Oleh Dr. Cicilia Damayanti, M. Pd., Pengajar Universitas Indraprasta PGRI – Jakarta
Pendahuluan
Dunia VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) sudah kita alami selama beberapa dekade ini. Situasi di mana kita mengalami keadaan penuh dengan pergolakan, ketidakpastian, kerumitan dan kebimbangan. Pandemi covid-19 yang sudah berlangsung selama dua tahun lebih semakin memperarah keadaan ini. Era VUCA sendiri sudah membawa permasalahan yang sangat pelik, khususnya dalam dunia politik, ekonomi, sosial, perubahan iklim, dan juga pendidikan.
Saat ini kita sedang memasuki era informasi-komunikasi, di mana teknologi dan internet semakin membantu penyebaran informasi dengan sangat cepat. Di samping itu kemunculan AI (artificial intelligent) semakin membuat keadaan semakin mencemaskan. AI menciptakan tantangan tersendiri bagi manusia. Bila dulu teknologi sudah menciptakan mesin pintar, sekarang semakin berkembang dengan menciptakan mesin dapat belajar sendiri. Keadaan ini memunculkan banyak pertanyaan di benak kita. Mampukah kita bertahan hidup bersama AI? Bisakah kita bekerja sama dengan AI? Bagaimana kita mempersiapkan generasi penerus, khususnya dalam pendidikan agar tangguh dan berdikari?
Dunia BANI (Brittle, Anxious, Non-linier, Incomprehensible)
Pandemi covid-19 yang diharapkan dapat berakhir pada tahun 2021, ternyata masih berlangsung sampai saat ini. Mutasi virus covid-19 yang sepertinya tidak pernah berhenti membuat jalan keluar seolah menjadi buntu (sudden death). Situasi di mana serangan covid-19 yang serba tidak pasti menyebabkan konsep VUCA sudah usang.
Jamais Cascio (1966 – ) seorang antropolog berkebangsaan Amerika, pada tahun 2020 menciptakan konsep BANI (Brittle, Anxious, Non-linier, Incomprehensible) untuk menggambarkan kondisi yang kita alami sekarang (http://www.openthefuture.com/jamais_bio.html). Apa itu BANI? Pandemi covid-19 semakin membuat keadaan semakin carut marut setelah sebelumnya kita menghadapi pergolakan politik dunia dan disrupsi teknologi. Apa yang dulu kita anggap sebagai perubahan yang sangat cepat (volatile) sudah semakin tidak dapat diprediksi dan ringkih (brittle). Saat ini masyarakat tidak lagi merasakan dunia yang penuh dengan ketidakpastian (uncertainty), tetapi mereka justru semakin merasakan kecemasan (anxious). Dunia kita bukan dunia yang rumit (complexity) lagi, tetapi sudah menerima sistem yang tidak saling berhubungan (non-linier). Kebimbangan (ambiguity) ini kemudian memunculkan keadaan yang sulit dipahami (incomprehensible) (https://stephangrabmeier.de/bani-versus-vuca).
Rabindranath Tagore pernah mengungkapkan bahwa manusia itu unik, bebas berkreasi, memiliki hati yang penuh kasih, kreatif, diakui keberadaannya, memiliki emosi, dan rasa takjub serta ingin tahu. Dia menyebut hal ini sebagai kelebihan manusia (surplus in man). Keistimewaan ini dimiliki manusia karena, menurutnya, manusia mempunyai kemampuan untuk membayangkan tentang sesuatu yang lain darinya dan untuk mewujudkan hal yang dibayangkannya itu. Di samping itu ada 6 (enam) faktor keunggulan manusia: nalar, memori, imajinasi, intuisi, keinginan, dan persepsi. Kemampuan inilah yang membantu kita untuk menghadapi dunia BANI. Kondisi ringkih menyebabkan kita semakin dituntut untuk cepat beradaptasi. Untuk menjawab kecemasan kita dituntut untuk mempunyai rasa empati dan peduli pada sesama. Keadaan yang saling tidak terhubung menuntut kita untuk mempunyai daya analisis interdisipliner. Terakhir, keadaan yang sulit dipahami ini menuntut kita untuk mau membuka diri, memahami perbedaan pendapat, dan toleransi (https://academiamu.com/2021/12/01/keadaan-vuca-menjadi-semakin-bani/).
