Oleh Agus Widjajanto
MELIHAT situasi geopolitik dan geostrategis di Asia Tenggara dan global saat ini, membenarkan analisa bahwa dalam politik tidak ada yang namanya istilah kawan maupun lawan abadi. Apalagi dalam politik erat kaitannya dengan kekuasaan, baik itu kekuasaan dalam sebuah negara maupun kekuasaan kawasan.
Kita bisa melihat bagaimana perang Ukraina dan Rusia yang sebelumnya sudah diprediksikan banyak pihak benar-benar terjadi, Hamas Palestina dan Israel, Taiwan yang selalu mewaspadai invasi militer dari Tiongkok.
Di negara kita, konflik atau sengketa di Natuna hingga kini belum menemui titik terang. Saling klaim dan tumpang tindih (nine dase line) atas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) beradu pengaruh antara China dan Amerika bersama sekutunya Australia dan United King Dom. Belum lagi pangkalan militer negara adidaya yang mengelilingi wilayah Indonesia.
Di Filipina, Presiden Marcos Jr mengijinkan dibukanya pangkalan militer di 9 titik. Dari Pulau Palawan di utara Kalimantan, Darwin Australia yang berdekatan dengan Nusa Tenggara Timur, Pulau Kokos yang berdekatan dengan Sumatra, Diego Garcia di Samudera Hindia. Berikut Singapura uang menjadi ‘pangkalan logistik’ bagi Amerika Serikat.
Melalui adagium “tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik”, kami menganggap bahwa sejarah masa lalu di Nusantara yakni Imperium Majapahit, sangat relevan untuk dihadirkan kembali. Khususnya pada puncak meletusnya Perang Paragreg yang menghancurkan Imperium Majapahit, medio 1400 Masehi.
Perang kerap tidak bisa diprediksa kapan datang dan meletus nya , kadang dipicu hal hal sepele yang punya implikasi besar terhadap peradapan manusia, dan perang merupakan sejarah awal adanya sebuah negara di muka bumi ini akan selalu ada, maka kewaspadaan harus tetap terjaga, lebih lebih negara kita dikaruniai sumber Daya alam yang begitu melimpah, letak Demografis yang sangat strategis, walau tidak selama nya invasi sebuah negara selaku menggunakan kekuatan militer, dimana Neo Imperalisme Modern juga menggunakan budaya, Hak asasi manusia, Ekonomi melalui lembaga Keuangan Dunia IMF , World Bank dan kurs mata uang asing dan Demokrasi untuk mencengkeram pengaruh nya dalam menguasai sebuah bangsa. Ini yang harus diwaspadai dimana penghancuran dari dalam kepada sebuah Bangsa merupakan modus lama dengan tema dan strategi baru yang dibungkus dengan Demokrasi, Hak asasi manusia dan budaya serta bantuan ekonomi tersebut .
Belajar dari suasana debat calon presiden semalam tgl 7 Desember dimana pasangan calon capres menyerang pasangan calon lain , menyangkut data pertahanan yang harus dibuka didalam debat terbuka, menunjukan kekerdilan cara berpikir jauh dari sifat kenegarawanan yang melindungi kerahasiaan negara , yang hanya punya tujuan politik kekuasaan praktis semata, bisa mrmbahayakan pertahanan dan kerahasiaan negara sendiri, dan ini pembelajaran bagi kita bagi generasi kita, apapun yang terjadi jangan mengorbankan kepentingan bangsa dan negara. Harus punya jiwa Nasionalis sejati yang dilandasi cinta tanah air. Dan kita harus belajar dari sejarah bangsa ini, mengapa bisa dijajah bangsa asing hingga ratusan tahun .
Kembali kilas sejarah kebelakang dalam sejarah bangsa ini, seperti tertulis dalam Sejarah, Raja terbesar dari kerajaan Majapahit yaitu Hayam Wuruk membawa Majapahit mencapai masa kejayaan, dengan menguasai Nusantara yang saat ini meliputi seluruh wilayah NKRI ditambah, semenanjung Malaya, tumasik atau Singapure, Kamboja, Philippines, Brunai Darussalam, sebagian Thailand, Vietnam yang saat ini meliputi hampir seluruh Wilayah Asia Tenggara. Yang saat itu Maha Patih Gajah Mada Atau Perdana Menteri dari pada Raja Hayam Wuruk, dengan Sumpah Amukti palapanya, akan mempersatukan seluruh Nusantara dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit. Dan benar terjadi dalam kekuasaan Majapahit, yang mempunyai Armada Angkatan Laut terbesar dan terkuat di Asia tenggara saat itu.
