Mengambil batu untuk menutupi jalan berlubang. Kemudian di tikungan ada longsor. Kami dibantu oleh seorang petani yang memiliki alat sekop. Membersihkan tanah longsor agar kendaraan bisa melewati lokasi tersebut. Bersyukur berjalan dengan lancar. Lalu kami tiba di jalan beraspal menuju ke Kotatunda-Sopang Rajong. 2018 lalu, jalan itu belum diaspal. Jalan bebatuan. Di dalam mobil saya berkisah bahwa 2018 lalu, jalan ini belum diaspal. Ada yang memberitahu bahwa mungkin diaspal 2019 lalu. Tepat pukul 14.00 wita, kami tiba di Kampung Kotatunda-Sopang Rajong. Kami istirahat sebentar di rumah keluarga dan disuguhkan minuman kopi dan buah rambutan. Buah rambutan lagi musim panen. Selanjutnya kami menuju rumah keluarga yang sakit. Rumah keluarga itu sangat sederhana. Bagian depan dipagari. Kami semua mengangkat bingkisan kasih dan masuk ke rumah. Rumah berlantai tanah. Bapak Marselis Sarimin masuk didampingi Om Yori. Melihat keadaan rumah dan menyapa bapak yang derita lumpuh di kamarnya, sementara istrinya sedang tidur beralaskan papan lima lembar. Kami bertemu seorang nenek yang lanjut usia dan anak sulung dari keluarga itu yang kelas VI Sekolah Dasar. Nenek dan anak sulung itu yang setia merawat, memberikan makan bagi pasangan suami istri yang sakit tersebut. Selanjutnya bingkisan kasih diserahkan oleh Bapak Marselis Sarimin. Bapak Sarimin mengungkapkan, Kasihan dan menyedihkan sekali kondisi suami istri ini. Ini bingkisan Kasih untuk keperluan harian bagi pasangan suami istri ini. Bingkisan ini tak seberapa, namun kami hadir untuk memberikan perhatian. Semoga Tuhan memberikan kesembuhan bagi pasangan suami istri ini. Kemudian kami pamit pulang. Bersyukur dalam keadaan mendadak keluarga menyediakan hidangan makan siang. Sebelum makan kami berdoa. Selanjutnya kami balik Waelengga dan Borong dengan rute yang sama. Titik
Elar Selatan Semacam Dilupakan
Menyebut Elar Selatan bulu kuduk saya merinding. Kenapa, karena saya pernah beberapa kali ke Elar Selatan dengan mobil menerobos topografi sulit. Jalan rusak berat. Bahkan pengalaman pahit 2018, mobil super bagus rusak ditengah jalan. Saat saya menumpang di mobil untuk tugas jurnalistik. Alami lapar ditengah hutan ditambah lagi jalan rusak. Bahkan karena jalan rusak, as mobil patah. Upaya ditengah hutan untuk menyambung as mobil yang patah itu dengan kayu. Potong kayu tengah malam dengan modal senter. Sang pengemudi memasang kayu itu di bawah badan mobil. Benar-benar sengsara. Sejak saat itu terbayang terus dalam pikiran tentang keterisolasian, keterbelakangan Kecamatan Elar Selatan. Listrik tidak ada. Jalan raya terus dibenahi. Signal internet susah. Kalau air minum terpenuhi secukupnya. Saya ingat pengalaman pahit 2018, saya dan teman yang menyetir kendaraannya makan siang dengan mie coto kuah. Kami singgah di rumah keluarga. Saat itu hujan lebat. Kami istirahat sejenak menunggu hujan berhenti. Saat itu kami mau ke Kampung Runus. Benar-benar pengalaman pahit. Namun, mau bagaimana lagi, kami orang kecil. Tak punya kemampuan untuk mengatasi kesulitan tersebut. Yang ada hanya kepasrahan dengan keadaan nyata tersebut. Di benak saya saat ini, apakah anak-anak di sekolah di pedalaman Elar Raya (Kec. Elar dan Elar Selatan) melaksanakan Belajar Dari Rumah (bdr) ditengah pandemi Covid19 atau mereka bisa diperlakukan khusus untuk tetap belajar mengajar secara tatap muka.
Cerita Covid19
Meningkatnya penularan kasus Covid19 di Kabupaten Manggarai Timur saat Januari 2021 menambah deretan kegoncangan yang bermunculan di alam pikiran. Pertanyaan demi pertanyaan terus dilontarkan untuk diri sendiri, keluarga, rekan kerja, di berbagai group whatsapp.
Semua tahu bahwa awal Maret 2020, mendengarkan cerita, membaca berita di berbagai media mainstream, media online, apalagi media sosial, diskusi lepas selalu memenuhi ruang berbagi di kelompok (group) whatsapp. Saat itu semua orang panik dengan penularan virus corona yang sangat cepat. Video cara penularan Covid19 tersebar luas. Awalnya dua kasus terus meningkat dari hari ke hari dari Maret sampai Desember 2020 hingga Januari 2021. Selama 2020, gencar lockdown, social distance, pakai masker, cuci tangan, cek suhu hingga ke pelosok-pelosok. Anehnya, saat penularan Covid19 meningkat di Januari 2021 di seluruh Indonesia, tak ada lagi lockdown. Hanya menekankan ketat dengan protokol kesehatan 5 M (Memakai masker, mencuci tangan, menjaga Jarak, menghindari kerumunan massal dan mengurangi mobilitas).
************************
Penulis adalah Wartawan Lepas dan Relawan KKI di Manggarai Timur, NTT