Oleh Markus Makur
DOKTOR Marsel Robot diasah. Ditempa Nilok Nai. Nilok Nai adalah goet atau dialek Kolor-Manus di Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.
Bahasa Ibu ini mengasah Doktor Marsel Robot untuk berjuang, belajar, berjalan kaki untuk meraih masa depan yang kini diembannya saat ini menjadi Dosen di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang.
Bahasa keseharian yang dituturkan orangtua-orang tua di kampungnya di Taga, Desa Golo Nderu, Kecamatan Kota Komba Utara (KKU) di masa kecilnya belum dipahami makna dan kekuatan sebuah goet atau dialek tersebut.
Seiring dengan perjuangan, belajar tekun, bekerja keras serta menggali kekuatan bahasa yang dipelajari dibangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi membuahkan hasil yang membanggakan orang tuanya serta kampung asalnya.
Saat ia masih kanak-kanak sampai usia dewasa serta menemukan identitas dirinya lewat pendidikan, bahasa ibu masih seputar dituturkan dalam kehidupan harian.
Hanya orangtua yang mengerti dan memahami dibalik dialek lokal yang memberi semangat juang, bekerja, menghidupi keluarga, interaksi sosial dan pergaulan dalam hidup sosial kemasyarakatan.
Bahasa Menunjukkan bahwa Manusia adalah Makhluk Berbahasa
Namun bagi doktor Marsel Robot, setiap goet dalam bahasa ibu dicatat, direfleksikan, direnungkan dalam pergulatan akademik, dunia kampus, dunia adu argumentasi, dunia tulis menulis yang menjadi fondasi hidupnya hingga meraih gelar akademik yang sangat gemilang.
Doktor Marsel Robot selalu gelisah dengan kalimat Nilok Nai yang digagas Frans Sarong (wartawan senior Kompas) dkk dalam sebuah kelompok diskusi Nilok Nai (baca artikel “Mengecup Kening Manggarai pada Peristiwa “Lonto Leok,” Pos Kupang, 7 Agustus 2002 dan dibukukan dalam buku Ringkasan Kegelisahan sosial di Aula Sejarah, cetak pertama, Oktober 2018 oleh perkumpulan Komunitas Sastra Dusun Flobamora).
Saat diskusi tentang pemekaran Manggarai oleh kelompok diskusi “Nilok Nai” dan Doktor Marsel Robot membawa pulang kalimat Nilok Nai dalam ingatan sanubarinya di ruang kerja, saat membaca buku, menyusun makalah perkuliahan sambil mencari tahu apa sesungguhnya makna Nilok Nai hingga dijadikan nama sebuah kelompok diskusi oleh kumpulan orang-orang hebat dari Manggarai Timur yang berdomisi di Kupang, Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sambil mengajar di fakultasnya untuk menanam benih dan kolam pengetahuan bagi generasi muda Nusa Tenggara Timur. Ia terus mencari tahu apa arti dan makna Nilok Nai.
Dr Marsel Robot selalu gejur merangkai kata yang apik. Diksi yang menggugah nurani bagi pembaca, murid-muridnya, pengikutnya yang tak terhitung jumlahnya saat ini.
Lembaran koran di bumi cendana hingga bumi Indonesia digoresnya dengan tulisan-tulisan dengan gaya sastra sesuai aliran yang dianutnya. Dr Marsel Robot adalah sastrawan unik Nusa Tenggara Timur yang menganut spiritualitas gelisah, spiritualitas gejur nai.
Ia selalu gejur memungut kata sederhana dalam sastra lisan orang Manggarai Raya. Membaca opini, puitis, cerita pendek (Cerpen) dan prolog atau epilog dalam berbagai buku karya orang Nusa Tenggara Timur membuat pembaca retang one nai sekaligus menusuk sanubari. Hanya orang tak bernurani yang tidak memahami bahasa yang dituangkan Dr Marsel Robot dalam berbagai media massa di tingkat Nasional hingga lokal serta makalah-makalah yang diajarkan di bangku kuliah.
Dialek sastra lisan yang tercecer dalam ungkapan harian secara lisan orang Manggarai Timur dicatat dalam laboratorium mata hatinya. Selanjutnya dituangkan lagi lewat bahasa yang dirangkainya menjadi narasi humanis yang menggetarkan hati nurani pembaca, murid-muridnya serta pengikut setianya.