Saat ini sistem pendidikan, terutama di dalam keluarga dan sekolah, diharapkan untuk segera berbenah mengikuti perubahan yang semakin cepat. Pendidikan yang terpusat pada kemampuan berpikir semata sudah tidak dapat diandalkan. Kemampuan kognitif perlu diimbangi dengan kemampuan mengolah emosi. Konsep kecerdasan berlapis (multiple intelligence) semakin dibutuhkan. Di mana perlu menggabungkan kecerdasan pikiran dengan empati dan toleransi. Pendidikan perlu menerapkan kemampuan interdisipliner untuk melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang dan mendapatkan jalan keluar yang tepat.
Era Informasi-Komunikasi
Kegiatan manusia untuk saling terhubung dengan yang lain adalah melalui komunikasi. Apabila dulu gosip menjadi cara manusia untuk menyebarkan informasi melalui mulut ke mulut, kini internet menjadi media yang paling ampuh untuk menyebarkan informasi (gossip) tersebut. Saat ini internet menjadi gudang informasi yang berisi tentang pikiran manusia, dan tidak terpusat pada pengetahuan tentang manusia itu sendiri. Situasi ini memunculkan pertanyaan besar. Apakah manusia sudah paham tentang teknologi yang diciptakannya ini? Bagaimana manusia mampu menciptakan teknologi yang berdaya guna dan bermanfaat dalam hidupnya bersama dengan yang lain?
Buku AI And Developing Human Intelligence: Future Learning and Educational Innovation, mencoba menjelaskan apa yang sedang kita alami saat ini dan bagaimana kita dapat mengatasinya – khususnya dalam bidang pendidikan. Kemunculan gawai dan internet semakin membantu manusia dalam memproses data, menciptakan dan menyebarkan informasi. Teknologi mesin pintar (machine learning) ini semakin berkembang menjadi deep learning yang kemudian memunculkan AI (artificial intelligent) atau kecerdasan buatan. Saat ini penciptaan AI semakin ditingkatkan dengan menambahkan kemampuan untuk mengingat dan BELAJAR. Mesin ini kemudian menimbulkan permasalahan baru, bila AI bisa belajar apakah manusia masih tetap harus belajar? Bukankah kita bisa bertanya pada AI saja? Apakah AI memiliki kesadaran? Apakah AI bisa kita ajak berdiskusi tentang kerumitan permasalahan hidup? Apakah AI bisa menjadi tempat untuk kita mencurahkah isi hati?
Meskipun saat ini AI diciptakan semakin canggih dengan mampu meniru gerakan tubuh dan emosi manusia, tetapi ada kelemahan yang tidak dimiliki para agen artifisial ini. Mereka mungkin bisa mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan dan mekanisme logika. Tetapi pertimbangan ini sudah terprogram, yang berarti memiliki kecenderungan untuk dingin dan kaku. Sementara itu manusia lebih fleksibel dan memiliki pertimbangan emosional dalam mengambil keputusan. Para agen artifisial ini di masa depan mungkin akan diprogram lebih canggih. Sehingga dapat memasukkan pertimbangan yang melampui konteks. Namun ada segi intrinsik yang akan butuh waktu lama untuk dapat ditiru para agen artifisial ini, yakni faktor emosional manusia yang kompleks.
Kebijaksanaan merupakan tingkatan pengetahuan pada level tertinggi. Pada tingkat ini pikiran menciptakan pemahaman berdasarkan pada pengetahuan, penilaian, dan pertimbangan untuk memahami pengetahuan. Di sinilah kreativitas berperan penting untuk menjadikan pengetahuan sebagai kebijaksanaan. Tepat di sini juga peran emosi muncul. Apakah AI bisa mencapai kebijaksanaan? Apabila AI semakin mampu belajar dan memiliki kesadaran, apakah kesadaran ini memiliki unsur manusiawi? Tepat di sini terjadi ketegangan. Bukankah para agen artifisial ini diciptakan untuk membuat keputusan yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga dapat berjalan sesuai prosedur dan mereduksi emosi yang menjadi unsur subyektif dalam tindakan? Mampukah mereka memenuhi kebutuhan afeksi manusia yang lebih dalam lagi?
