Oleh Ansel Deri, Mantan Staf Viktor Laiskodat di DPR
SELURUH manusia penghuni muka bumi sepertinya tengah bermuram durja. Sejak muncul di Wuhan, Tingkok, pekan ketiga Januari 2020, gerak virus korona atau coronavirus disease 2019 (covid-19) nyaris menyebar di hampir sebagian besar penduduk dunia. Nyaris semua pimpinan negara dan seluruh sumber kekuatan yang dimiliki, termasuk sumber keuangan masing-masing negara, takluk di bawah tekanan virus korona. Pemerintah masing-masing negara tak ada pilihan selain menguras pundi-pundi negara guna membentengi warganya dari serangan virus ganas tersebut dengan kampanye maupun antisipasi tenaga medis dan obat-obat untuk mencegah dan menangani virus korona.
Pemerintah dan rakyat dari pusat hingga daerah mengerahkan seluruh kemampuan menghadapi laju virus tersebut melalui solidaritas mondial, solidaritas yang mendunia. Solidaritas berkarakter lembut yang bermakna dan berniai buat masa depan seluruh bidang kehidupan kemanusiaan. Imbauan Jokowi terbukti efektif. Solidaritas mewabah atas nama perasaan senasib dan sepenanggungan sebagai sesama anak bangsa menyikapi virus korona. Presiden Jokowi dan kementerian terkait menginstruksikan semua jajaran pemerintahan mulai dari pusat hingga daerah bersama warga masyarakat mengambil langkah cepat dan efektif mencegah dan menangani virus korona agar tak sampai merenggut nyawa lebih banyak lagi.
Gayung bersambut hingga daerah, tak terkecuali Nusa Tenggara Timur. Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat tak lama berselang membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Nusa Tenggara Timur. Gubernur menunjuk Sekretaris Daerah Benediktus Polo Maing sebagai Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Nusa Tenggara Timur melalui Surat Keputusan Gubernur NTT Nomor: 103/Kep/HK/2020, tertanggal 13 Maret 2020.
Kepala Negara pun tentu tak ingin ekonomi nasional guncang kian hebat akibat virus korona. Imbauan hingga instruksi Jokowi melalui saluran televisi maupun pemberitaan media massa tak henti-henti agar warga tetap waspada, menjalani pola hidup sehat, termasuk menghindari kerumunan (social distancing), momen di mana virus korona lebih berpotensi menyebar merupakan bentuk solidaritas paling nyata. Di sisi lain, usulan lockdown belum dianggap perlu karena beresiko.
Imbauan dan instruksi Kepala Negara bak gayung bersambut. Langsung direspon para kepala daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dan warga melalui gugus tugas penanganan virus korona. Mengapa Jokawi menganggap imbauan dan instruksi itu penting? Hal itu tak lain atas pertimbangan bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi (salus populi suprema lex). Semua pihak, entah pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tokoh-tokoh agama, masyarakat serta warga negara Indonesia selalu sigap menangani dan mencegah virus korona yang sudah menjadi pandemi.
Ada tiga program prioritas yang ditempuh Jokowi menghadapi pandemi virus korona. Pertama, memfokuskan dan menggerakkan semua sumber daya negara untuk mengendalikan, mencegah, dan mengobati masyarakat yang terpapar virus korona. Kedua, memfokuskan dan menggerakkan semua sumber daya negara untuk menyelamatkan kehidupan sosial-ekonomi seluruh rakyat. Ketiga, memfokuskan seluruh sumber daya negara agar dunia usaha baik UMKM, koperasi, swasta, dan BUMN agar terus berputar. “Kita terus bekerja keras bergotong-royong tanpa henti dengan kerendahan hati untuk keselamatan seluruh rakyat Indonesia, serta berterimakasih sebesar-besarnya kepada seluruh tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, dan lainnya,” kata Fadjroel Rachman, juru bicara Presiden, Senin (23/3 2020).
