Oleh Titus Pekei
“Noken menjamin kehidupan. Noken Warisan budaya leluhur Papuani. Noken menyatukan sebagai warisan budaya takbenda. Namun noken memerlukan perlindungan yang mendesak, sebab noken sedang menuju musnah tanpa regenerasi.”
Pencetus gagasan noken bukan tanpa konsep tetapi punya jejak hidup dari sejak lahir dan besar bersama noken karena digendong dalam noken dan hingga dewasa membawa noken kemana pun pergi. Dengan Noken, segala permasalahan hidup bisa teratasi lantaran menjiwai nilai dasar yang terkandung dalam Noken.
Menjiwai nilai dasar yang terkandung pada Noken, dapat digambarkan sebagai berikut, ”Noken ada dalam tubuh, ada hidup, ada nyawa, dan batin manusia, ada perasaan, ada pikiran dan angan-angan. Ada keutamaan dan ada sumber tenaga, ada semangat, ada maksud, ada daya hidup orang atau makhluk hidup lainnya. Selalu ada kegelisahan, ada senang dan ada suka, ada nasib yang tidak tentu, namun ada raga jiwa dan badan yang memerlukan perlindungan mendesak”.
Dalam proses pembangunan peradaban bangsa suatu strategi yang konsepsional tidak selamanya menjangkau apa yang dimaksudkannya. Pembangunan sebagai proses, cara dan tindakan tidak selamanya berjalan liner, karena di sana juga ada tuntutan lain yakni nilai yang memungkinkan suatu kemajuan lahir batin dengan berbagai norma seperti sopan santun, budi bahasa, dan budi pekerti. Selalu saja terlintas keinginan yang begitu kuat agar pembangunan dapat membangkitkan setiap insan manusia di muka bumi untuk memiliki harkat dan martabat yang sama.
Manusia Papua atau manusia Noken pun seperti manusia lain di atas planet bumi yang punya tabiat, akhlak dan watak sebagai kendali sifat batin dirinya. Pendekatan kebudayaan atau pendekatan budaya dianggap akan menjamin adanya kebangkitan naluri dalam bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya” yang berarti cipta, rasa dan karsa. Sebab, budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun imaterial yang mesti saling memahami antara manusia yang satu kepada manusia yang lain secara bijaksana.
Dalam membangun peradaban bangsa sangat membutuhkan proses pendekatan kebudayaan yang melingkupi substansi isi utama budaya, sifat-sifat budaya, sistem budaya, dan manusia sebagai pencipta dan pengguna kebudayaan. Pendekatan kebudayaan juga memperhatikan pengaruh budaya terhadap lingkungan dalam proses dan perkembangan kebudayaan disertai permasalahan kebudayaan dan perubahan kebudayaan. Wujud kebudayaan itu didalami sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang mempunyai atau memakai pola yang unik dengan kekhasan yang tak tergantikan.
Misalnya, Manusia Noken tidak bisa dipisahkan dari pulau, alam, tanah sebagai tempat hunian. Ketereikatan dengan tanah, dan alam, memungkinkan manusia Papua menghayati kehidupan sehari-hari secara bijaksana yang bermuara pada ilmu pengetahuan hidup. Kehidupan dari pengetahuan alam ini telah dibuktikan dengan ilmu noken yang menyebar pada kurang lebih 250 suku/etnik. Dengan kata lain, nurani Noken karya budaya telah menyertai bersama manusia Papua
Tanpa terlalu merumitkan persoalan dengan kepakaran ilmu pendidikan formal, mengenal manusia Papua dapat dimulai dari mengenal kebijaksaan dan ilmu pengetahuan alami yang dimilikinya. jika pun harus didekati dengan ilmu pengetahunan formal, maka ilmu itu mampu menemukan metodologis yang sistematis secara Papuani.
Manusia Papua, Manusia Noken
Mengapa Manusia Papua disebut manusia Noken? Sebab sifat hakiki dari kebudayaan atau budaya itu sendiri tercermin dari apa yang dihasilkannya. Mengenal karya budaya luhur mesti masuk lewat Manusia Papua yang selanjutnya disingkat MaP dan kemudian disebut Manusia Noken yang selanjutnya disingkat MaN. Hakikatnya, MaP menghasilkan karya budaya luhur sebagai manusia Noken atau sebaliknya MaN merajut atau menganyam kehidupan sebagai manusia Papua.
