Oleh Cicilia Damayanti, Dosen Universitas Indraprasta PGRI – Jakarta
Pendahuluan
Pendidikan adalah akses di dalam segala lini kehidupan. Kegiatan ini memampukan manusia untuk dapat berkembang dan berfungsi (functioning) dalam hidupnya. Pendidikan adalah budaya. Melalui pendidikan, tradisi baik lisan maupun tulisan dapat disebarkan. Manusia dapat mengenali potensi dirinya dan mengembangkannya melalui pendidikan. Sehingga pendidikan adalah kesempatan manusia untuk membuat hidupnya lebih baik.
Perempuan berperan penting dalam pendidikan. Kartini, Kardinah, dan Roekmini adalah tiga srikandi dari Jepara yang menginginkan perempuan memperoleh haknya untuk belajar. Pada masa itu pendidikan, khususnya di Jawa, diberikan hanya untuk anak laki-laki bangsawan. Tetapi ketiga srikandi ini beruntung karena kakek dan ayahnya cukup terbuka pemikirannya. Mereka mendapatkan kesempatan belajar di Europese Lagere School (sekolah dasar di masa Belanda). Pengalaman belajar inilah yang membuat pikiran mereka terbuka dan hatinya tergerak untuk membantu perempuan lainnya.
Daun Semanggi dan Persatuan
Pada masa itu, budaya Jawa kurang bersabahat bagi kaum perempuan. Tugas mereka lebih difokuskan pada urusan domestik: kasur, sumur, dapur. Mereka diharapkan mampu melaksanakan 3M dengan baik: masak, macak, manak. Tuntutan terbesar dalam hidup mereka adalah untuk peduli pada kehidupan keluarganya. Anak perempuan yang sudah berumur 12 tahun akan dipingit (tidak boleh keluar rumah). Mereka akan menunggu sampai waktunya datang untuk dinikahkan dengan pria yang sudah dijodohkan baginya. Menikah bagi kaum bangsawan adalah untuk melanggengkan kekuasaan, yang berarti mereka harus siap menjadi istri pertama, kedua, dan seterusnya.
Kartini, Kardinah, dan Roekmini mencoba untuk mendobrak budaya itu. Dalam pingitannya, mereka tetap membaca banyak buku yang mengasah otak dan hatinya. Kartini mengibaratkan mereka seperti daun semanggi. Daun semanggi adalah tumbuhan sejenis paku air yang mudah ditemui di tepi saluran irigasi dan di pekarang rumah. Bagi yang tidak tahu, tanaman ini terlihat seperti rumput liar. Orang awam cenderung abai pada tanaman itu. Tetapi kartini sangat menyukai daun ini, bahkan dia memakannya bersama dengan bumbu pecel. Daun semanggi biasanya berjumlah 3. Apabila ada orang yang mendapatkan daun berjumlah 4, dia akan dianggap beruntung. Sebab daun semanggi berjumlah 4 sangat jarang didapatkan. Bagi Kartini, daun itu melambangkan persatuan antara dirinya dengan Kardinah dan Roekmini. Daun semanggi dijadikan simbol dari bersatunya tiga kekuatan untuk mendobrak paradigma lama tentang perempuan. Mereka ingin kaum perempuan juga mendapatkan kesempatan untuk belajar. Melalui mereka, emansipasi perempuan untuk pertama kali digerakkan.
Daun semanggi ini melambangkan tiga srikandi ini. Lambang rumput liar, kurang menarik, cenderung untuk dibuang karena dianggap mengganggu. Tetapi daun ini ternyata sangat berguna bagi kesehatan tubuh. Daun semanggi sangat bermanfaat bagi kesehatan tulang, terutama untuk mencegah osteoporosis. Tulang adalah simbol kekuatan dan penopang. Tiga srikandi ini menjadi penopang bagi pendidikan kaum perempuan saat itu. Bagaimana sepak terjang mereka untuk memajukan pendidikan perempuan?
Pendidikan Vokasi untuk Perempuan
Tiga Srikandi ini beruntung karena sempat mengecap pendidikan di sekolah. Mereka bisa baca tulis dan fasih berbahasa Belanda. Dengan kemampuan ini, mereka dapat membaca banyak buku, terutama sastra. Dalam bilik kamarnya, saat dipingit, mereka menggunakan kesempatan ini untuk membaca. Setelah masa pingitan ini selesai, mereka mendesak ayahnya agar diberikan kesempatan untuk membuka sekolah bagi kaum perempuan. Ayahnya mengabulkan hal tersebut dan menyediakan pekarangan rumah mereka sebagai tempat mengajar.
Pendidikan mereka pada saat itu terpusat untuk kaum perempuan. Mengapa hanya dikhususkan bagi perempuan? Pada saat itu perempuan, meskipun bergelar bangsawan, sangat sulit untuk mendapatkan akses pendidikan, apalagi yang rakyat biasa. Budaya Jawa pada waktu itu mengharuskan perempuan untuk dipingit bila sudah mendekati umurnya untuk dinikahkan. Sehingga mereka sulit mendapatkan kesempatan untuk maju dan mengembangkan dirinya. Mereka berusaha mendobrak tradisi tersebut. Sebab bagi mereka, perempuan harus terdidik. Perempuan adalah calon ibu. Ibu yang terampil dan terdidik akan dapat membesarkan anak-anaknya dengan baik.