Bahasa humanis dengan gaya sastra di 42 artikel dalam bukunya menandakan bahwa Dr Marsel Robot sesungguhnya Nilok Nai sejati dari bumi Manggarai Timur.
Kurang lebih selama 3 tahun, saya membaca bukunya berkali-kali. Saya memaknai dan memahami bahasa dalam rentang waktu itu di sela-sela kesibukan harian. Baru Rabu, (7/4/2021) saya mencoba menuliskan sesuai apa yang saya pahami. Saya mencoba mengambil judul seturut apa yang saya pahami.
Saya baca judul tulisannya, Manggarai Timur dan kesadaran Nilok Nai. Dr Marsel Robot mengupas dan memaknai Nilok Nai sebagai konsep pembangunan manusia dari kondisi terpuruk menuju sebuah perubahan karena kerja keras, ramah, humanis. Menurutnya, Nilok Nai semacam virus mental, yakni suatu bentuk kesadaran yang sangat jarang dijumpai, tetapi apabila terjadi, diri seseorang cenderung untuk bertingkah laku sangat giat, (hal 39-44).
Bagi saya seorang pembaca dari kampung mencoba memahami sedikit saja bahwa Dr Marsel Robot sudah mengaplikasikan Nilok Nai dalam keseharian dengan bangkit dan berjuang keras demi meraih suatu prestasi akademik dan menebarkan jalan Nilok Nai bagi generasi penerus bangsa lewat mengajar di kelas, makalah-makalah ilmiah serta tulisan yang tersebar di seluruh media massa nasional dan lokal.
Dr Marsel Robot sudah menduniakan kesadaran Nilok Nai dan mengajak semua orang agar nilok nai sebagai ideologi pembangunan manusia, khususnya di Kabupaten Manggarai Timur.
Saya kutip bagian akhir tulisan itu…karenanya, yang diperlukan sekarang dan yang akan datang adalah virus mental Nilok Nai di kalangan siapa pun pejabat yang akan memimpin daerah itu. Artinya pengalaman kemiskinan dan marginalisasi harus diterima sebagai rai ati rasan rak (motivasi untuk bekerja keras) membangun Manggarai Timur yang hanya sebuah gray area (daerah kelabu) tempat oportunis mencari keuntungan sehingga Manggarai Timur pun kian ke timur dan kesedihan pun tak bertepi.
Dari Taga untuk Dunia
Dr Marsel Robot lahir di kampung Taga, Koit, Manggarai Timur, Flores pada tanggal 1 Juni 1961. Ia menamatkan sekolah dasar Katolik di Koit, menamatkan SMP di Borong, Manggarai Timur dan menamatkan SMA St Thomas Aguinas, Ruteng, Manggarai, 1980. Pada tahun 1982 masuk Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan mengambil jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Nusa Cendana, Kupang. Selama menjadi mahasiswa, Dr Marsel menerima beasiswa tunjangan ikatan dinas (TID). Beasiswa itulah yang memintanya untuk kembali mengabdi sebagai dosen di almamaternya. Sejak mahasiswa hingga kini, ia aktif menulis artikel diberbagai media massa (baca selengkapnya di riwayat hidup penulis, hal 258-260).
Setelah saya membaca bukunya, saya jujur mengakui bahwa baru kali ini saya menggoreskan tulisan tokoh pendidik, sastrawan berhati emas di bumi Cendana.
Saya mencoba merangkai bahasa sesuai dengan kemampuan saya, sebab saya akui antara Dr Marsel Robot dengan saya seperti langit dan bumi. Dr Marsel Robot berada di langit sementara saya masih mencoba merayap, merangkak dan baik tangga agar bisa menggapainya. Namun Dr Marsel Robot dan saya bisa berjumpa lewat bahasa kata, kalimat dalam sebuah kebiasaan menulis.
Saya sadar bahwa tulisan saya ini sangat berbeda jauh, bahkan mungkin sampah apabila dibacanya. Tapi bagi saya ini sebuah kerinduan untuk berjumpa dengannya lewat komunikasi bahasa. Bahasa yang bisa menyatukan dua insani yang sedang berziarah di dunia yang penuh dengan tantangan lewat bahasa.