Hakikat mengenal MaP atau MaN, hal pertama yang terlintas dalam benak, tentu terukir suatu kesan seperti ketertinggalan, kebodohan, kemiskinan dan kekerasan dan lainnya sebagainya, sesuai cara pandang yang tercermin dari hati dan pikiran. Kenyataannya, MaP atau MaN mampu menghadirkan noken kehidupan bukan sebatas pendekatan seperti dalam bayangan, tetapi dalam wujud alam nyata dan alam pikir manusia secara Papuani.
MaP atau MaN menjalani hidup bukan dalam dunia mimpi akan tetapi dunia nyata. Dengan pendekatan ilmu Noken pun MaP dapat bertahan hidup. Pada hakekatnya, MaP terus mengalami dinamika kehidupan. Ketika mengalami kesuksesan dan kesulitan hidup, yang dicari adalah memahami dan mengandalkan pada alam pikir dirinya alam yang menyertai.
Sistem pengetahuan yang dimiliki oleh manusia noken dari masa lalu entah sebagai manusia sosial, budaya dan komunitas adat, dalam pergumulan hidupnya selalu bertolak dari alam sekitarnya. Tumbuhan, hewan dan segala bahan mentah dan benda yang disediakan lingkungan sekitarnya mempengaruhi sifat dan tingka laku berhadapan dengan sesama manusia dalam ruang dan waktu. Lambat laun, berdasarkan pengalaman, pendidikan formal yang diperoleh, juga petunjuk simbolis yang diterima terjadilah penggabungan berbagai pengetahuan, tersusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat yang akan dirasakan dan dialaminya.
Upaya menggali karya budaya akan mengalami kesulitan tanpa mengenal sebagai MaP atau MaN. Manusia yang memakai cermin jarak jauh atau pun dekat harus mulai menentukan posisi yang pasti agar tepat untuk mengenal.
Sebenarnya, mengenal MaP atau MaN tidak sulit seperti bayangan cermin yang bertolak dari pikiran jarak jauh atau dekat. Bila hendak mulai, maka mesti berpijak pada manusia noken itu sendiri secara teliti, cermat atau saksama maka akan dengan mudah mengenalnya. Hal yang segera diperoleh adalah siapa pun tidak boleh menyepeleghkan namun menghargai noken sebagai karya budaya manusia yang sama harkatnya. Kemampuan merajut atau menganyam noken kehidupan menjadi salah satu penghayatan agar menghayati manusia Noken tanpa menganggap hal yang biasa atau remeh ketika melihat manusia noken.
Begitu pun, sebelum memahami pulau alam tanah Papua pun bukan melalui jalan lain tetapi kedepankan dengan pendekatan kemuanusiaan sebagai hakikat adanya manusia yang sama harkat dan martabat sebagai ciptaanNya tanpa merobek/merusak noken kehidupan. Pulau Papua adalah satu kawasan kepulauan terbesar kedua dunia dan dikelilingi pulau-pulau kecil disekitarnya dengan pose yang unik dengan segala kekhasannya.
Noken hasil kemahiran perajin memampukan sebagai pengetahuan yang dapat memampukan dan membangkitkan semangat atas tumpuan ilmu, pengetahuan dengan alam pikir manusia Papua atau manusia Noken. MaN dan Map telah menghasilkan noken sebagai tumpuan ilmu pengetahuan yang menghidupkan komunitas noken di 7 (tujuh) wilayah masyarakat adat Papua.
Memahami alam Papua merupakan pemahaman akan segala sesuatu yang ada dan tidak sama dengan alam lain dalam satu planet bumi baik geografis, iklim, cuaca dan bentuk keanekaragaman hayati serta potensi alam yang terbarukan dan takterbarukan di dalam alam maupun diatas alam itu sendiri.
Memahmi tanah Papua adalah memahami satu kawasan pijakan hidup manusia dan segala komponen hidup (biotik) dan komponen takhidup (abiotik) yang saling mendukung dalam kehidupannya dan oleh manusia Papua katakana tanah adalah mama (noukai)/ibunda (akukai) yang tidak bisa di perjual-belikan karena mama/bundanya.
