Ratapan Malam Ini
Malam ini adalah malam yang berbeda.
Udara dingin terasa tembus menujam.
Jantungku berlari kencang
Badan gemetar genggam tangan tak berdaya.
Ringkuk badanku mencari kehangatan
Tanpa kulepas genggam itu.
Coba tenangkan diri
Namun, takut entah mengapa sangat besar.
Sorak demi sorak terus terdengar.
Batin berteriak,
Tapi mulut terkatup isak.
Aku harus bagaimana?
Semakin tahan isakan,
Semakin sesak dada.
Wajah basah buliran air
Terasa keringat yang terus terjun.
Telinga rasa berdenging
Olokan-olokan tiada henti.
Ingin menerkam BERHENTI
Lagi dan lagi tidak sampai ujung bibir.
Aku bingung.
Aku takut.
Raga memang disini,
Tapi jiwa seakan melayang mencari lindung.
Mata terus menatap bawah
Melihatnya tidak bernyawa.
Dengan tak hentinya harap,
Ada secuil belas kasih lewat.
Yogyakarta, 4 September 2021
————————————————————
Bisik Harap Para Dinda: Korban Jugun Ianfu
Fajar kali ini sangat berbeda,
Seakan sambut tuk mulai cerita.
Biru langit manjakan mata.
Telihat kelopak kecil didukung semesta.
Dinda sang bunga Krisan.
Perlahan merekah memberi jutaan impian.
Langkah kepercayaan serta keyakinan dimantapkan.
Hingga terbayang esok akan menjadi kenyataan.
Badai menghantam, sang Dinda terombang-ambing kalut.
Firasat buruk sampai pikiran.
Hati hancur, gelisah, nan takut.
Bom waktu memuncak keadaan.
Enam puluh tahun bukanlah pendek.
Ingatan lampau tidak akan sirna.
Dipandang hina dicemooh makanan,
Mengusik batin terus jalan.
Dinda mantap diri
Mupuk kembali Krisan tua,
Kasat berbeda dengan lalu.
Harap jaga dan bawa sampai hayat.
Dilangkah kaki kecil nan keriput.
Menelusur masa kelam hitam berdarah.
Keyakinannya membawa pergi negeri sakura.
Meraba keadilan tak berserah pada nasib.
Krisan karib sudah gugur.
Tapi titah tidak lenyap dalam benak fana.
Apakah maaf sangat sulit tersiar?
Hingga kini mata itu terpejam untuk selamanya.
Yogyakarta, 15 September 2021
————————————————————–
Malam Sunyi
Terjaga dalam purnama.
Menggoret lagi luka hampir mengering.
Hembusan angin pun ikut tertawa,
Semakin kencang, hingga pedih dirasa.
Tercambik-cambik dengan penyesalan,
Pikiran terasa ikut berontak.
Sesak dalam dada, mengudara dalam mata.
Menguap hingga linangan bak genangan.
Menopang jiwa dalam raga.
Menguatkan diri kian menjadi santapan.
Menarik semua kebusukan yang menari-nari,
Sebab berpisah ialah perjalanan.
Yogyakarta, 24 September 2021
____________________________________
Raga Tak Sendiri
Langit mengisyaratkan malam
Lampu kota memuntahkan cahaya
Dengan gelap bersua.
Angin berembus membawa kenang
Memberi sukma akan harap
Untuk delusi tak lagi terulang
Gelapnya membaur nyata
Lihat sekeliling layak semut dan gula
Namun, diri merasuk sendiri
Kembali melanjut langkah
Mengarah mata ke bukit menjulang
Mengingat diri, ini belum usai.
Yogyakarta, Oktober 2021
———————————————————————————————-
Tentang Penulis
Untaian kata dari jiwa muda yang selalu tenang. Seorang gadis yang diberi nama dengan berkat oleh sepasang merpati muda saat itu, bersamaan dengan sorakkan bangga yang terus bergemuruh di Agustus 2002. Suka mengulik hal bersejarah yang menegangkan dan percaya kalimat “bahwa semuanya akan baik-baik saja”. Sekarang ia masih menggali banyak informasi di Universitas Sanata Dharma Yogykarta sebagai mahasiswa Sastra Indonesia angkatan pandemi 2020.
Penulis bisa disapa di instagram: @bennceh.