Oleh Agus Widjajanto
Quantum Entanglemen secara harafiah diartikan sebagai hubungan yang rumit antara dua atau lebih partikel, yang mana Albert Einstein menyebutnya dalam hukum fisika sebagai spooky action at a distance yang hingga ilmuwan Scrodinger memperjelas dengan istilah “keterbelitan”. Yang bagi orang awam dalam istilah yang paling sederhana keterikatan quantum berarti bahwa aspek satu partikel dari pasangan tergantung dari aspek partikel lainnya tidak perduli berapa jauhnya jarak atau apapun yang ada diantara partikel keduanya .
Lebih jelasnya segala sesuatu di alam semesta ini adalah terhubung dan partikel sejauh manapun jarak dan waktunya selalu terhubung dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain dan fenomena alam yang saling terhubung ini, selalu menuntut terjadinya energi positif agar tidak terjadi benturan dan gesekan yang brakibat aura alam berpengaruh pada lingkungan dimana kita bertempat tinggal. Alam pikiran dan pola pikir setiap mahluk pun saling terhubung dan dapat menimbulkan energi positif yang bisa mempengaruhi kestabilan dan ketenangan lingkungan yang orang Jawa bilang memayu hayuning bawono ( membangun keselarasan dunia/ alam semesta ) atau yang disebut hukum Alam (Sunatullah). Demikian Juga semesta tidak merespon apa yang kamu inginkan, akan tetapi merespon energi yang kamu gunakan, jika seseorang memancarkan rasa takut, bersalah atau malu, maka akan menarik lebih banyak hal yang sama dilingkungan nya, namun jika memancarkan energi yang selaras dengan rasa cinta, kegembiraan , maka lingkungan juga akan mendapatkan vibrasi yang sama, seperti halnya memilih stasiun radio atau televisi yang harus berada pada frekwensi yang sama dan tepat demikian juga kehidupan di alam semesta ini yang pada dasarnya tidak menyukai pancaran energi negatif, penuh dengan ketidak baikan, keburukan, kejahatan , itulah mengapa pada semua agama selalu mengajarkan bagaimana agar diri kita berbuat kebaikan, yang maksutnya agar ada koneksitas keselarasan dengan hukum alam itu sendiri dimana awal mula terjadinya alam semesta ini bermula dari satu partikel lalu berputar berkembang menjelma menjadi ratusan partikel, jutaan partikel, milyatan partikel, yang semuanya terbentuk dari cahaya, hingga Nikola Tesla menyatakan semua hal adalah cahaya dalam satu bentuk atau lainya bahwa energi yang mengisi alam semesta adalah cahaya dan diri kita sebelum ditiupkan pada tubuh ibunda kita adalah sebersik cahaya, dimana setelah kita berpulang nanti maka cahaya kita akan menyatu menuju cahaya besar yang di gambarkan oleh para Wali Sembilan pada abad ke empat belas dulu sebagai jagad cilik ( diri kita ) menuju jagad gede ( Tuhan yang Esa ) sebagai penguasa alam semesta .
Maka dengan kondisi fenomena saat ini, dimana telah terjadi degradasi moral bangsa, yang menuhankan harta dan tahta, dalam berbangsa dan bernegara, yang menimbulkan ketidak pastian dalam penegakan hukum, tentu energi yang dihasilkan sangat tidak nyaman , karena pasti terjadi benturan di alam semesta yang secara hukum alam, menginginkan terjadinya keserasian dengan sifat sifat yang menjurus pada energi positif, yang penuh dengan kasih sayang, kebajikan , keadilan, akibat ketidak nyamanan dalam aura dari energi yang ditimbulkan dalam lingkungan bermasyarakat berbangsa dan bernegara berakibat berantai terjadinya gejolak alam, baik petir, banjir, gunung meletus, kecelakaan baik dudarat, laut maupun di udara. Yang merupakan konsekwensi logis dari pada energi negatif yang telah dihasilkan oleh para anak bangsa.
