K a m i s P u t i h
Di perjamuan paling kudus
kucium kakimu.
Kudengar denting menggelindingi
Dinding telingaku.
Entah ini milik senyummu
Ataukah berasal dari hikayat
Anggur ayahku yang memabukan.
(Naimata, 2012)
—————————————
K a n a
Akan kujumpai kau seusai Sabat, Sahabat. Kucucukan tangan tempayanmu yang pasrah Ke dalam lambungku Sebagaimana Thomas Senantiasa yakin pada kesedihannya sendiri.
Stigmataku yang bening bercahaya menguatkan
Aroma bagi pemilik anggur yang terlalu sopan.
Kau mencari Paskah ke arah laut tempat Yahwe
Mengajarkan Musa mendirikan tembok-tembok air.
Tapi Ephphatha adalah milikku, dengan segenap
keras kepala yang kuarahkan ke pintu gerbang kota.
Dari balik lubang jarum, aku menyaksikanmu
Dan orang-orang yang menikmati pestamu.
Gabbatha yang malang juga mendengar suaramu
Yang turut menyanyikan pujian dan melambaikan
Tangan sambil menghamparkan pakaian ke jalan.
Jika layak kutumpahkan sejumlah kata di hadapanmu
Maka dengan bahagia aku akan lebih banyak lagi
Belajar dari Maria: perempuan yang begitu pasrah
Menampung tetes-tetes air matamu dengan hatinya.
(Oepoi, 2013)
———————————————————-
*MARIO F. LAWI lahir dan besar di Kupang, Nusa
Tenggara Timur. Giat di Komunitas Sastra Dusun
Flobamora. Buku-buku Puisinya Memoria (2013), Ekaristi
(2014).
*Sajak “Kamis Putih” dan “Kana” diambil dari Buku Puisi
Lelaki bukan Malaikat, Gramedia 2015