Tradisi Noken berwujud nyata zaman leluhur ada dan berabad-abad lamanya dikenal dalam kehidupan sehari-hari namun tidak pernah tersirat dan tercatat tahun berapa noken ada diatas tanah Papua. Artinya, leluhur manusia mulai ada di situ, noken pun mereka hasilkan dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa Pengertian
a. Noken
Noken merupakan salah satu wadah hasil rajutan atau anyaman kerajinan tangan masyarakat adat Papua. Noken adalah hasil rajutan atau anyaman kerajinan tangan masyarakat adat di tujuh wilayah adat Papua. Noken sudah menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari dan sudah turun-temurun sejak nenek moyang leluhur suku bangsanya. Hingga kini noken masih dijalankan dan dipertahankan dalam penghayatan hidup sehari-hari sebagai masyarakat atau manusia noken.
Noken adalah salah satu karya budaya yang sudah berkearifan lokal yang mewadahi diri, pribadi, keluarga, komunitas suku bangsa, masyarakat adat. Dalam berbangsa dan bernegara pun membutuhkan wadah agar hidup menyatu tanpa menjadikan sesuatu yang lain dalam kehidupan sehari-hari. Noken adalah salah satu wadah multifungsi yang dimanfaatkan oleh masyarakat adat Papua baik dalam keadaan suka dan duka, senang dan sulit dapat menyemangati sebagai identitas jati-dirinya.
Keberpihakan melalui karya budaya luhur menjadi sangat penting dalam merajut atau menganyam noken kebersamaan tanpa merobek atau merusak Noken kehidupan. Salah satu cara mengenal kerajinan tangan masyarakat Papua dan mereka membuat dari bahan baku apa dan ambil di mana menjadi penting untuk mengetahui Noken secara benar tanpa menyesatkan noken kehidupan itu pada kelaknya.
b. Manusia Noken
Salah satu cara memahami manusia Noken (MaN) lewat hasil karya kerajinan tangan masyarakat atau manusia Papua (MaP) menurut budi dan daya dapat terwujud sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa masyarakat di 7 (tujuh) wilayah adat. MaN mempertahankan harkat diri dan memperkaya dengan makna-makna, nilai-nilai, norma-norma dan gagasan-gagasan filsafat noken kehidupan dalam mengisi proses pembangunan yang selaras dan seimbang sesuai kearifan lokal secara Papuani.
c. Penggagas Noken
Penggagas adalah pemikir atau pencetus gagasan yang memikirkan pentingnya penyelamatan karya budaya manusia atas dasar tumpuan hidup yang berkelanjutan tanpa batas. Sementara gagasan adalah hasil pemikiran, ide tentang sesuatu sebagai pokok atau tumpuan dasar pemikiran selanjutnya untuk dikenal dan dipraktikan.
Penggagas Noken adalah pribadi yang menyatukan hati, pikiran untuk melahirkan kembali atas karya budaya leluhur agar bangkit beralaskan identitas jati-dirinya sebagai manusia noken di tanah Papua. Penggagas Noken adalah orang memikirkan, meneliti dan mendalami secara konsisten tentang Noken dengan mengikuti pemikiran, ide, gagasan komunitas perajin noken sebagai pokok sumber alam pikir atau tumpuan untuk pemikiran selanjutnya.
Penggagas adalah pemikir atau pencetus gagasan bukan pembuat atau perajin kerajinan tangan tetapi penggali nilai dan makna noken kehidupan yang menjadi tradisi hidup masyarakat adat tujuh wilayah Papua.
Penggagas noken mestinya putra asal Papua yang lahir dan besar dalam komunitas noken suku bangsanya. Ia dilahirkan dan dibungkus dalam noken dan dibesarkan pun dengan noken yang layaknya disebut anak Noken. Setiap manusia Papua tidak mungkin mengalami hal serupa tetapi, siapapun manusia Papua adalah anak Noken karena mereka dilahirkan dalam komunitas noken suku bangsanya sebagai harkat hidup manusia Noken atau manusia Papua.
d. Penggali Noken
Penggali adalah pribadi yang punya tekad untuk menghidupkan kembali dengan semangat merajut atau menganyam noken kehidupan manusia Papua sebagai manusia Noken. Jika tidak dilakukan lambat laun akan menuju krisis identitas dan jati-diri budaya hal mana seakan manusia Papua tidak memiliki karya budaya luhur dirinya. Pemaknaan penggali bukan pendekatan kepakaran pendidikan formal tertentu tetapi mereka yang menjiwai dan menjadi pribadi noken dengan menelusuri melalui jalan mengenal, menyapa dan mengangkat serta menyelamatkan tradisi dengan memosisikan mata budaya Papuani.