Revolusi Industri yang Semakin Cepat
Pendidikan memiliki peranan yang sangat besar untuk mengubah hidup manusia. Kemunculan internet telah banyak mengubah wajah pendidikan. Berikut ini akan dijabarkan secara singkat sejarah perkembangan jaringan internet:
Web 0.0: 1969 – ARPANET dan kemunculan jaringan informasi internal.
Web 1.0: 1991 – munculnya World Wide Web yang menyebabkan jaringan informasi semakin mudah diakses publik.
Web 2.0: 2003 – media sosial semakin mempermudah interaksi manusia, jaringan komunikasi semakin tersebar merata, penggunanaan data semakin masif dan mendalam.
Web 3.0: 2006 – membentuk jaringan kecerdasan, data muncul dari para pengguna kepada pengguna yang membutuhkan, informasi tersebar semakin cepat dan mudah, konten menjadi lebih mudah diakses publik.
Web 4.0: 2012 – AI menjadi bagian dari jaringan informasi, manusia mulai membangun kerja sama dengan mesin, terbentuknya jaringan informasi yang lebih menyeluruh.
Perkembangan jaringan internet ini menyebabkan terjadi revolusi industri dalam segala bidang:
Situasi di masa lampau
Industri 0.0: abad 13 – munculnya inovasi pada teknologi, sumber daya alam dipakai untuk menggerakkan mesin yang pertama kali diciptakan, seperti kincir angin dan kincir air.
Media 0.0: abad 11-15 – Alkitab dan tulisan sekular mulai ditulis kembali dan diperbanyak agar semakin banyak orang dapat mengaksesnya.
Pendidikan 0.0: abad 11-15 – sistem pendidikan seminari menjadi landasan pendidikan yang kita jalani saat ini, sistem ini membantu anak-anak yang tidak mampu untuk tetap dapat kesempatan belajar.
Situasi menjadi lebih mudah
Industri 1.0: akhir abad 18 – penemuan mesin uap menyebabkan manusia tidak lagi tergantung pada hewan; mesin dapat digerakkan dengan memakai bahan bakar.
Media 1.0: pertengahan abad 15 – kemunculan mesin cetak telah membantu manusia dalam menggandakan buku, sehingga penyebaran informasi semakin mudah.
Pendidikan 1.0: pertengahan abad 18 – sekolah mulai dibentuk dan pendidikan semakin merata bagi semua orang.
Situasi di mana informasi mudah tersebar
Industri 2.0: awal abad 20 – produksi massal pada dunia industri.
Media 2.0: awal abad 20 – penyebaran informasi yang masif, penemuan radio, mesin cetak industri, telepon, televisi menjadikan informasi semakin mudah diakes publik.
Pendidikan 2.0: awal abad 20 – munculnya pendidikan umum, di mana setiap orang wajib untuk mengenyam pendidikan.
Situasi menjadi semakin personal
Industri 3.0: awal dekade abad 21 – teknologi digital, memproduksi barang-barang yang lebih personal, munculnya nanoteknologi dan printing 3D.
Media 3.0: awal dekade abad 21 – informasi pribadi menjadi milik publik, di mana data pribadi secara sukarela disebarkan melalui media sosial.
Pendidikan 3.0: awal dekade abad 21 – teknologi digital semakin memudahkan dalam belajar, setiap orang dapat belajar secara personal, gawai dan internet membantu manusia untuk mendapatkan pendidikan lebih mudah dengan cara belajar secara daring.
Situasi yang menjadi semakin menyeluruh
Industri 4.0: 2014 – produksi yang menyeluruh, saling terhubungnya pengetahuan dalam bidang biologi, fisika dan dunia digital, menciptakan kecerdasan buatan yang juga mulai digunakan dalam berkomunikasi dengan yang lain.
Media 4.0: 2020 – media yang menyeluruh, koran dan TV tak terpisahkan, informasi dipegang oleh kecerdasan buatan
Pendidikan 4.0: pertengahan abad 21 – pelajaran semakin menyeluruh pada segala bidang, sekolah terpusat pada benda-benda elektronik sehingga dapat belajar di mana saja dan kapan saja, pendidikan juga terhubung dengan kecerdasan buatan.
