• Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
Minggu, Mei 25, 2025
  • Login
No Result
View All Result
Beranda Negeri
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
No Result
View All Result
Beranda Negeri
No Result
View All Result
Home OPINI

Apakah Partai Politik Mewakili Suara Rakyat adalah Suara Tuhan (“Vox Populi Vox Dei”)?

by Redaksi
Januari 3, 2024
in OPINI
0
Apakah Partai Politik Mewakili Suara Rakyat adalah Suara Tuhan (“Vox Populi Vox Dei”)?

Foto diambil dari Gogle

0
SHARES
81
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

Oleh  Agus Widjajanto

 

Pendapat Filsuf Yunani Kuno dalam bahasa Latin Vox Populi Vox Dei yang apabila  diterjemahkan dalam bahasa kita yang artinya ‘Suara Rakyat adalah Suara Tuhan’, yang awalnya hanya dikenal dalam dunia peradilan diseluruh dunia yang menganut Demokrasi , dimana posisi Hakim sebagai pemutus perkara diibaratkan Suara Tuhan yang harus menjaga Marwah keadilan atas nama Rakyat.

Dalam perkembangannya istilah ‘Suara Rakyat adalah Suara Tuhan’ sangat erat kaitannya dengan dunia politik yang diadopsi oleh negara-negara seluruh dunia untuk kepentingan politiknya , termasuk Indonesia .

Proses politik yang melibatkan rakyat secara langsung seperti pemilihan presiden dan wakilnya, pemilihan gubernur kepala daerah , bupati walikota , dan anggota DPR-DPRD propinsi dan DPRD kota madya kabupaten, dianggap paling ideal, dibandingkan melalui sistem perwakilan yang sering terjadi  transaksional, yang dianggap tidak sesuai aspirasi rakyat.

Yang jadi pertanyaan besar kita , bahwa sesuai pasal 6A ayat 2 “Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, peserta Pemilu”  apakah pasangan Calon Presiden dan Wakil presiden yang diajukan oleh Partai Politik atau gabungan dari Partai Politik , merupakan aspirasi rakyat atau aspirasi dari yang diwakili partai ? Apakah memang sudah kehendak rakyat, dimana ‘Suara Rakyat adalah Suara Tuhan’?

Belajar dari pemilu tahun-tahun  yang sudah berlalu, partai besar pun harus realistis apakah tetap mendorong seorang  tokoh yang ternyata kurang dikehendaki rakyat.

Karena kenyataannya keputusan politik ada ditangan partai , tergantung kebijakan partai, bahkan ada yang terus terang bilang tergantung dari ketua umum partai, hingga ada istilah ‘petugas partai’ bagi calon presiden . Ini fenomena yang terjadi, yang tidak bisa kita pungkiri. Mekanimse pencalonan yang terjadi saat ini membuat rakyat seolah dipaksa untuk memilih calon yang sudah ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Apabila mengacu ke sila keempat dari Pancasila yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” dalam sila tersebut sejatinya tidak ada kata-kata yang butuh penafsiran, selain  bahwa rakyat memberikan mandat kepada permusyawaratan perwakilan melalui sebuah majelis, yang merupakan lembaga tertinggi selaku wakil rakyat, selaras prinsip Vox Populi Vox Dei (suara rakyat adalah suara Tuhan) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem perwakilan, dimana negara ini dibentuk dari awal oleh para pendiri bangsa, dan kondisi sistem ketatanegaraan kita saat ini khususnya dalam  kaitan pemilu langsung dan kedudukan MPR yang tidak jelas,  merupakan pengingkaran dari soko guru yang telah dibangun dari awal oleh pendiri bangsa.

Bahwa dikarenakan dalam hukum dasar kita kedudukan MPR sudah bukan lagi lembaga tertinggi, maka GBHN pun tidak lagi jadi acuan dalam rencana pembangunan kedepan baik lima tahunan, sepuluh tahunan maupun jangka menengah dan jangka panjang, yang berakibat kita kehilangan kompas ( petunjuk arah tujuan ) yang bisa kita lihat sekarang ini, tanpa perencanaan, warga negara dipaksa menonton apa pun yang akan dan sedang dibangun, karena memang konstitusi tidak memberikan mandat kompas dan perencanaan yang jelas dan baku. Ini yang harus dipahami para generasi muda, bahwa sistem ketata negaraan kita ada yang pincang.