Sang Penggali adalah orang yang menggali supaya tidak musnah tetapi terus ada kedepan dan akhirnya menjadi bukti konsistensi putra asli Papua tanpa sekedar pemikiran wacana tetapi sampai menyelamatkan warisan budaya luhur yang dimiliki masyarakat atau manusia Papua.
Sang adalah satuan kata yang dipakai di depan nama bagi pribadi yang memunculkan, meneruskan dengan perjuangan tak kenal lelah sampai menghadiri sidang penetapan mata budaya Papua terdaftar sebagai situs warisan budaya takbenda atau warisan dunia di Markas Unesco Paris. Penggali merupakan sebutan depan dari sasaran yang sudah diperkenalkan ke publik baik lokal, nasional dan internasional.
Penggali adalah pribadi yang memunculkan pikiran awal dengan membangun pemahaman karya budaya manusia Papua secara komunal sejak 2008. Setelah beberapa tahun kemudian di tahun 2010 diingatkan kembali tentang karya budaya manusia Papua. Pada saat itu, bersama saudara Yulianus Kuayo, pernah berdiskusi pentingnya warisan budaya universal (semua suku punya noken) di tanah papua akhirnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah membicarakan tentang pentingnya noken sebagai karya budaya manusia Papua.
Sang penggali noken bukan perajian kerajinan tangan yang bisa membuat tetapi pribadi yang di besarkan dalam komunitas Noken. Noken sebagai hasil karya tangan masyarakat atau manusia Papua secara komunal menurut suku bangsa namun dihadirkan lewat pribadi/individu perajin noken yaitu mama-mama noken dari hampir semua komunitas suku-suku bangsa di Papua. Ada pun perajin bapak-bapak yang secara trampil membuat noken anggrek dari daerah suku bangsa Mee di Meuwo tanah Papua.
e. Lembaga Noken Papua
Lembaga Noken Papua adalah wadah yang didirikan demi kesatuan ekologi pulau alam tanah Papua dan mengkaji tentang alam lingkungan, penghuni tunggal di atas kawasan wilayah yang penuh misteri atas peradaban dirinya. Lembaga Ekologi Papua (Ecology Papua Institute -EPI) berdiri 9 September 2001. Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan keadaan (kondisi) alam sekitarnya dalam kesatuan lingkungan alam nyata dan sebaliknya dapat terwujud untuk saling menopang, mendukung dan menjamin dalam ketahanan lingkungan alam sekitarnya secara berkelanjutan;
f. Papuani
Papuani adalah orang yang menjiwai sikap rasa memiliki secara sungguh-sungguh terhadap penghuni alam tanah Papua termasuk manusia dan alam sekitar dengan penuh keberpihakannya.
Noken Setelah Ditetapkan UNESCO
Secara resmi Noken dibahas dan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda atau Warisan Dunia oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) di Markas UNESCO di Paris, Prancis, 4 Desember 2012. Keputusan ini diketuk palu oleh Arley Gill dari Grenada yang saat itu menjadi ketua Sidang Komite. Lembaga PBB untuk Bidang Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan, ini secara resmi menilai tas rajutan atau anyaman multifungsi tersebut memerlukan perlindungan mendesak.
Dengan penetapan oleh UNESCO ini, Noken mulai dikenal dan mendunia. Dalam sidang UNESCO pun telah membahas dan menetapkan betapa pentingnya kehadiran Noken sebagai warisan budaya takbenda (intangible cultural heritage), suatu karya budaya yang hidup dalam komunitas suku bangsa di tanah Papua. Sidang berlangsung tanpa hambatan dan menjadi momentum penting perjalanan warisan takbenda dalam hal ini Noken. Noken telah memiliki arti penting atas keabadian budaya dalam menata peradaban dunia baru atas karya budaya manusia Papua yang luhur dan diwariskan secara turun-temurun hingga kini.
Peristiwa penetapan ini menjadi kejutan bagi Manusia Papua (MaP) dan manusia Indonesia (MI). Lalu apa tanggapannya, pasti bangga dan memberi pujian terhadap Noken dan Manusia Papua dan Pemerintah Indonesia atas pengakuan noken itu. Tanggapan lain pun menyertiainya bahwa membahas apa isinya dan akan mendapat apa setelah Noken ditetapkan oleh lembaga PBB UNESCO yang bermarkas di Paris itu.