Perubahan ini menjadikan sistem pendidikan harus bekerja keras untuk beradaptasi. Pendidikan kekurangan tenaga-tenaga yang paham tentang perkembangan teknologi. Tenaga pendidik cenderung ketinggalan zaman bila dibandingkan dengan para peserta didiknya. Sebagai generasi Z dan Alpha, para peserta didik ini sudah berhadapan dengan alat-alat teknologi sejak kecil. Kondisi ini menyebabkan mereka lebih mudah dalam menerima dan menyerap informasi yang didapat.
Komponen Abad 21 yang Dibutuhkan Generasi Penerus
Era informasi-komunikasi menghadirkan banyak stimulus yang mendorong rasa ingin tahu anak-anak. Kemampuan mereka menggunakan gawai lebih hebat bila dibandingkan orang dewasa yang ada di sekitarnya. Hal ini menyebabkan anak-anak lebih mudah beradaptasi untuk mengikuti perkembangan zaman. Sebab mereka adalah agen perubahan itu sendiri.
Informasi yang tersebar dengan mudah dan cepat menyebabkan anak-anak lebih mudah menyerap pengetahuan. Kombinasi gawai dan internet membantu mereka untuk mencari informasi yang dibutuhkan lebih mudah dan cepat. Hal ini yang membuat mereka merasa bisa belajar mandiri. Bertanya pada mbah google lebih mudah dan cepat, dan tidak perlu menciptakan debat kusir yang membosankan dengan guru ataupun orang tuanya. Penyebaran informasi yang sangat cepat ini perlu diimbangi dengan pendampingan dari orang dewasa. Sehingga anak-anak tidak kehilangan arah dan tetap mengikuti norma dan aturan yang sudah disepakati bersama.
Tidak dapat dipungkiri, saat ini perkembangan otak anak berjalan lebih cepat daripada generasi sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh perkembangan teknologi yang semakin cepat, juga penyebaran informasi yang masif dan cepat. Mereka dikenal sebagai generasi kreatif dan mudah mendapatkan uang. Tetapi, kreativitas ini hanya terpusat pada hal-hal yang menarik minat mereka semata, yakni kreativitas yang berpusat pada hasil bukan prosesnya. Mereka lebih menyukai hal yang instan karena lebih mudah dan cepat. Pada titik inilah nilai-nilai pendidikan perlu direvolusi kembali agar dapat mengikuti perkembangan zaman.
Sistem pendidikan homogen, yang terpusat pada pengetahuan yang seragam dan usang sudah tidak dapat diterima lagi. Kemajuan teknologi dan internet menyebabkan anak-anak mudah mendapat informasi dan juga pengetahuan yang lebih heterogen. Situasi ini memiliki nilai positif, di mana anak-anak mulai dapat menerima keragaman yang ada di dunia. Akan tetapi ada nilai negatif yang mengintai. Bila tidak ada pendampingan, anak-anak cenderung untuk menerima segala informasi yang diterimanya begitu saja. Hal ini menyebabkan mereka mudah terpapar oleh pemahaman yang keliru. Saat proses informasi semakin mudah diakses, anak-anak sedang berada di lingkaran ketidakpastian. Sebab keberlimpahan informasi ini dapat menjerumuskan mereka bila tidak ada pendampingan dari orang tua dan guru.
Abad 21 merupakan abad yang penuh dengan perubahan yang sangat cepat. Untuk itu kita perlu membekali anak-anak generasi Z dan alpha ini dengan komponen-komponen sebagai berikut:
- Menerima ketidakpastian
Anak-anak dapat diajak untuk menerima ketidakpastian sebagai bagian dari hidup yang saat ini kita jalani bersama. Solusi yang dibutuhkan tidak akan ditemukan dalam situasi yang sudah pasti, tetapi bagaimana kita bisa mengajak mereka untuk menerima dan mengolah ketidakpastian hidup. Dengan menerima ketidakpastian, membantu mereka untuk selalu siap sedia menghadapi segala macam situasi yang akan terjadi.