William J. Chambliss dan Robert B. Seidman dalam sebuah penelitiannya , menemukan sebuah dalil, The Law of Non Transferability of Law  yang artinya hukum suatu bangsa tidak bisa dialihkan begitu saja kepada bangsa lain. Sejalan dengan itu, Cicero menyatakan ubi societas ibi ius, dimana ada masyarakat, disitu ada hukum, sehingga masyarakat suatu bangsa memiliki karakteristik yang berbeda. Maka, Indonesia sebagai bangsa, juga mempunyai karakteristik sendiri dalam hukum walaupun diakui bahwa Indonesia merupakan laboratorium hukum yang kaya, bertalian dengan adanya kesenjangan antara das sollen dengan das sein.

Indonesia mempunyai karakter sendiri yang mengacu pada budaya bangsanya, sebagai pengejawantahan seluruh nilai yang dikandung sila-sila Pancasila, termasuk di dalamnya budaya musyawarah dan mufakat, budaya gotong-royong, budaya guyub, namun sayangnya budaya tersebut tidak lagi tampak dari isi pasal dalam UUD kita yg telah diamandemen. Melalui pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung oleh rakyat, yang diajukan oleh partai politik peserta pemilu  mengajarkan masyarakat akan budaya kebebasan atau liberal, dengan alasan partisipasi langsung oleh rakyat, sebagai pengejawantahan ‘Suara Rakyat adalah Suara Tuhan’.

Pertanyaan selanjut nya apabila rakyat sebagai pemilik suara berkehendak kembali pada sistem perwakilan dengan mengembalikan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai Lembaga Tertinggi Negara, yang mana Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR sebagai mandataris nya, dan menghidupkan lagi GBHN agar arah tujuan Negara diketahui dengan jelas dan sistematis, apakah partai-partai politik dengan multi partai yang saat ini mencapai zona aman , dengan tinggi nya biaya politik dalam Pemilu, yang terpaksa  memanfaatkan para konglomerat sebagai pendukung dalam demokrasi yang berakibat berlakunya hukum ekonomi, hukum dagang karena tidak ada makan siang yang gratis, yang dalam dunia modern disebut para  Oligarki.

Benar apa yang pernah diramalkan oleh Prabu Jayabaya dalam jangka yang disadur oleh Pujangga penutup Ronggo Warsito, bahwa jaman ini jaman Kolo Bendu ( jaman ketidak pastian/jaman morat maret), dengan ketidak aturan yang hanya berpegang pada kepentingan bisnis dalam semua lini, layaknya sistem demokrasi liberal, bukan demokrasi kita yang bernafaskan nilai-nilai luhur Pancasila, yang saling asah-asih-asuh, saling  menghormati, dengan mussyawarah mufakat.***

—————————————

*Penulis adalah Pemerhati Masalah-masalah Hukum, Sosial-Budaya, Politik, dan Kearifan Lokal

ShareTweetSend
Next Post
Prof. Dr. Wahyu Wibowo: Karya Puisi Pulo Lasman Simanjuntak Penuh dengan Teknik Pembentukan Imaji Liar

Prof. Dr. Wahyu Wibowo: Karya Puisi Pulo Lasman Simanjuntak Penuh dengan Teknik Pembentukan Imaji Liar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recommended

Fenomena “Anak Seorang Ibu”  dan Pemenuhan Hak Anak

Fenomena “Anak Luar Kawin”  dan Pemenuhan Hak Anak

4 bulan ago
Sutan Takdir Alisjahbana : Dari Pengetahuan ke “Weltanschauung”

Sutan Takdir Alisjahbana : Dari Pengetahuan ke “Weltanschauung”

6 tahun ago

Popular News

  • “Leva”, “Knato” dan Harapan akan Belas Kasih Allah

    “Leva”, “Knato” dan Harapan akan Belas Kasih Allah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Newsletter

Beranda Negeri

Anda bisa berlangganan Artikel Kami di sini.
SUBSCRIBE

Category

  • BERITA
  • BIOGRAFI
  • BUMI MANUSIA
  • Featured
  • JADWAL
  • JELAJAH
  • KOLOM KHUSUS
  • LENSA
  • OPINI
  • PAPALELE ONLINE
  • PUISI
  • PUSTAKA
  • SASTRA
  • TEROPONG
  • UMUM

Site Links

  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed komentar
  • WordPress.org

About Us

Beranda sebagai suatu tempat para penghuni rumah untuk duduk melepas lelah, bercerita dengan anggota keluarga ataupun tamu dan saudara. Karena itu pula media Baranda Negeri merupakan tempat bercerita kita dan siapa saja yang berkesempatan berkunjung ke website ini.

  • Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

No Result
View All Result
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In