Oleh Odemus Bei Witono *
DUNIA pendidikan membutuhkan teori, konsep dan praktik dalam ruang pembelajaran. Umumnya teori muncul dari pengalaman panca indera, jasmaniah dan batiniah yang terkait dengan memori, akal budi, dan kehendak. Seorang peraih Nobel Fisika tahun 1936, Viktor Francis Hess pernah melakukan penelitian di alam terbuka untuk mengukur proses ionisasi yang terjadi di atmosfir pada ketinggian 1–5-kilometer dari permukaan laut, melalui balon udara yang dia kendarai. Penelitian yang dilakukan membutuhkan energi dan keberanian yang besar untuk menanggung resiko. Salah satu teori Hess (dalam quotefancy.com, 2022) yang terkenal, medan magnet yang kuat dapat mengukur energi partikel yang sangat halus. Teori medan magnet ini, kalau diimajinasikan ada dalam diri orang berupa inner power. Manusia melalui inner power yang dimiliki dapat mengukur kemampuan diri dalam meraih kesuksesan atau kegagalan dalam hidup. Peserta didik melalui proses pendidikan formatif dapat bertumbuh menjadi pribadi yang dewasa. Kemampuan mengukur para murid terbentuk dalam ruang edukasi formal di sekolah dan informal di keluarga dan masyarakat. Para murid yang sudah terbentuk menjadi pribadi dewasa dapat menyadari dan melakukan apa yang seharusnya diperbuat di dalam kehidupan nyata. Orang dewasa hasil didikan yang berkualitas diharapkan mampu menjadi teladan yang baik dalam perikehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam proses pendewasaan karakter, para pendidik dalam ruang edukasi perlu memperhatikan aspek antarpribadi dan komunikasi (interpersonal dan communication) dalam pergaulan formal dan informal. Dalam interpersonal dan communication dibutuhkan teknik berkomunikasi yang baik. Julius Fast (1994) dalam Subtext menekankan pentingnya bahasa antisipatif, yaitu berkomunikasi verbal dengan memperhatikan pesan yang tersembunyi dalam gerak tubuh, tatapan, isyarat tangan, cara berbicara, dan aneka signal lain yang lembut dalam setiap bentuk pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Dengan memahami pesan dalam subtext secara baik, seorang pendidik dapat menggunakan diksi, pilihan kata yang tepat untuk berbicara dalam aneka keperluan dan pergaulan umum. Subtext dapat digunakan para pendidik melakukan bantuan personal (cura personalis) terhadap peserta didik yang dilatih dan didampingi. Cura personalis sangat penting dalam rangka pengembangan pembelajaran bermakna sehingga proses assessment dalam arti luas dapat dilakukan dengan lebih baik. Dalam assessment para pendidik mendapatkan informasi terukur terkait penguasaan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan untuk memperbaiki pendidikan. Menurut Muri Yusuf (2015) dengan adanya proses assessment sekolah dapat melakukan pengendalian mutu pendidikan, dan pembelajaran secara cermat, bahkan dalam pengambilan keputusan terkait peserta didik para guru dan unsur pimpinan sekolah memperhatikan berbagai aspek substansial demi kemajuan perkembangan para murid.
Kedewasaan berpikir dan bertindak dapat dibentuk melalui interaksi sosial yang terjadi di berbagai tempat dan kesempatan. Kemampuan intelektual saja tidak cukup memadai untuk membuat orang menjadi lebih dewasa. Dibutuhkan keterampilan yang prima agar orang dewasa dapat hidup mandiri sesuai kebutuhan zaman. Oleh karenanya orang dewasa sejak belia perlu belajar menimba ilmu agar terampil dalam menjalankan hidup. Belajar dengan cara yang cerdas, disertai praktik dari apa yang dipelajari membutuhkan kedisiplinan. Disiplin diri memampukan seseorang terampil meraih impian hidup yang lebih baik. Menurut Charles Duhigg (2012) Disiplin diri memprediksi kinerja akademik lebih kuat daripada Intelligence Quotients (IQ). Disiplin diri juga dapat memprediksi pelajar mana yang dapat meningkatkan pencapaian nilai mereka selama tahun ajaran, sedangkan IQ belum tentu demikian. Para murid yang mempunyai disiplin diri baik mempunyai efek yang lebih besar pada kinerja akademik daripada bakat intelektual mereka. Tuntutan disiplin diri pada setiap murid akan membentuk pribadi yang tangguh dan ulet dalam menghadapi hidup.
