DALAM bukunya Kata Waktu – Esai-esai Goenawan Mohamad 1960-2001 (Penerbit Pusat Data dan Analisa Tempo), Goenawan mengatakan bahwa: “Puisi dimulai dengan semangat dan kerinduan, dan berakhir dengan kerendahan hati. Mereka yang mencipta dengan sungguh-sungguh tahu bahwa kesenian merupakan usaha yang tak putus-putusnya. Jika seni merupakan proses dialektik – manusia di satu sisi dan realitas di pihak lain – dialektik itu tak kunjung habis. Hasil seni tak pernah sempurna, meskipun ia selalu ingin demikian.” Semangat menulis itulah yang menjadi pelatuk bagi Yakobus Odiyaipai Dumupa menerbitkan buku puisinya Apa Itu Cinta. Permenungan tentang cinta (dari cinta akan sesama sampai ke pencarian akan cinta abadi) menggelisahkan Yakobus untuk menulis puisi-puisinya.
Pesona Cinta
Dari novel pengarang Rusia Dotoevski, Crime and Punishment, kita dapat memperoleh inspirasi yang menarik mengenai cinta. Bagaimana tidak? Dalam novel itu, dikisahkan bagaimana Raskolnikov seorang mahasiswa yang miskin, terdesak akan kebutuhannya akan uang untuk melunasi biaya kuliah dan kosnya di Petersburg (Moskow sekarang), menjadi mata gelap dan membunuh dua orang perempuan tua, tukang gadai barang. Kepada mereka ini Raskolnikov biasa menggadaikan barangnya. Sekian lama polisi mencari jejak si pembunuh, namun belum menemukan. Sekian lama pula, Raskolnikov berada dalam kegelisahnnya karena perbuatannya belum diketahui.
Akan tetapi tatkala percintaan terjalin antara Raskolnikov dan Sonia, meluaplah pengakuan dari hati si anak muda yang gelisah oleh karena beban kejahatan yang tersembunyi dan telah terlalu lama ditanggungnya. Pengakuan itu tercurah bagaikan air ke dalam jembangan ketulusan dan kesederhanaan si gadis miskin itu. Tetapi drama percintaan itu tidak hanya berhenti di situ. Daya cinta Sonya mendorong Raskolnikov untuk melangkah lebih jauh lagi, menegakkan harga diri Raskolnikov, sehingga ia berani secara jantan mengakui perbuatannya itu di hadapan polisi. Memang, Raskolnikov akhirnya mendapat ganjaran delapan tahun kerja paksa di Siberia, namun Sonia yang setia tidak meninggalkannya sendirian. Ia ikut menemani kepindahan kekasihnya ke Siberia. Yang menarik, Sonia tidak dilukiskan Dotoevski sebagai seorang moralis, yang berkotbah mengenai kebaikan dan tanggung jawab atau pun menjelaskan mengenai jahtnya pembunuhan, melainkan sebagai seorang gadis yang sederhana, yang bahkan sering menjadi incaran orang-orang kaya untuk dijadikan koirban karena kemiskinan dan kesederhanaannya.
Teknologi canggih dewasa ini bisa menjelaskan kemungkinan memindahkan gunung untuk membuat jalan raya atau menimbun jurang untuk membuat jalan kereta, menimbun danau untuk pertanian dan sebagainya. Akan tetapi cinta bukanlah “teknik” dan untuk menggerakkan hati, atau menegakkan harga diri, ternyata diperlukan energi yang jauh lebih besar dari yang bisa dicipta oleh “teknik”. Teknik mampu memproduksikan energi atom atau nuklir, yang berdaya guna. Akan tetapi energi ini tak bisa menggerakan perasaan moral manusia.
Hanya dalam cinta yang tulus dan setia ada energi yang besar sekali, energi yang bisa menggoncang kehidupan, merobohkan kesombongan, mencairkan kebekuan, dan menerobos kemampetan ( Bagian ini sepenuhnya saya ambil dari buku: A. Sudiarja, Menemukan Tuhan dalam Segala, Kanisius 2014). Yakobus Odiyaipai Dumupa meyakini bahwa cinta mampu memberikan energi untuk kehidupan.