- Bekerja sama
Anak-anak dibantu untuk menjalin kerja sama dengan yang lain. Dengan bekerja sama, mereka telah menciptakan kesetaraan. Sebab setiap orang berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan, sehingga dapat menghasilkan ilmu pengetahuan yang lebih menyeluruh. Kompetisi tetap dibutuhkan, tetapi bukan untuk mencari siapa yang terbaik, melainkan untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Adam Brandenburger dan Barry Nalebuff menyebut ini sebagai co-opetition. Perpaduan antara kerja sama dengan kompetisi untuk mendapatkan hasil yang terbaik bagi kesejahteraan hidup bersama.
- Harmonisasi
Anak-anak perlu diajak untuk menyeimbangkan kemampuan nalar dan emosinya. Kita dapat melatih mereka dengan melakukan kegiatan yang menggabungkan aktivitas sensorik, seni, dan permainan. Aktivitas sensorik membantu anak-anak terhubung dengan alam sekitar dan sesamanya. Seni mengembangkan perasaan dan mengolah emosi. Permainan mengembangkan strategi berpikir dengan menguatkan segi kognitif melalui analisa, logika, dan perhitungan. Kegiatan ini dapat mengembangkan kecerdasan anak, sehingga kecerdasan berlapis dapat terwujud. Belajar adalah membentuk informasi menjadi pengetahuan, kemudian memahaminya, sehingga dapat memperoleh kebijaksanaan.
- Kemandirian
Kemampuan ini membantu anak-anak menjadi lebih bertanggung jawab pada pilihan hidupnya. Kecenderungan orang dewasa adalah memberi hadiah agar anak mau melakukan tugas-tugasnya. Sebenarnya, hadiah membuat mereka kurang kreatif dan mandiri. Sebab hadiah membuat mereka memiliki harapan bahwa tugas yang diselesaikan dengan baik pasti akan mendapatkan imbalan. Hal ini membuat anak tidak dapat bebas mengekspresikan kreativitas dan keinginannya sendiri. Mereka terkekang oleh keinginan orang tuanya yang menginginkannya melakukan sesuatu. Sementara anak-anak yang melakukan tugas karena keinginannya sendiri, cenderung lebih bebas dalam mengambil keputusan dan mampu bertanggung jawab terhadap perbuatannya itu. Anak-anak yang mandiri lebih siap dalam menghadapi ketidakpastian dan tidak mudah terpengaruh pada situasi baru.
- Nalar kritis
Anak-anak perlu dibantu untuk memahami bahwa informasi yang didapat penuh dengan dugaan-dugaan yang dapat keliru. Sebab, saat kita memahami informasi biasanya prasangka-prasangka akan muncul mengikuti pengetahuan, dan prasangka tersebut dapat mempengaruhi pertimbangan kita saat menerima suatu informasi. Saat kita memiliki pertimbangan dalam mengolah informasi yang diterima, tindakan ini disebut kontrol diri. Anak perlu diajarkan untuk menggunakan nalar kritisnya dalam menangkal hoaks. Ajak mereka mengolah informasi yang diterima dengan cara mencari tahu kebenaran suatu berita. Misalnya dengan mengevaluasi informasi melalui informan yang kredibel dan dapat dipercaya. Tindakan ini disebut dengan mengolah kembali setiap informasi yang diterima.
- Sikap menikmati hidup (carpe diem)
Setiap manusia perlu menikmati hidup. Menikmati hidup dalam bahasa Latin dikenal dengan carpe diem, dan dalam bahasa Inggris dipahami sebagai “seize the day”. Anak-anak perlu diajak untuk menikmati hidup yang dijalaninya, termasuk situasi yang penuh dengan ketidakpastian. Tindakan ini membantu mereka mempersiapkan masa depannya melalui pendidikan yang semakin penuh dengan tantangan.
Komponen ini sangat dibutuhkan anak-anak untuk dapat bertahan hidup, terutama karena saat ini kita mulai memasuki budaya 3.0.
Budaya Literasi
Budaya 3.0 ditandai dengan munculnya beragam informasi yang mudah diakses. Di era ini generasi sebelumnya dituntut untuk terus belajar, belajar, dan belajar. Mereka juga dituntut untuk mau mengikuti perubahan zaman, yakni mulai beradaptasi dengan penggunaan teknologi. Hal ini memunculkan slogan “belajar sepanjang masa”. Efek yang kemudian muncul adalah ada kemungkinan bahwa generasi muda akan mengajar generasi sebelumnya.