Memang, kenyataannya orang-orang Papua sendiri mulai melupakan ketika tidak membuat noken dan memakai noken. Kian hari kecintaan terhadap noken semakin menurun sebagai gejala menuju pemusnaan. Terutama di pusat-pusat kota di seluruh tanah Papua, noken mulai jarang dipakai dan mulai digantikan dengan banyaknya jenis barang berupa tas yang masuk dari luar. Pada kenyataannya, pemilik warisan budaya luhur noken itu sendiri tidak mengenakan noken kehidupan pada dirinya kecuali tas kantong plastik, tas kain, tas karung, tas nylon, tas woll dan lainya. Keadaan ini sungguh sangat memprihatinkan dan jika tidak diperhatikan, lambat laun noken yang di dalamnya terkandung nilai, kepercayaan, tradisi serta sejarah dari masyarakat Papua dapat menuju kepunahan.
Ketika noken sedang menuju krisis nilai-nilai budaya yang terkandung dalamnya, masyarakat Papua sebagai pemilik jarang memikirkan untuk melestarikan dan menyelamatkan noken agar tidak musna/punah. Karena itu, dasar pemikiran adanya perlindungan noken, telah memberi arti dan makna pentingnya noken dalam kehidupan manusia Papua yang sedang menuju krisis identitas budaya. Kekuatiran bahwa orang Papua akan terancam punah pada beberapa tahun ke depan dapat diatasi dengan mulai memberi motivasi awal bahwa “Cermin Noken Ekologi Papua”, dapat menjadi pintu masuk menyelamatkan dan melestarikan warisan budaya papuani.
Setelah noken ditetapkan, hal yang tak bisa diabaikan adalah bagaimana memberi perlindungan hukum atas hak kekayaan intelektual (HKI) sebagaimana telah dikenal di negara-negara maju. Perlindungan ini dimaksud agar terlindungi dari pemanfaatan tanpa hal dan melanggar kepatutan. Perlindungan ini pun memiliki arti penting untuk memberikan kekuatan pendorong bagi masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan, serta meningkatkan eksistensi dan jatidiri masyarakat.
Namun, kebutuhan untuk melakukan perlindungan hukum terutama yang menyangkut HKI, menghadapi persoalan karena belum sempurnanya mekanisme hak cipta yang mengakomodasi perlindungan dan pemanfaatan yang layak bagi karya yang bersifat kolektif dan komunitas. HKI untuk karya cipta yang diketahui adalah hak individu atas penciptanya.
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (PT dan EBT), merupakan hal yang baru bagi bangsa Indonesia terutama di Papua. Permasalahan muncul disebabkan berkembangnya aspek hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam karya-karya budaya yang kepemilikannya yang bersifat kolektif dan telah diwariskan secara turun-menurun serta tidak diketahui siapa penciptanya.
Kondisi sebagaimana dimaksud di atas, sudah selayak dan sepatutnya untuk mencari jalan lain agar dari segi hukum, noken tetap dilindungi. Salah satunya melalui sebuah produk peraturan perundang-undangan tersendiri. Dalam hal ini pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten perlu merumuskan kebiajakan daerah terkait dengan upaya perlindungan noken. Untuk mewujudkan hal ini maka komitemen dan kerja sama pemerintah pusat dan daerah tentu sangat diperlukan.
Pada hakikatnya, noken warisan budaya takbenda dihayati sebagai wadah diri, wadah keluarga, wadah komunitas, wadah masyatakat dan bahkan kehadiran bangsa-negara pun membutuhan wadah dalam penguatan karakter bangsa manusia tanpa sinisme karena membutuhkan pelindungan dan pengembangan atas warisan budaya luhur ini. Kenyataannya pun tampak bahwa sinisme di benak pemilik warisan budaya leluhur tanpa menilai bahwa noken warisan budaya yang luhur ini tersimpan berbagai nilai-nilai yang hidup demi menghidupkan dalam kehidupan sehari-hari dari generasi dahulu, sekarang dan akan datang.
Noken sebagai warisan budaya yang terancam punah, sudah selayaknya dilindungi oleh negara. Adapun upaya untuk melestarikan noken yaitu dengan melakukan proses identifikasi, inventarisasi (pencatatan noken sebagai warisan budaya Takbenda), penelitian, preservasi (menjaga dan memelihara), memajukan (asalkan tidak tercerabut dari akar budayanya), dan mentransmisikan budaya noken melalui berbagai kegiatan.@