Oleh Ansel Deri
JUMAT 27 September 2019. Di Lantai 3 Graha Oikumene Gedung Persekutuan Gereja-gereja di (PGI) Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat. Saya tiba sejam sebelum dimulai acara diskusi “Solusi Damai untuk Papua”. Diskusi digagas Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI).
Sehari sebelum acara diskusi, Ketua Umum DPP GAMKI Wilem Wandik melalui stafnya, Alexander Ramandey, menghubungi saya jadi moderator memandu acara yang menghadirkan para narasumber bagaimana gagasan mereka masing-masing di bidangnya ikut membantu pemerintah mencari format jalan keluar (solusi) damai bagi masyarakat tanah Papua.
Diskusi menghadirkan lima pembicara masing-masing Ketua Umum DPP GAMKI sekaligus anggota DPR RI Dapil Papua Willem Wandik, penggagas Papua Damai dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Adriana Elisabeth, tokoh Gereja Papua Frans Ansanay, dan dua tokoh muda Papua yaitu motivator dan lawyer Methodius Kosay SH, MH serta wirausahawan Billy Mambrasar atau lengkapnya Gracia Billy Yosaphat Y. Mambrasar.
Billy Mambrasar. Nama ini masih asing di telinga saya kala bersua di Graha Oikemene yang berhadapan dengan RS St Carolus Jakarta. Begitu pula Metho Kosay. Mama yang kalah akrab di telinga saya seperti Wandik, Ansanay atau Adriana. Wandik saya kenal sebagai sosok politisi muda setelah terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019. Sedang Adriana saya kenal sebagai salah seorang penggagas Dialog Papua Damai bersama rekan-rekannya seperti (alm) Pastor Dr Neles Kebadabi Tebai Pr dan Muridan S Wijoyo.
Nama Billy Mambrasar muncul dari Istana Negara Jakarta Kamis, 21 November 2019. Bily, anak muda potensial asal tanah Papua itu ditunjuk langsung Presiden Joko Widodo sebagai Staf Khusus Presiden. Billy, demikian Jokowi, saat ini sedang menempuh pendidikan strata dua di Oxford University, Inggris konsentrasi bisnis.
Saat memberikan waktu memperkenalkan diri sebelum menyajikan materi dalam diskusi Solusi Damai Papua, anak muda tanah Melanesia ini menyampaikan sekilas rekam jejaknya di bidang pendidikan. Billy menyebut, sebumnya ia merampungkan studi di Australian National University (ANU) dengan beasiswa dari Pemerintah Australia dan menjadi mahasiswa terbaik pada 2015 lalu.
Billy juga menyebut dalam waktu yang tak lama ia akan terbang ke USA mewujudkan cita-cita menempuh studi doktoral dengan Beasiswa Afirmasi dari LPDP di Universitas Harvard, Amerika Serikat dalam bidang pembangunan manusia. Bagi anak muda Papua seusianya, cita-cita melanjutkan studi di perguruan tinggi di negara adidaya itu tak pernah terlintas di benaknya.
Lahir dan besar dari keluarga kurang mampu di Serui, Kepulauan Yapen, Papua, tentu jauh dari mimpi bagi kebanyakan anak muda dari kampung. Ia mengisahkan, saat masih tinggal di Yapen, setiap hari ibunya berjualan kue dan makanan di pasar guna mengongkosi ekonomi keluarga. Aktivitas ini dilakukan karena gaji ayahnya yang adalah seorang guru belum cukup. Ia mengaku, kerap turun gunung membantu sang bunda berjualan kue. “Subuh ibu bikin kue, paginya ibu pergi ke pasar jualan, kami ke sekolah sambil bawa kue untuk dijual,” kata Billy mengutip Kantor Berita Nasional Antara, Jakarta.
Semangat juang dan pantang menyerah selalu tertanam dalam hati. Hal yang juga dimiliki sebagian besar anak muda Papua yang bertaruh nasib hidup di kota-kota di jalur pendidikan. Akhirnya, mereka menjadi pribadi militan dan cekatan dalam banyak hal, terutama di bidang pedidikan. Mereka, anak-anak muda Papua juga memiliki kemampuan luar biasa besar di pasar kerja.
Billy juga membuktikan sendiri betapa anak muda tanah Papua juga bisa membuktikan kehebatan di tingkat dunia. Ia misalnya, pernah diundang magang oleh Pemerintah Amerika Serikat dan berbicara di State Department Amerika Serikat. Ia akhirnya menjejakkan kakinya di White House dan bertemu Presiden Barack Obama. Bahkan tahun 2017, ia ditunjuk sebagai utusan Indonesia yang berbicara tentang isu pendidikan di Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat.
Berbekal ilmu yang diperoleh ia juga care terhadap dunia pendidikan bagi anak-anak Papua melalui Yayasan Kitong Bisa yang dirintis sejak 2009. ‘Kitong Bisa’ mempunyai arti kita bisa. Atau dengan kata lain semua anak-anak Papua bisa meraih pendidikan meski berasal dari keluarga miskin.
Melalui Kitong Bisa, Billy ingin memberikan akses pendidikan untuk anak-anak tidak mampu, khususnya di Papua dan Papua Barat. Sejumlah pelatihan keterampilan juga diselenggarakan. Saat ini, ‘Kitong Bisa’ melalui usaha sosialnya, mengoperasikan sembilan pusat belajar dengan 158 relawan dan 1.100 anak.
“Saya melihat kompleksitas pendidikan dan juga akses pendidikan masih menjadi kendala di Papua, oleh karenanya kami fokus dalam pembangunan SDM. Hal ini sesuai juga dengan komitmen Presiden Jokowi dalam membangun SDM,” kata Billy.
Presiden Jokowi menilai Billy merupakan talenta hebat tanah Papua yang diharapkan akan memberikan kontribusi berupa gagasan inovatif dalam membangun tanah Papua. Boleh jadi, prestasi dan jejak panjang Billy di bidang pendidikan dan kewirausahaan menjadi pertimbangan Presiden Joko Widodo mengangkat Billy menjadi staf khusus. Sunggu mati. Ade Bily, ko tra kosong. Wa wa wa……
Anse Deri, Penulis Buku Kejutan Politik