Oleh Bosko Beding, SVD
ANDAIKATA ada seorang di antara kita yang belum pernah diundang ke suatu pesta, maka bolehlah dikatakan bahwa dia termasuk orang yang kurang pengalaman di dunia ini. Karena pesta adalah tempat orang bertukar pengalaman yang dibumbui dengan gelak-tawa, tempat orang mengadu cerita-cerita lucu dan bayolan. Satu lagi: pesta adalah tempat orang berlomba-lomba dalam……melayani orang lain.
Setiap orang yang ingin menyelenggarakan suatu pesta, niscaya berusaha sedapat-dapatnya supaya pestanya jadi bagus. Segala kemungkinan dipikirkan dan dicoba agar perayaan itu berjalan meriah. Tapi, kalau tidak bisa meriah juga tidak apa. Pokoknya bagus. Sehingga para tamu serta undangan boleh pulang ke rumah masing-masing dengan hati puas, karena telah dilayani secara patut. Itulah ukurannya, dan tuan pesta itu sendiri boleh merasa dirinya paling berbahagia, karena telah memuaskan banyak orang.
Dalam suasana macam itulah – menurut cerita Injil – Yesus mengadakan mukjizat-Nya yang pertama. Di tengah-tengah keramaian suatu perayaan nikah. Kita tahu, mukjizat-Nya itu dilakukan oleh Yesus untuk membebaskan tuan pesta dari rasa malu. Soalnya, undangan belum merasa puas. Dan benar-benar, mukjizat Yesus itu telah menyelamatkan dia dari suatu bahaya yang paling ditakuti, yakni menjadi buah bibir masyarakat luas sebagai orang yang takt ahu mengatur
*******
Untuk apa semuanya itu dikemukakan? Kita toh tahu semua hal itu. Tapi kita merasa terjepit kadang-kadang. Di satu pihak, kita sebenarnya rela sekali membantu orang-orang yang memerlukan bantuan. Tapi di lain pihak, kita sendiri barangkali kesulitan. Maksud hati memeluk segala orang sebagai saudara, tapi apa daya, tangan tak sampai. Begitulah kenyataan yang tidak selalu dapat kita hindarkan.
Tapi, kadang-kadang sebetulnya kita sendiri turut mempersulit soal. Mengapa? Cobalah – “Lakukanlah apa saja yang diberitahukan-Nya kepada kalian”, – itulah nasehat dari ibu Yesus kepada para pelayan dalam pesta nikah tersebut di atas. Dan justru kata-kata itulah merupakan titik tolak mukjizat Yesus yang pertama.
Benar: tanpa uang, tanpa harta sekalipun, cuma dengan kata-kata atau sikap yang penuh simpati dan penghargaan, kita bisa meluputkan orang lain dari celaka. Selebihnya terletak di tangan Tuhan, asal kita percaya. Dengan itu, setiap hari kita bisa membuat mukjizat.
————————————————————————————
Sumber Tulisan: Percikan Pengalaman I, Nusa Indah 1982.