Hampir seluruh dunia kini paham, jika perempuan merupakan bagian dari roda pergerakan zaman, dan banyak perempuan yang menorehkan namanya dalam sejarah. Pandangan terhadap permpuan kini mungkin sedikit berubah. Pada masa lalu, bahkan mungkin masih terjadi pada masa kini, perempuan dinilai sebagai makhluk lemah, inferior, dan sebagainya. Kartini menjadi tonggak perjuangan kaum perempuan di Indonesia, walaupun fakta sejarah mencatat banyak pejuang pejuang perempuan jauh sebelum kartini.
Banyak nama pejuang perempuan di Indonesia perlahan mulai terangkat sejarahnya, semisal Dewi Sartika, Malahayati, Maramis dan sebagainya, namun masih sedikit yang kurang mengenal para perempuan hebat dari masa Klasik Nusantara (Hindu – Budha) jauh sebelum nama Indonesia dikenal, berikut adalah ulasannya:
- Ratu Shima dari Kerajaan Kaliŋga
Walaupun banyak bercampur kisah mitos, kisah penguasa kerajaan kalingga sekitar 674-732 M memiliki banyak sumber sejarah. Ratu Shima yeng bergelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara, merupakan ratu yang sangat adil, hingga berita Cina menyebutkan sampai sampai tidak ada satupun yang berani menyentuh pundi pundi emas yang terjatuh di jalan. Ratu Shima juga kelak merupakan nenek dari pendiri wangsa Sanjaya.
- Pramodawardhani dari Kerajaan Mdaŋ
Sosok Pramodawardhani sebenarnya sudah disinggung dalam prasasti Kayumwungan dalam peresmiannya pada bangunan yang disibut Jinalaya yang bertingkat-tingkat (yang pada akhirnya ditafsirkan sebagai borobudur). Pramodawardani merupakan putri mahkota wangsa Çailendra, pada akhirnya ia menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu, namun dengan adilnya pada kerajaan Mdaŋ ada dua agama yang hidup berdampingan dan bahkan memiliki candi yang besar yakni Hindu Pada Candi Prambanan (Agama Rakai Pikatan) dan Buddha Pada Candi Sewu (Agama Pramodawardhani).
- Tribhuwanatunggadewi dari Kerajaan Majapahit
Gayatri adalah Istri yang tersisa dari Raden Wijaya. Ketika Suaminya mangkat Gayatri seharusnya memegang tahta atas Raden Wijaya, sayangnya ia tidak mau dan memilih menjadi petapa. Tribhuwanatunggadewi adalah satu satunya anak Gayatri, pada akhirnya dia yang terpilih menggantikan ibunya memimpin Majapahit dengan gelar Sri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani. Pada masa kepemimpinan Tribhuwanatunggadewi Majapahit mengalami awal masa kejayaan dengan melakukan perluasan kekuasaan yang merupakan sumpah Palapa. Pada masanya Majapahit berhasil menaklukkan Sumatera dan Bali. Tribhuwanatunggadewi memerintah dari tahun 1328 hingga tahun 1351. Tribhuwanatunggadewi merupakan ibu dari Hayam Wuruk.
- Suhita dari Kerajaan Majapahit
Menjelang keruntuhan Majapahit, tercatat ada Permaisuri yang gigih menumpas pemberontakan, ia bernama Suhita. Tidak begitu jelas perihal asal usul Suhita, karena ia hanya diceritakan menjelang perang Paregreg. Saking terkenalnya Suhita disebut dalam kronik Cina di Kuil Sam Po Kong dengan ejaan Su King Ta.
Penulis: Indra Eka Widya Jaya.
Sumber:
Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). Sejarah Nasional Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Slamet Muljana. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara, 1979.
Sumber : kebudayaan.kemdikbud.go.id