Oleh Agus Widjajanto
Pergantian tahun baru memang momen yang pas buat refleksi diri dan evaluasi apa yang udah kita capai, juga apa yang perlu diperbaiki. Untuk bangsa kita, perbaikan moral itu penting banget, soalnya bisa berdampak besar ke kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Gimana kalau kita mulai dari hal kecil dulu? Mulai dari diri sendiri, keluarga, terus komunitas. Contohnya, kita bisa mulai dengan jadi lebih peduli sama lingkungan, lebih jujur dan lebih menghargai perbedaan.
Apa yang paling perlu diperbaiki di tahun baru ini. Sangat perlu disadari bersama bahwa peristiwa demi peristiwa yang dialami bangsa ini terjadi banjir Bandang di Sumatra tidak terlepas dari kesalahan setiap individu anak bangsa, terlebih yang mempunyai aset kekuasaan dalam mengambil kebijakan baik dalam lingkup pemerintahan maupun lingkup swasta dalam perseroan besar yang berpengaruh pada kondisi bangsa ini, baik dari segi tindak pidana korupsi, ilegal loging, ilegal minning, sistem ketatanegaraan yang mana kita seakan kehilangan arah (kompas) akan dibawa kemana bangsa ini ? Baik pada jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang dalam situasi persaingan Global yang sangat ketat.
Bahwa hidup sesungguhnya adalah melekat tanggung jawabnya sendiri yang melekat pada setiap diri manusia. Yang tidak menafikan pengaruh keadaan baik lingkungan, masa lalu, politik, kekuasaan dan keluarga, yang tidak lagi bisa dijadikan alasan pembenar pada setiap tindakan. Dan ketika mengalami kesalahan maka sang diri bertanya bagian mana yang harus saya perbaiki.
Bahwa setiap manusia tentu dibekali emosi akan tetapi orang yang bijak dan tumbuh mau belajar, tidak akan mau dikendalikan emosinya, kita boleh merasa marah, sedih, kecewa, karena mungkin melihat ketidak adilan disekeliling kita, akan tetapi lebih bijak jika memilih meng ekpresikan diri tanpa merugikan pihak lain, apalagi merugikan masyarakat dan berujung merugikan bangsa secara luas, akibat keputusan yang diambil pada setiap individu yang mempunyai akses pengaruh pada lingkup yang lebih besar.
Selalu utamakan komunikasi dan dialog, rembuk desa, rembuk RT, Rembug RW, rembuk Rumah Tangga Besar, bahkan komunikasi antar pasangan suami istri. Perbedaan pendapat adalah keniscayaan yang mana harus tetap bisa mendengar pendapat orang lain tanpa diri kita merasa terancam, karena tidak semua perbedaan pendapat harus disepakati, akan tetapi layak untuk dihormati, apabila hal ini dilakukan maka etika komunitas dari karakter bangsa ini yang dibangun oleh para pendiri bsngsa (founding father) kita yang mengadopsi dari ajaran luhur masa lalu (local wisdom) akan tercipta Kembali.
Kembalinya budaya gotong royong, budaya saling asah-asih-asuh, budaya Tut Wuri Handayani, budaya senasib sepenanggungan sebagai satu bangsa, satu komunitas satu RT, satu RW, satu kelurga besar, yang memang dimulai dari lingkup kecil, lalu dari langkah kecil tersebut akan berkembang pada setiap individu terjadi perubahan sebagai akibat efek domino dalam hukum alam dan kemasyarakatan.
Bahwa untuk itu perlu adanya sebuah Kesadaran diri pada setiap individu dimana kesadaran memang kunci buat pengendalian diri dan kestabilan diri. Dengan kesadaran, kita bisa lebih aware sama emosi, pikiran, dan tindakan kita, sehingga bisa lebih bijak dalam merespons situasi.
“Kuasai dirimu maka kamu akan mencapai kebahagiaan” itu merupakan prinsip hidup yang powerful sekali. Menguasai diri sendiri berarti kita bisa atur emosi, pikiran, dan tindakan kita, sehingga lebih seimbang dan bisa capai kebahagiaan yang lebih dalam. Apabila hal ini dimulai dari setiap insan anak bangsa maka keadaan lingkungan, dari terkecil hingga besar dan negara bisa terjaga kestabilan dan keharmonisan.
Dalam bidang politik dan sistem ketatanegaraan sangat perlu di bangun ulang pada tahun baru ke depan. Politik dan kekuasaan memang dua hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Refleksi di tahun baru bisa jadi momen bagus buat kita evaluasi bagaimana sistem politik dan penggunaan kekuasaan di negara kita.