Sistem pembelajaran yang baik berlangsung dalam dialog. Pengetahuan manusia didapat melalui informasi. Informasi yang ada saat ini kian beragam, dan semakin banyak cara untuk mendapatkannya. Hal yang tidak akan pernah lekang adalah membaca merupakan jalan untuk mengembangkan pemikiran. Kita semua tahu bahwa generasi sekarang menyukai audio-visual dalam mendapatkan pengetahuan dan informasi. Sistem ini lebih mudah dipahami karena orang akan dengan sangat mudah memahami sesuatu melalui gambaran yang dilihat dan didengarnya. Akan tetapi, membaca sangat penting untuk melatih otak dalam memahami urut-urutan (sequence) suatu peristiwa. Hal ini yang menyebabkan audio-visual ditengarai dapat membuat kemampuan analisis seseorang menurun. Sebab, pengetahuan via audio-visual mempersingkat proses untuk mendapatkan suatu pengetahuan.
Membaca dapat membantu anak-anak mengembangkan imajinasi melalui pemahaman untuk merunutkan dan menghubungkan kata-kata menjadi suatu gambaran yang utuh. Mereka akan mudah memahami suatu ide dan menggambarkannya kembali dari proses membaca tersebut. Bahasa membantu pola pikir anak berkembang sejalan dengan imajinasinya. Analisis dan pemahaman tentang hubungan sebab akibat adalah landasan untuk berpikir logis. Imajinasi sangat dibutuhkan dalam membaca, untuk itu elemen linguistik perlu diajarkan sehingga dapat membantu mereka membentuk gambaran yang jelas pada kisah yang dibacanya. Kata-kata yang diungkapkan dengan jelas membantu otak dalam mengembangkan imajinasi. Kemampuan imajinasi yang terbentuk melalui kata-kata ini dapat dimiliki anak-anak dengan cara berlatih membaca sehingga dapat terbentuk pemahaman menyeluruh. Anak-anak yang belum dapat membaca dapat dibantu oleh orang tuanya melalui dongeng. Dalam dongeng, anak-anak berproses untuk merangkai kata-kata yang didengarnya sehingga dapat mengembangkan imajinasinya. Literasi berperan penting dalam mengembangkan Analisa dan nalar kritis.
Peran Pendidikan di Era 3.0
Saat ini kita menghadapi generasi Alpha yang sejak kecil sudah fasih dalam menggunakan teknologi. Berikut adalah karakteristik mereka:
- Tertarik pada pengetahuan audio-visual dan kurang dalam merefleksikan sesuatu
- Lebih suka pada hal yang instan dan fokus pada hasil bukan proses
- Menyukai hal yang jelas dan ada di sekitarnya
- Hidup dalam lingkarang teknologi digital
- Kurang aktif dalam bersosialiasi tatap muka
Mereka adalah generasi yang hidup dalam dunia yang beragam perkembangannya, wawasan ilmu pengetahuan yang majemuk, memiliki kekurangan yang unik (dikenal sebagai anak autis karena kurang bersosialisasi), memiliki kebebasan terutama dalam mengakses informasi dan pengetahuan yang berlimpah saat ini. Apakah sistem pendidikan sudah mendukung kemampuan ini?
Sistem pendidikan saat ini membutuhkan pengetahuan sintesis, di mana dialog perlu dibangun untuk mengembangkan pengetahuan. Taksonomi Bloom versi ringkas dapat dipakai untuk membantu mengembangkan pendidikan, seperti:
- Kebebasan dalam bereksplorasi: saat peraturan sedikit dilonggarkan, anak-anak memiliki kebebasan dalam belajar. Pengetahuan mereka didapat melalui informasi yang mudah didapat sehingga pendampingan orang tua dan guru dibutuhkan dalam memahami informasi yang benar dan tepat untuk mereka.
- Pembelajaran yang metodis (methodical learning): anak-anak dapat mengaplikasikan metode yang didapat untuk kemudian menjelaskannya kembali dalam proses belajar.