Bahkan Dalai Lama menyatakan bahwa yang paling membingungkan di dunia ini adalah ‘manusia’ dimana manusia berani mengorbankan kesehatannya demi uang yang terlampau bekerja keras untuk menghasilkan uang yang dianggap sesuatu hal yang paling penting untuk memenuhi kebutuhan hidup, yang lalu setelah sakit manusia mengorbankan uangnya yang telah dia cari siang malam tadi demi kesehatanya. Lalu manusia selalu dihinggapi rasa kuwatir dengan masa depannya nanti, hingga sampai mereka tidak menikmati masa kini, yang pada akhirnya mereka tidak hidup di masa depan atau masa kini, karena merasa bahwa hidup seakan akan tidak akan mati, hingga pada akhirnya hingga manusia tersebut mati mereka tidak bisa menikmati hari ini, maupun akan datang dan masa yang telah mereka jalani, apa sebenarnya itu hidup. Bahwa orang yang paling bisa menikmati hidup dan bahagia adalah mereka yang bisa melupakan masa lalu, bisa menikmati hidup masa kini, dan tidak pernah merasa kawatir atas masa yang akan datang, dimana telah meletakkan surga pada dirinya, dalam kehidupannya baik bersama keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Itulah sebenarnya hidup.
Fenomena yang terjadi saat ini adalah selalu dilakukan doktrin bagaimana kehidupan yang akan datang lebih mulia, yakni mendambakan surga, setelah kita tiada, yang berakibat kebanyakan dari saudara-saudari kita tidak lagi menganggap penting untuk kehidupan saat ini di dunia, yang berimplikasi secara berantai masyarakat kita tidak bisa bersaing dimata international karena doktrin yang didapat selalu diajarkan untuk mencapai alam surga setelah kita meninggal nanti, bukannya diajarkan dan diberikan suatu pemahaman bagaimana meletakan sebuah kehidupan surga pada diri kita masing-masing agar diri kita bisa memberikan energi positif penuh dengan sifat kemanusiaan yang penuh welas asih terhadap sesama, saling berbagi, yang secara otomatis bisa menciptakan keselarasan dunia yang penuh damai (memayu hayuning bawono).
Hal ini berkaitan sekali dengan hukum alam, yang mana dalam Islam hukum alam atau Sunatullah adalah hukum yang telah ditetapkan oleh Allah untuk mengatur penciptaan dan mekanisme alam semesta bahwa hukum alam bersifat fitrah yakni tetap dan otomatis, yang selalu menuntut terjadinya keseimbangan dalam hukum yang dihasilkan dari energi positif, agar tidak terjadi benturan dengan energi negatif, yang dalam beberapa agama dikenal adanya Hukum Karma, Sunatullah berlaku bagi seluruh mahluk di alam semesta baik manusia, hewan tumbuhan, gunung, laut tanah, udara atau langit, beserta seluruh isinya. Memahami Sunatullah atau hukum alam sangat penting karena dapat membantu kita memahami keteraturan dan ketertiban di alam semesta. Penerapan Sunatullah dalam kehidupan sehari-hari dapat dimulai dari menjaga lingkungan hidup, menjaga perbuatan jelek, namun karena manusia memang dilahirkan dengan sifat kedagingan yang penuh kompleksitas, maka kadang selalu terjadi benturan dalam hukum alam, maka Yang Kuasa mengutus para Rosul dan Nabi-Nya menurunkan ajaran sesuai agama dari waktu-kewaktu, agar pada diri manusia bisa mengenal dirinya dan memahami alam semesta, untuk mencapai keselarasan.
Kebenaran justru muncul karena bersifat kritis atas situasi dan kondisi dalam masyarakat dengan melawan pendapat umum. Jika kita menilik sejarah masa lalu para nabi awalnya justru selalu melawan pendapat umum saat itu, ajaran para nabi yang dibawa ke masyarakat tidak diterima begitu saja malah kadang bertabrakan dengan vox populi, akan tetapi sesuai perkembangan waktu agama bisa diterima menjadi kebenaran umum, justru saat ini fenomenanya cenderung anti kritik dan menghukum orang orang yang bersebrangan dengan tuduhan penodaan dan penistaan atas nama agama. Bagi orang beriman tanpa pembuktian lebih lanjut, harus percaya bahwa setelah kehidupan ini ada kehidupan lain di alam astral. Lahir nya teori hukum alam dalam ilmu filsafat yang menyatakan bahwa manusia memiliki nilai-nilai moral, tanggung jawab dan hak hak tertentu yang telah melekat sejak lahir pada sifat manusia, maka pencarian akan kebenaran yang hakiki dan pengenalan atas diri, selalu berlangsung sejak ribuan tahun sebelum Masehi hingga saat ini, dikarenakan sifat manusia disamping sebagai mahluk bermoral juga berbudi pikir yang dikaruniai pikiran kecerdasan. Dan pencarian kebenaran atas sesuatu tetap akan berlangsung sesuai hukum alam.
——————————
Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial, Budaya, Politik dan Hukum, Tinggal di Jakarta