Oleh Stephie Kleden-Beetz
“To err is human, to forgive Divine”. Alexander Pop (Khilaf itu manusiawi, memaafkan adalah ilahi).
Pada 1830 George Wilson divonis menjalani hukuman gantung karena telah merampok sebuah kantor pos di Amerika Serikat. Namun presiden Andrew Jackson mengeluarkan surat pengampunan bagi Wilson. Anehnya Wilson menolak pengampunan itu. Pengadilan Tinggi akhirnya memutuskan bahwa jika seseorang tidak menerima pengampunan yang diberikan, ia harus menjalani hukuman itu. George Wilson pun menjalani hukuman gantung.
Dalam Divine Comedy-nya, Dante berkisah tentang dendam kesumat yang tak mengenal ampun. Adalah Ugolino della Gherardesca dan Uskup Agung Ruggieri degli Ubaldin yang bersepakat untuk sebuah urusan politik, kalau tidak keliru. Tetapi uskup agung itu mengkhianati Ugolino. Ugolino beserta putera dan cucunya ditawan dan dihukum mati. Dalam petualangan literaturnya, Dante kebetulan lewat di neraka. Eh, tampak olehnya Uskup Agung dan Ugolino berhimpit-himpit dalam lubang derita yang sama. Bedanya Ugolino terus saja menggerogoti Ruggieri karena lapar oleh dendamnya yang abdi, tak mengenal ampun.
Setelah membaca Dante betapa sejuknya hati ketika kita menoleh ke Rembrant dengan karyanya yang gemilang “Si Anak Hilang” yang dirangkul mesra oleh sang bapak. Bunda Theresa berkata: “Jika kita benar-benar mencintai, kita harus belajar mengampuni”.
Mengampuni adalah tindakan yang membebaskan kita dari penjara dendam. Berbicara tentang pengampunan, harus ada dulu dosa dan kesalahan. Langkah memberi ampun harus lewat tahap yang bernama tobat, ya penyesalan. Tanpa itu ampunan tidak mempunyai nilai. Dalam Kitab Suci kata “Repentance” – sesal, tobat, tercantum sampai 70 kali. Orang Yunani menyebutnya “Metanoia” dari kata meta yang artinya mengubah atau perubahan dan nous = pikiran. Namun yang sesungguhnya bukanlah semata-mata mengubah pikiran melainkan harus sampai ke esensinya yaitu mengubah hati. “Koyakkan hatimu dan bukan pakaianmu” seperti yang kita baca dalam Kitab Suci. Tobat menurut Thomas Watson meliputi tahap-tahap berikut: 1. Sadar akan kesalahan kita. 2. Sesali kesalahan kita. 3. Mengakui kesalahan kita. 4. Berpaling dari kesalahan.
Pengampunan adalah hadiah yang kita berikan pada diri sendiri. Dengan tidak mengampuni kita menanam racun dalam diri kita. Racun yang pasti merusakkan. Penelitian ilmiah menemukan bahwa memberi ampun amat berguna untuk kesehatan tubuh dan kesehatan rohani. Pengampunan dapat meneyembuhkan diri sendiri, perkawinan, keluarga, masyarakat dan bahkan seluruh bangsa. Mahatma Gandhi berkata: “Mengampuni adalah pertanda kekuatan seseorang. Bila kita mengampuni sebenarnya itu kita buat hanya untuk diri sendiri, bukan untuk siapa-siapa”.
Kata orang, “Pengampunan adalah dendam yang paling manis”. Oscard Wilde menyimpulkan begini: “Tak ada yang lebih mengganggu musuhmu, selain bila engkau mengampuni”.
Kita ingat kisah dua bersaudara John dan Bill. Bertahun-tahun hidup rukun, tanah pertanian dikerjakan bersama. Tetapi pada suatu hari ada salah paham antara keduanya. Salah paham berubah jadi pertengkaran sengit sampai saling mendiamkan berminggu-minggu bahkan berbulan.
Suatu pagi ada ketukan di rumah John. Seorang tukang mencari pekerjaan. John berkata, oh kebetulan ada rencana saya membangun tembok. Coba lihat, itu batas antara rumahku dan rumah adikku Bill. Sekarang saya tak mau lagi melihat wajahnya, jadi silahkan bangun tembok setinggi mungkin. Tanpa bertanya lagi, si tukang mulai bekerja.
Ketika sore tiba dan John memeriksa hasil pekerjaan si tukang itu, ia menjerit, astaga! Saya kan suruh dirikan tembok, koq malah yang dibangun jembatan? Pada saat itu Bill telah berlari dari ujung jembatan, sambil merentangkan tangannya untuk memeluk abangnya. Kata Bill: “Aduh abang baik benar hatimu. Setelah kita bertengkar hebat, engkau mau membangun jembatan penghubung”. John tergagap dan membalas rangkulan adiknya.
Sementara itu si tukang bergegas pergi. John menahannya, jangan pergi dulu, masih ada banyak pekerjaan. Tapi si tukang menjawab: “Maaf masih banyak sekali jembatan yang harus dibangun”.
“Jika sebuah pintu sudah tertutup, pasti masih ada pintu lain yang terbuka” (Alexander Graham Bell). Dan………luka di batin tak akan pernah sembuh, sebelum ada pengampunan. Benarlah “Khilaf itu manusiawi, mengampuni adalah ilahi.
************
Sumber Tulisan Warta Flobamora, Edisi 52 Mei 2017