Oleh Sandra Hartono
POLITIK memang bagian dari kehidupan karena perwujudannya adalah demi kebaikan bersama (bonum commune). Meski demikian, esensi politik tidak terlepas dari dinamika yang ada di dalamnya. Menjelang konstelasi politik Indonesia 2024, terdapat berbagai pilihan politik. Salah satunya yang mencuat akhir-akhir ini terkait wacana Presiden Tiga Periode. Tentu banyak pihak yang menolak dengan pertimbangan konstitusional, tetapi tidak sedikit juga yang mendukung dengan pertimbangan transformasi sistem. Dalam tubuh pemerintahan misalnya, Jokowi saat ini tengah membangun sebuah birokrasi yang reformatif dengan berbagai kebijakan dan program yang mengakar dalam masyarakat. Gaya kepemimpinan Jokowi yang merakyat dengan pola blusukan dan merangkul, sangat penting sebagai wujud reformasi dalam sistem perpolitikan di Indonesia. Berbagai kebijakan dan program yang merakyat yang tengah dibangun hingga saat ini pun masih sedang berjalan dan dirasa sangat penting bagi rakyat Indonesia. Hal ini dirasa penting sehingga menjadi PR harus terus diselesaikan.
Ibarat sebuah resep pengobatan covid-19, sejauh obat yang ada masih terbukti baik dan menyembuhkan, untuk apa lagi kita coba obat-obat yang baru yang belum pasti menyembuhkan. Kalau cocok atau lebih bagus mungkin dapat terbantu, jika tidak, malah yang bisa merusak organ tubuh atau bahkan keracunan dan mati.
Selain itu, terdapat wacana lain terkait yang turut mengafirmasi dukungan terhadap Jokowi tiga periode, yaitu politik yang merangkul. Jokowi adalah salah satu pemimpin yang merangkul oposisi. Bahkan sudah semakin nyata dengan adanya pembentukan tim Jokowi Prabowo (JokPro). Pembentukan tim JokPro ini dengan salah satu pertimbangan bahwa Jokowi identik dengan kekuatan massa (sebagian besar) di wilayah timur Indonesia. Sedangkan, Prabowo memiliki sejumlah besar massa di wilayah Barat dan sekitarnya. Dua kandidat ini pun berasal dari dua partai besar di Indonesia yaitu PDIP dan Gerindra. Bersatunya Jokowi dan Prabowo dari latar koalisi yang berbeda ini pun disinyalir dapat meruntuhkan aksi dua golongan massa ekstrim yang berbeda yaitu golongan cebong dan kampret. Pasalnya, massa ekstrim ini tidak lain adalah kelompok fanatik pendukung dua figur bersangkutan pada pemilihan Presiden 2019 yang lalu.
Perlu diketahui sebelumnya, saya adalah salah satu Pendukung Prabowo tahun 2012 dengan nama Kesatuan Aksi Pendukung Prabowo Untuk Indonesia 1 (KAPPI 1) dan telah mendukung penuh Figur bapak Prabowo untuk maju pilpres 2014. Kami berhasil merangkul banyak massa namun seiring berjalannya waktu dan dengan berbagai pertimbangan akhirnya saya hrs mundur dr dukungan terhadap Prabowo & bergabung di kubu Jokowi.
Pilihan politik yang eksklusif tentu tidak serta merta mendapat dukungan penuh dan berjalan mulus. Berbagai penolakan dengan beragam alasan pun muncul termasuk alasan muatan ‘cari muka’ dari para pendukung Jokowi Tiga Periode. Dalam hal ini jika periode presiden Jokowi diperpanjang maka para pendukungnya secara otomatis akan mendapat sesuatu dari manuver tersebut. Tentu dugaan-dugaan dari para kontra Jokowi Tiga Periode adalah idealisme sempit yang terkesan dibuat-buat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Banyak orang adalah pengamat politik tetapi tidak berarti harus masuk dan terlibat langsung dalam tubuh partai politik.
Contohnya saya sendiri; Partai Gerindra dan PDIP pernah melamar saya untuk berkontentasi atau ikut terlibat dalam pencalegkan, tetapi saya menolaknya. Mengapa? Karena saya menginginkan dan merindukan kehidupan yang bebas atau independen. Terkait isu Jokowi tiga (3) periode, secara pribadi saya akan mendukung penuh, saya akan selalu ada untuk Jokowi dan juga, saya tidak akan tinggalkan Jokowi berjalan sendiri. Sebab Jokowi sudah terbukti, menurutku Jokowi adalah presiden yang perlu terus mendapat apresiasi lebih untuk melanjutkan program pembangunan yang tertunda akibat Covid-19.
Kinerjanya Pak Jokowi tidak diragukan lagi. Banyak pula yang sudah mengakuinya. Namun sejak Indonesia dilanda pandemi Covid-19 dua tahun terakhir, hampir sebagian besar pekerjaan-pekerjaan atau program-program prioritas yang dirancang menjadi terhambat. Ia harus memikirkan waktu sekuat tenaga untuk mengatasi pandemi yang sedang melanda Indonesia.
Untuk mendukung Jokowi, saya pun tidak tinggal diam. Saya mengajak teman-teman untuk mendukung beliau meneruskan apa yang tertunda agar progam kemerdekaan RI ke 76 ‘Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh’ benar-benar terjadi bukan hanya sebagai slogan belaka”.
Pertimbangan lainnya yang menjadi kendala untuk mengganti presiden di 2024 mendatang adalah adanya pergantian kebijakan. Apakah berbagai kebijakan dan program Jokowi saat ini masih bisa dilanjutkan? Itulah pertanyaan besar yang harus menjadi pertimbangan bersama. Para pendukung Jokowi tiga periode pesimis bahwa program Jokowi yang sudah berjalan akan diteruskan oleh figur pemimpin yang baru.
****************************************************
*Penulis adalah Mantan Ketua Humas Kesatuan Pendukung Prabowo Indonesia 1 (KAPPI 1) 2012. Mantan Relawan Jokowi-Ma’aruf Amin (REJO). Saat Ini sebagai Relawan Barisan Pendukung Jokowi Presiden (Bara-JP), Aktivis Kemanusiaan NTT.