CINTA DAN HUDUP
Ketika cinta tak terbendung
Yang dibutuhkan hanya kepercayaan
Biarkanlah kasih kalbumu bersatu
Sebesar ketulusan kasih kalbuku
Ketika kasih kalbu bersatu
Yang dibutuhkan hanya pengorbanan
Biarkanlah dirimu berkorban
Sebesar kukorbankan diriku
Ketika pengorbanan terbukti
Biarkanlah dirimu menemukan makna hidupku
Sebesar aku menemukan makna hidupmu
Menuju akhir kehidupan dunia
(Lereng Merapi, 17/06/2010).
Puisi bukan deretan kata mati, puisi adalah realitas hidup ketika dibahasakan, disuarakan, dan digaungkan dalam keindahan kata. Dalam puisinya “Gelora Cinta Teluk Saireri”, Yakobus seolah menegaskan bahwa hal-hal yang mempesona, sebelum hilang mesti kita olah menjadi karya sastra entah itu berupa puisi ataupun cerpen.
GELORA CINTA TELUK SAIRERI
Cinta yang membekas
Kapal Dorolonda adalah saksi
Kala kau tergoda dan pasrah
Disambar kedip mesra tatapanku
Kau tersenyum malu
Ditengah alunan gelombang
Tak henti kau menatapku
Dalam hembusan angina malam Saireri
Kala aku ulur tangan hendak kenal
Kau menyambar girang
Aku mengaku Rajawali rimba
Kau mengaku Rembulan Serui
Dewa cinta melilit kita
Dalam peluk cium mesra
Dewi bulan menemani kita
Dalam canda tawa girang
Takdir tak dapat dilawan
Kau pergi menghiasi taman kembang
Aku pergi mengitari rimba
Tapi kenangan cinta tetap abadi.
(Km. Doloronda Nabire-Serui, 04/06/2008).
Seorang filsuf besar abad 20, Alfred North Whitehead, membicarakan agama sebagai sumber visi dan penggerak untuk bertualang atas dasar keyakinan iman. Whitehead juga menekankan pentingnya “adventure” (sikap dan keberanian untuk melakukan suatu penjelajahan baru). Allah digambarkan oleh Whitehead sebagai suatu daya dinamis yang secara imanen berfungsi dalam pergulatan hidup manusia di dunia ini dan bukan sebagai suatu individu yang serba transenden. Agama adalah dasar yang memberikan jaminan bahwa perjuangan hidup yang tak kunjung habisnya untuk menyempurnakan hidup di dunia ini, tidaklah sia-sia. Agama memberikan rasa damai. Rasa damai diperoleh karena walaupun proses hidup di dunia ini tidak lepas dari kekurangan, kesalahan dan dosa, namun Tuhan Penebus dan Penyelamat mampu menjalin suatu karya seni yang indah. Yakobus dalam peziarahan hidupnya, dengan penuh kerendahan hati terus mencari cinta yang berasal dari Sang Sumber Cinta. Tentang itu ia menulis:
PELUKAN KEABADIAN
Dalam remang-remang kabut kehidupan
Ketika segala sinar sirna dihadapan waktu
Tersisa senyap-senyap melodi ratapan
Aku termenung tak berdaya di ujung senja
Seakan girang yang berlalu tak bermakna lagi
Hanya jejak-jejak pengantar kea lam binasa
Hendak kuratapi setiap detik yang berlalu
Tapi tak ada harapan yang sudi menolong
Di ujung senja ini aku terlelap lunglai
Bermimpi bidadari merangkulku mesra
Membawaku terbang tinggi ke kayangan
Agar aku tetap dalam pelukan keabadian
(Dune Kapau, Makewaapa, 9/8/2015)
Yakobus seakan mengajak kita melihat Tuhan dengan kaca mata Whitehead, Tuhan sebagai teman seperjalanan dan teman senasib sepenanggungan yang maha memahami, maha memaklumi dan oleh karena itu maha mengampuni.
Paskalis Bataona