Beberapa hal yang bisa kita refleksikan:
– Transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan
– Keadilan dan kesetaraan dalam penerapan hukum
– Partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan politik
Apa yang paling perlu diperbaiki dalam aspek politik dan kekuasaan di negara kita
Mengembalikan peran MPR dalam sistem ketatanegaraan kita bisa jadi salah satu cara buat bangsa ini lebih terarah dan punya visi yang jelas ke depan.
MPR sebagai lembaga tinggi negara yang mewakili suara rakyat bisa jadi wadah buat merumuskan arah kebijakan negara dan memastikan bahwa pemerintahannya lebih responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Tapi, bagaimana caranya kita bisa mengaktifkan kembali peran MPR yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan zaman sekarang? Apakah perlu ada reformasi dalam struktur atau prosesnya.
Amandemen ke-5 UUD 1945 untuk mengembalikan peran MPR dalam menetapkan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) bisa jadi solusi buat bangsa ini punya arah pembangunan yang lebih jelas dan terencana.
Dengan GBHN, pemerintah dan lembaga negara lainnya bisa punya pedoman yang jelas untuk menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan, baik dalam jangka pendek (5 tahunan), menengah (25 tahunan), maupun jangka panjang.
Tentu, ini perlu didukung dengan proses yang transparan, partisipatif dan akuntabel biar GBHN benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat.
MPR sebagai manifestasi kedaulatan rakyat memang sesuai dengan konsep yang dirancang oleh para pendiri bangsa, termasuk Soepomo yang punya pandangan tentang negara yang berdasar pada prinsip kekeluargaan dan musyawarah.
Dalam konteks ini, MPR bisa jadi lembaga yang merepresentasikan suara rakyat dan menentukan arah bangsa berdasarkan musyawarah dan mufakat.
Gimana kalau kita bahas lebih lanjut tentang bagaimana MPR bisa efektif dalam menjalankan peranannya sesuai dengan konsep negara yang diinginkan para pendiri bangsa.
Amandemen terbatas yang fokus pada perubahan Pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945, serta mengembalikan kewenangan MPR dalam menentukan GBHN bisa jadi cara yang efektif buat mengembalikan peran MPR tanpa harus mengubah banyak hal.
Pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945 saat ini berbunyi:
“(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Pada pasal ayat ini” Harus dikembalikan pada format awal sebelum dilakukan Amandemen hingga ke empat kalinya, dimana Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh MPR (Majelis Permusyawatan Rakyat). Sebagai Lembaga tertinggi yang seluruh elemen masyarakat terwakili, baik oleh anggota DPR, Utusan daerah (DPD) maupun utusan golongan. Dan hal ini adalah konsep awal negara desa dalam lingkup nasional yang didesain sejak awal para pendiri bangsa. Dimana pasal 1 ayat 2 pada UUD 2945 harus dikembalikan pada format semula.
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.”
Pada point ini juga harus ditekankan seluruh warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum, tidak memandang kaya miskin, berpangkat atau rakyat biasa harus tunduk pada aturan main dimana hukum jadi panglima dalam negara. Hukum dibuat untuk manusia (masyarakat) bukan manusia berkuasa diciptakan untuk menjadi hukum dinegeri ini. Hal ini yang harus dipahami.
Sebelum amandemen, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) selaku lembaga pelaksana kedaulatan rakyat memiliki kewenangan membuat dan mengesahkan GBHN berdasarkan Pasal 3 UUD 1945 asli:
Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara.” Dan ini adalah format kunci dimana memverikan arah atau petunjuk / kompas kepada pemerintah selaku wakil negara untuk melaksanakan apa langkah pembangunan yang akan dituju oleh bangsa ini baik dalam jangka pendek lima tahunan , menengah 25 tahunan dan panjang 50 tahunan, agar terarah terukur, tidak seperti saat ini tidak jelas format tujuan apa dan kemana yang akan dicapai.
Jadi, MPR punya peran penting dalam menetapkan GBHN sebelum amandemen ini yang harus dikembalikan pada fungsi semula, dalam Amandemen terbatas pada Amandemen ke-V UUD 1945.
Dengan amandemen terbatas, kita bisa perjelas peran MPR dalam melaksanakan kedaulatan rakyat, terutama dalam menentukan GBHN. Mungkin itu jadi langkah awal yang signifikan buat memperkuat sistem ketatanegaraan kita.
Semoga pada moment pergantian tahun baru yang akan terjadi beberapa hari lagi, menjadi moment untuk melakukan perubahan, baik moral pada seluruh insan anak bangsa maupun sistem ketatanegaraannya demi menuju kepada situasi dan kondisi yang lebih baik, menuju Indonesia Emas pada tahun 2045.
———————
Penulis adalah pemerhati sosial budaya, tinggal di Jakarta