Dr Marsel Robot dari kampung terpencil Taga. Kampung ini sangat udik, unik, sepi, sunyi, tenang, sangat cocok bersemedi. Namun, seorang putra Taga dengan kesadaran nilok nai diutus ke penjuru dunia untuk mengharumkan nama kampung ini di mata dunia di Nusa Tenggara Timur. Menyebut Dr Marsel Robot sangat identik dengan kampung asalnya Taga.
Kalau saya me-reka-reka kisah Dr Marsel Robot, ia sadar bahwa hanya melalui pendidikan bisa mengubah seorang manusia. Membawa perubahan dari ” nendep nai”, dialek Kolang, Manggarai Barat (gelap hati) menuju “nai ge’rak” (hati terang).
Dr Marsel Robot berjalan kaki ke sekolah dasar. Berjalan kaki dari kampung Taga menuju Borong demi menggapai cita-cita dan mimpi-mimpi besar dalam dirinya.
Telapak kakinya yang mungkin waktu itu tidak memakai sandal sekuat tenaga berjalan mendaki bukit, menyeberang sungai dengan jarak puluhan kilometer hanya demi meraih impian-impiannya di masa depan. Berkat kesadaran dan kegigihannya lewat nilok nai melalui pendidikan, kini Dr Marsel Robot sederajat dengan kalangan akademisi di Indonesia dan dunia.
Saya sebagai orang Kolang, Manggarai Barat sangat bangga karena saya akui bahwa saya tak mungkin meraih titel akademik yang sangat membanggakan dunia pendidikan di Nusa Tenggara Timur, khususnya dan Indonesia, umumnya.
Sekilas tentang kampung Taga, Koit. Kampung itu berada dilembah. Diapit oleh beberapa bukit dan sederetan gunung di kawasan Taman Wisata Alam Ruteng. Membentang luas kawasan konservasi sebagai penyangga kehidupan masyarakat di kampung itu. Tanahnya subur. Tanaman kopi berlimpah. Deretan sawah terasering hasil karya intelektual petani di kampung itu menambahkan kekaguman akan kampung tersebut. Orang Taga, Koit sangat ramah dengan sentilan-sentilan goet Manus. Segudang orang-orang cerdas dari kampung itu yang sudah menebarkan jala kemanusiaan lewat ilmu pengetahuan di seluruh Indonesia dan dunia.
Saya sudah beberapa kali mengunjungi kampung itu. Rasanya tak ingin pulang kalau sudah berada di kampung tersebut. Udaranya segar. Alamnya sejuk. Seluruh kepenatan hidup bisa dilegakan di kampung itu. Hanya sayangnya, infrastruktur dasar seperti jalan raya masih jauh dari sebutan layak.
Topografi dan letak geografis menantang generasi penerus dari kampung untuk terus sekolah. Sebab perubahan dan kemajuan hanya bisa diraih lewat pendidikan. Dari “nendep ke ge’rak hanya melalui pendidikan. Tidak ada cara lain.
Berjumpa Dr Marsel Robot lewat Kata dan Bahasa
Saya baru dua berjumpa Dr Marsel Robot secara langsung. Pertama 2018 lalu di sebuah rumah di Kota Borong. Kedua, di rumahnya di Kota Kupang. Selebihnya berjumpa lewat kata dan bahasa dengan membaca seluruh opininya di media massa di Nusa Tenggara Timur.
Bahasa komunikasinya seperti aliran sungai Waemokel di Manggarai Timur. Persis kampung Taga hulunya adalah Aliran Sungai Waemokel.
Bahasa verbal yang dituangkan dalam sebuah narasi sastra sangat jenaka, menggoda dan menggeli-gelikan pembacanya.
Dr Marsel Robot adalah cahaya dari Timur yang selalu menyinari alam pikiran pembacanya. Persis dalam epilog yang dinarasikan Dion D. B. Putra. Dr Marsel Robot adalah guru, dosen, penulis langka di bumi cendana Nusa Tenggara Timur.
Terima kasih Dr Marsel Robot yang membangkitkan alam bawah sadarku dengan Nilok Nai. Maafkan saya apabila goresan ini kurang berkenan dihati. Namun, bagi saya ini sebuah kerinduan yang sudah lama saya nanti-nantikan. Saya ingat tanggal lahir Kraeng tua bersamaan dengan hari lahirnya Pancasila, 1 Juni.
***********
Penulis adalah wartawan KOMPAS.com tinggal di Kompleks Mabako, Waelengga, Manggarai Timur, NTT