Dunia sekarang membutuhkan orang dewasa yang mampu berpikir cerdas, peduli, berkarakter, dan mampu menjawab tantangan zaman melalui keterampilan yang didasari pengetahuan yang memadai. Pendidikan dasar dan menengah mempunyai peranan yang esensial dalam proses pendewasaan berpikir dan bertindak para murid. Proses pendewasaan dilakukan dengan cara mengembangkan para murid agar mereka dapat menemukan jatidiri, mengoptimalkan bakat yang dimiliki, dan mengkristalkan semangat kepedulian pada sesama. Berdasarkan kajian yang mendalam, orang dewasa adalah pribadi yang sukses dalam menjalankan roda kehidupan. Kesuksesan seseorang tidak diukur dari berapa kekayaan yang dimiliki, popularitas yang didapat, dan keharuman nama baik yang dipunyai. John Maxwell (2009) mengatakan bahwa orang disebut sukses jika mereka mengerti tujuan mengapa diciptakan di dunia, mampu mengoptimalkan potensi atau bakat yang Tuhan berikan, dan dapat menanamkan benih-benih kebaikan bagi sesama yang membutuhkan pertolongan. Berdasarkan tiga kriteria orang sukses tersebut, maka siapapun dapat meraih sukses dalam hidupnya.
Dalam proses pendewasaan para murid, para pendidik perlu mengoptimalkan potensi peserta didik melalui cara atau metode pembelajaran yang tepat. Para guru diharapkan dapat membantu para peserta didik bertumbuh, dari anak-anak, remaja, hingga menjadi pribadi dewasa, yang mampu bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Peter Rogers (dalam goodreads.com, 2022) pernah mengatakan “The teacher is a catalyst to convert information from a high energy state to a low energy state.” Pendidik hadir sebagai katalis yang membatu para murid mengubah energi tinggi berupa informasi fakta-fakta menjadi energi rendah berupa konsep visual yang terkait dengan apa yang diketahui. Masa pendidikan 12 tahun, merupakan masa emas dalam formasi dasar dan menengah bagi pembentukan intelektual, dan karakter para peserta didik. Seorang pendidik atau pelatih yang sudah sarat dengan pengalaman hidup akan dengan mudah mengelaborasi teori ke dalam aneka aktivitas yang dialami. Guru-guru yang cakap sekaligus inspiratif dibutuhkan oleh para murid. Para pendidik yang berkualitas prima dapat menciptakan situasi dan kondisi belajar yang baik dan menyenangkan sehingga suasana belajar menjadi kondusif. Kondisi belajar yang kondusif akan mempercepat proses pembelajaran mencapai tujuan yang diharapkan.
Sebagai catatan akhir penulis menekankan pentingnya proses pembentukan pribadi, dari anak-anak menuju pribadi dewasa yang dapat berpikir, bertindak, dan mau bertanggungjawab atas apa yang dilakukan. Proses pendewasaan terjadi secara efektif dalam ruang edukasi di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kelincahan berpikir cerdas, berpendapat, dan berargumen merupakan faktor penting dalam proses interior pendewasaan. Kelincahan berpikir yang disertai dengan disiplin diri, perbuatan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan merupakan bagian integral pendewasaan diri yang seimbang. Semoga para pendidik utama (orangtua dan guru) dan masyarakat dapat membantu proses pendewasaan berpikir dan bertindak anak-anak bangsa. Para murid yang dididik dengan cara yang baik dan terhormat dapat menghasilkan profil alumni sukses yang berkompeten, mempunyai hati nurani yang baik, mau peduli terhadap sesama, dan mempunyai komitmen yang kuat membangun peradaban unggul dan berkualitas.
———————————————————————————————
*) Direktur Perkumpulan Strada dan Pemerhati Pendidikan
Terimakasih Romo Bei, Salam AMDG
Trimakasih Rm Bei.. menyegarkan kembali tentang pentingnya pendidikan yang terintegrasi
Terima kasih Romo Bei. Kedewasaan dalam berpikir dan bertindak menjadi semakin berarti ketika terjadi terjadi sebuah interaksi sosial.
Inspiratif bgt..👍👍