Maumere Berandanegeri.com – SEBANYAK 117 jiwa dari 20 Kepala Keluarga (KK) yang mendiami Kampung Wiro Wetir, RT 14 RW 006, Dusun Wegok Natar, Desa Seu Sina, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka Propinsi NTT masih terisolir dan tidak memiliki Jamban sehingga warga membuang air besar (BAB) dikebun.
Ketua RT 14, Kampung Wiro Wetir, Ambros Nong Gaga (46) ditemui dikediamannya, Selasa, 27 April 2021 menuturkan bahwa sebanyak 117 jiwa dari 20 KK, masih sangat terisolir dari berbagai aspek pembangunan.
Ambros menuturkan sebanyak 20 KK warga Wiro Wetir, belum memiliki MCK, jaringan air bersih dan listrik. Kondisi itu membuat warganya terpaksa BAB di kebun karena di wilayah itu tidak ada hutan.
Ambros menambahkan, masalah ketersediaan air bersih di kampungnya menjadi kendala tersendiri untuk penggunaan Jamban sebagai kebutuhan BAB warga.
“Semua warga termasuk saya sendiri, terpaksa buang air besar di kebun-kebun karena di sini tidak ada hutan. Sepertinya sudah tradisi. Tidak ada yang punya Jamban . Bagaimana mau bangun Jamban, kami susah air,” kata Ambros.
Sedangkan kebutuhan air bersih, untuk mandi, masak dan minum harus menempuh jarak 2 km untuk mengambil air di sumur milik warga di Kewapante. Atau membeli seharga Rp 100 ribu pet satu tengki berkapasitas 5 ribu liter.
Sementara untuk penerangan rata rata warga masih mengandalkan lampu pelita di malam hari.. Kondisi itu menyulitkan warga untuk beraktifitas di malam hari. Anak sekolah terpaksa belajar dengan penerangan lampu pelita.
Di wilayah itu terdapat 11 orang siswa-siswi Sekolah Dasar. Sedangkan siswa SMP tidak ada sama sekali. Sedangkan siswa SMA hanya 1 orang, yakni anak dari Ketua RT 014.
“Banyak yang putus sekolah, setelah sambut baru. Anak SD 11 orang, SMP tidak ada sama sekali dan SMA itu satu orang, anak saya sendiri,” kata Ambrosius.
Terhadap 11 siswa SD di Wiro Wetir lanjut Ambros, terpaksa harus menempuh jarak 2 sampai 3 KM untuk ke sekolah. Ada yang sekolah di SD Inpres Watu Wekak, dan SD Inpres Wolonmbue Desa Waiara.
Henika Emi (35) seorang ibu rumah tangga, yang ditemui di rumahnya mengatakan hanya mengandalkan air hujan yang ditampung untuk kebutuhan masak, minum, mandi dan cuci pakaian.

“Kami hanya harap air hujan yang ditampung di profile tank saat hujan. Itu yang kami gunakan untuk masak, cuci dan minum,” kata Henika Emi.
Menurut Emi, kondisi topo grafi kampung Wiro Wetir yang terletak di lembah, membuat harga air tengki menjadi mahal. Dimana harus membayar extra Rp 50 ribu di luar harga air, sewa selang yang akan digunakan dari mobil tengki ke rumah warga.
Warga Wiro Wetir, berharap perhatian pemerintah agar bisa keluar dari kemelut yang menyelimuti warga yang masih sangat terisolir di pinggiran Kota Maumere. (Athick)