Solidaritas Mewabah
Sejak virus korona masuk Indonesia dan menyebar hingga ke daerah-daerah di seluruh penjuru tanah air, seluruh warga negara seolah takluk tak berdaya. Pemerintah pun dibuat kewalahan mengambil langkah-langkah strategis mencegah sekaligus menanganinya. Ketakutan kolektif terasa, terutama di kalangan masyarakat dengan kehidupan ekonomi tak seberuntung kebanyakan warga menengah ke atas. Warga masyarakat terutama di kampung-kampung atau desa nyaris dibuat tak berdaya. Apalagi ditambah dengan kebijakan masing-masing pemimpin daerah yang sudah mulai membatasi ruang gerak manusia, barang, dan jasa antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Geliat ekonomi terusik, terasa mulai lesu, akibat virus korona. Suasana itu juga suka atau tidak suka melanda sebagian warga masyarakat di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Bali, Bandung, dan lain-lain.
Namun, pada saat bersamaan solidaritas sebagai sesama anak bangsa untuk saling tolong-menolong, bersama pemerintah berusaha mencegah virus korona serta merta lahir. Rasa solidaritas seperti mewabah seperti virus korona. Solidaritas menemui maknanya secara leksikal. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan arti solidaritas sebagai suatu sifat yang dimiliki manusia secara solider; perasaan setia kawan terhadap orang lain maupun kelompok. Rasa setia kawan yang dimiliki oleh seseorang terhadap orang lain maupun kelompok dapat membuat seseorang tersebut rela berkorban demi orang lain maupun kelompok tanpa adanya rasa paksaan di dalam dirinya. Seluruh warga negara seolah diajak menjawab pertanyaan berikut: apakah bangsa itu?
Pengajar Universitas Bina Nusantara dalam artikelnya, ‘Solidaritas Besar’ Bangsa Indonesia (2016) mengutip What is a Nation karya Ernest Renan, mengajak setiap anak bangsa menjawabnya dalam hati. Renan menulis, sebuah bangsa adalah ‘suatu solidaritas besar’. Solidaritas besar itu dibentuk oleh kesadaran bahwa solidaritas tersebut merupakan buah pengorbanan banyak orang dan kesediaan dari banyak orang untuk berkorban lagi. Hal ini sepertinya mengacu pada kejadian di masa lampau, tetapi sebenarnya adalah kenyataan yang dapat dipegang sekarang, yaitu suatu kesepakatan, berupa keinginan tegas untuk melanjutkan hidup bersama sebagai suatu bangsa.
Tentang arti solidaritas atas pertanyaan apakah bangsa itu, dapat dipahami bahwa setiap orang saling menolong tanpa melihat latar belakang apapun tetapi berpijak pada rasa saling tolong-menolong, solider sebagai sesama warga bangsa. Solidaritas sesama anak bangsa lahir dari terpaan virus korona yang tak mengenal latar belakang. Data terbaru hingga Senin, 23 Maret 2020 pukul 17.40 WIB menunjukkan, jumlah kasus positif virus korona menjadi 579 kasus atau bertambah 65 kasus positif dari data sebelumnya. Achmad Yurianto, juru bicara pemerintah terkait penanganan wabah korona menyebut, sebanyak 49 orang meninggal dan 29 lainnya sembuh.
Meski mengalami perkembangan penanganan postif dari waktu ke waktu, namun paling kurang, ada hal yang dapat dicatat. Pertama, solidaritas menghadapi virus korona adalah sikap positif yang masih terawat baik di antara sesama warga bangsa. Ungkapan rasa senasib, sepenanggungan, dan tolong-menolong nampak begitu indah. Kedua, rasa solidaritas tumbuh dalam diri setiap orang dan memandang satu dengan yang lain sebagai manusia makluk ciptaan Tuhan paling mulia.
Tak berlebihan Presiden Jokowi melalui juru bicaranya memandang bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Di sinilah solidaritas menemui makna paling hakiki. Solidaritas adalah satu-satunya bahasa universal yang menempel dalam dinding hati setiap anak bangsa dalam relasi sosial kemasyarakatan. Solidaritas terus mewabah untuk kebaikan bersama menyikapi korona. Dan Nusa Tenggara Timur di bawah kendali Gubernur Laiskodat setia bergerak bersama semua pemangku kepentingan lokal mencegah dan menangani korona.
Sumber: Victory News, 3 April 2020