Kartini, Kardinah, dan Roekmini kemudian membuka sekolah bagi kaum perempuan. Mereka mengajarkan baca tulis, juga ketrampilan seperti membatik, melukis, dan lain-lain. Membaca adalah jendela dunia. Dengan membaca wawasan mereka semakin terbuka. Membuka pikiran mereka akan dunia lain selain dunia yang sempit dan terkurung adat istiadat serta agama. Pendidikan mereka saat itu terpusat pada pendidikan vokasi. Prinsip mereka belajar akan lebih berdaya guna dan bermanfaat bila langsung praktik. Pendidikan vokasi mengasah ketrampilan mereka, khususnya dengan membatik. Mengapa batik? Kemampuan ini sangat dibutuhkan pada saat itu (faktual). Membatik adalah kesempatan yang baik bagi perempuan untuk mengasah kemampuannya. Saat membatik, mereka sedang berhadapan dengan dirinya sendiri. Membatik membutuhkan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Momen ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk merefleksikan diri, mengenal diri sendiri, dan untuk bergerak melakukan perubahan (dalam hal ini untuk menghasilkan kain batik yang bagus).
Pada saat itu perempuan harus menikah. Sebab itu menjadi jalan bagi mereka untuk diakui statusnya di masyarakat. Perempuan terikat pada tradisi yang menjadikan mereka harus tergantung pada laki-laki. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk menjadi apa yang mereka inginkan. Bagi tiga srikandi, budaya ini harus diubah. Pendidikan menjadi sarana bagi mereka untuk melakukan perubahan ini. Pendidikan menjadi jalan keluar yang ditawarkan tiga srikandi ini untuk perempuan mempunyai kesempatan hidup mandiri. Kartini, Kardinah, dan Roekmini mempunyai kesempatan. Sebab orang tuanya mendukung untuk mereka bisa belajar. Setelah itu mereka juga memiliki suami yang mendukung mereka dalam mewujudkan cita-citanya memajukan kaum perempuan. Apa yang sudah mereka lakukan untuk kaum perempuan saat ini?
Kesetaraan Pendidikan
Sangat disayangkan Kartini berumur sangat muda. Dia meninggal pada usia 25 tahun, 4 hari setelah melahirkan anak tunggalnya. Kepergiannya sangat membuat adik-adiknya ini terpukul. Namun juga menjadi cambuk bagi mereka untuk semakin berjuang demi kesetaraan kaum perempuan.
Kardinah yang menikah dengan Bupati Tegal meneruskan kembali perjuangan Kartini dengan membangun sekolah untuk perempuan. Dia tidak menyukai sistem pendidikan Belanda yang terlalu mengekang kaum pribumi untuk mengakses pendidikan. Sebab pemerintah Belanda hanya memperbolehkan kaum laki-laki bangsawan saja yang bersekolah. Kardinah, atas dukungan dari suaminya membuka Sekolah Kepandaian Putri Wisma Pranowo pada 1 Maret 1916. Sekolah ini melanjutkan perjuangan tiga srikandi di Jepara. Sistem yang diterapkan terpusat untuk mengajarkan ketrampilan bagi perempuan. Dia tidak berhenti pada sekolah. Kardinah kemudian mendirikan rumah sakit khusus untuk bersalin. Sekolah dan rumah sakit ini dibangun tanpa sumbangan dari pemerintah. Tetapi murni dari hasil jerih payahnya menjual buku yang ditulisnya.
Roekmini berjuang seperti Kardinah di Kudus. Dia membuka sekolah kejuruan untuk mengembangkan ketrampilan perempuan, khususnya kerajinan kayu dan melukis. Sepak terjang Roekmini juga meluas ke dalam kegiatan berorganisasi. Dia tergabung dalam Vereeniging voor Vrouwenkiesrecht (VVV) yang gencar mengampanyekan hak pilih bagi perempuan di tahun 1927. Seperti Kardinah, dia berjuang untuk mendirikan cabang VVV di Kudus yang diberi nama Mardi Kamoeljan pada tahun 1928. Roekmini berharap organisasi yang didirikannya ini dapat meningkatkan pola pikir perempuan sehingga setara dengan kemampuan perempuan Eropa. Perempuan yang sigap dalam bidang kesehatan, pertolongan pertama, dan perawatan anak. Dia bahkan menjadi wakil Indonesia untuk kongres perempuan Asia di Lahore, Pakistan pada Januari 1931.
Perjuangan yang dilanjutkan oleh Kardinah dan Roekmini mulai berkembangan dengan memajukan pola pikir perempuan. Meskipun masih terbatas pada kemampuan domestik. Mengingat saat itu tugas perempuan banyak dipusatkan di sekitar kehidupan keluarga. Namun tidak dapat dipungkiri perjuangan ini kemudian yang membuat para perempuan lainnya semakin dapat mengembangkan kemampuannya di bidang yang lainnya. Sehingga sekarang muncul dokter, politisi, bahkan pemimpin perempuan.
**********************************************************