- Belajar mandiri: anak-anak dapat belajar untuk mengaitkan informasi yang diterima kemudian memprosesnya bersama dengan orang tua dan guru sehingga dapat membuat pertimbangan apakah informasi tersebut dapat dipercaya dan dipakai dalam hidup sehari-hari.
Memproses informasi yang logis dan berpikir analisis adalah kunci penting untuk memperoleh pengetahuan. Untuk itu anak-anak dapat diajarkan untuk menerima, mencari kebenarannya, kemudian membuat kategorinya. Budaya 3.0 memiliki tantangannya tersendiri, terutama dalam pendidikan. Informasi yang berlimpah menyebabkan ilmu pengetahuan mudah didapat di mana saja dan kapan saja. Anak-anak perlu dilatih untuk menyeleksi dan memproses informasi yang diterimanya. Ajarkan mereka mengembangkan kemampuan dalam mempertimbangkan dan memilih akses informasi yang tepat untuk mendapatkan pengetahuan. Hal ini dapat dilakukan melalui diskusi sehingga nalar kritisnya ikut berkembang dengan baik. Sistem pendidikan perlu melalukan reformasi. Hal ini dapat dimulai dengan menghapuskan ranking yang mengkategorisasikan prestasi, menghapus pembagian subjek pelajaran, memberikan anak kebebasan dalam mengeksplorasi dirinya. Dialog terbuka dibutuhkan anak-anak untuk memahami pengetahuan yang kompleks. Mereka dapat diajak untuk mengembangkan proyek-proyek ilmiah dan mencari solusinya. Dunia post-literasi yang sedang dihadapi mereka membutuhkan sistem yang bebas dari pengelompokkan subjek pengetahuan yang kaku. Sistem pendidikan harus dapat fleksibel dalam mengikuti perubahan zaman di era informasi-komunikasi agar tetap dapat bertahan.
Apa yang bisa para guru dan orang tua lakukan bagi perkembangan anak-anak mereka? Mengingat saat ini kita semua hidup di dalam masyarakat yang sangat beragam (diverse), tentunya nilai-nilai yang dianut pun akan semakin majemuk. Kita dapat mengajak anak untuk menjadi orang yang tangguh dan berani. Anak-anak perlu diajarkan untuk dapat menerima kegagalan sebagai bagian dari proses menjadi orang yang lebih baik. Kemudian ajak mereka untuk bangkit kembali dalam memperbaiki kesalahannya. Kita perlu membuat anak-anak untuk bangkit dan berjuang kembali saat mengalami kegagalan dengan cara menanamkan rasa percaya diri bahwa mereka adalah orang-orang yang kuat, tangguh, dan pemberani.
Penutup
Hidup yang penuh integritas dan stabil didapat dengan jalan menyeimbangkan kehidupan bersama alam, dengan diri sendiri, keluarga, komunitas, masyarakat, ekosistem, dan lingkungan sekitar (ecosphere). Kita hidup dalam dunia yang penuh pergolakan dan selalu berubah, untuk itu kita perlu menyeimbangkan hidup dan berbagi kepada sesama. Komponen-komponen abad 21 ini merupakan bekal yang dibutuhkan anak-anak dalam mengupayakan keseimbangan untuk menerima hal-hal yang tidak terduga. Anak-anak yang sudah dipersiapkan untuk bertanggung jawab terhadap pilihan hidupnya sendiri telah mendapatkan kesempatan untuk bebas menjadi diri sendiri. Kita, sebagai orang dewasa, perlu membangun lingkungan yang mendukung mereka untuk menjadi pribadi-pribadi yang mandiri dan pekerja keras, sehingga dapat bertahan hidup. Mereka akan menjadi generasi tangguh yang siap menghadapi ketidakpastian sebagai tantangan hidup. Ketidakpastian dapat dihadapi dengan cara bekerja sama dalam membangun keseimbangan pada lingkungan sekitar dan menciptakan mental pejuang pada anak-anak. Guru dan orang tua perlu mengembangkan karakter semangat juang pada anak-anak. Karakter yang menjadikan mereka kuat dan berani dalam menghadapi ketidakpastian hidup. Anak-anak yang memiliki karakter yang seimbang mental dan pikirannya, akan mampu menerima keragaman, mereka akan menjadi pribadi yang kuat dan siap menghadapi ketidakpastian hidup.
**********************************************************************