Usai kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit sendiri mengalami perpecahan akibat terjadinya perebutan kekuasaan di lingkungan kerajaan saat itu, yang dikenal dalam sejarah dengan Perang Paragreg .
Perpecahan Majapahit, usai wafatnya Hayam Wuruk juga ditulis dalam kitab Pararaton, dimana Majapahit terbelah menjadi dua yakni wilayah Barat dan wilayah Timur. Bre Wirabumi memimpin Majapahit di sisi Timur, usai perang Paragreg, dikutip dari “Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Leluhur Majapahit” Raja Hayam Wuruk mempunyai dua orang saudara perempuan yakni, Bre Lasem yang kawin dengan Raden Larang dari Metahun, dan Bre Panjang yang kemudian kawin dengan Raden Sumana yang bergelar Bre Paguhan. Perkawinan Bre Lasem dengan Bre pajang tidak melahirkan keturunan .
Kakawin Negara Kertagama juga menyinggung dua adik perempuan Dyah Hayam Wuruk tersebut yakni Bre Lasem dan Bre Pajang, dimana dalam kakawin Negara Kertagama mencatat lebih jelas, bahwa Bre Lasem sebenarnya adalah anak putri Daha, lahir dari perkawinan Bre Daha Dyah Wiyat Sri Rahadewi Maharajasa, dengan Bre Wengker Hyang Parameswara yang bergelar WijayaRajasa.
Jadi sebenarnya Bre Lasem adalah saudara sepupu dari Raja Dyah Hayam Wuruk, Bre Lasem bernama Rajasa duhitendu Dewi dia adalah putri tunggal Bre Daha yang berhak menggantikan ibunya Dyah Wiyat Sri Rahadewi, sebagai Bre Daha. Sedang kan Bre Pajang kawin dengan Sri Singawardana dari Paguhan.
Oleh karena Empu Prapanca, pengarang kitab Nagara Kertagama yang hidup pada saat zaman Raja Dyah Hayam Wuruk kiranya uraian sejarah nya lebih bisa diterima dan dipercaya dari pada uraian Pararaton, namun pada hakekatnya uraian Nagara Kertagama dan Pararaton itu dalam banyak hal saling melengkapi satu dengan yang lain.
Menurut catatan dalam Pararaton dari perkawinan Bre Pajang dan Singawardana dari Paguhan lahir Raden Gagak sali alias Aji Wikrama atau Wikrama Wardhana yang bergelar Bre Mataram.
Sementara dalam Negara Kertagama, Bre Lasem kawin dengan Bre Wrabhumi putra dari Dyah Hayam Wuruk dari selir (Binihaji ), sedang kan Bre Kahuripan yang kemudian kawin dengan Raden Sumirat alias Bre pandan alas.
Pararaton menyatakan bahwa Bre Wirabumi diaku putra oleh Bre Daha, yang dimaksud dengan Bre Daha disini bukan Dyah Wiyat Sri Rahadewi, bibik Dari Dyah Hayam Wuruk, karena Dyah Wiyat hidup dua generasi lebih tua, akan tetapi Rajasa Duhitandu Dewi, karena perkawinannya dengan Bre Matahun tidak membuahkan keturunan. Dyah Wiyat Sri Rahadewi wafat pada tahun 1371 di buatkan candi di Adilangu. Nama candinya bukit purwawisesa, kiranya sepeninggal Bre Daha Dyah Wiyat Sri Rahadewi tersebut, Rajasa Duhitendu Dewi berpindah dari Lasem ke Daha, berkat perpindahan tersebut ia bergelar Bre Daha, Rajasa Duhitundudewi ialah putri tunggal yang berhak menguasai tahta kerajaan Daha .
Pada waktu itu ayahnya Sri Wijaya Rajasa yang bergelar Bre Pamotan Hyang Parameswara masih hidup, dan menguasai Kerajaan Timur yang ber ibukota di Pamotan, Bre Pamotan Hyang Parameswara wafat pada tahun 1338 M, satu satunya pewaris Kerajaan Timur ialah Bre Daha Rajasa Duhitundadewi, ibu angkat dari Bre Wirabumi.
Sejak tahun 1388 M Rajasa Duhitundadewi berpindah dari Daha ke Pamotan, sedangkan Bre Wirabumi secara resmi menjadi Bre Daha, dalam berita dari Pengembara Tiongkok disebutkan Bre Wirabhumi itu disebut Put Ling Ta ha translate China dari putri Daha atau Bre Daha.
Berkat pengangkatannya sebagai putra Bre Daha, Bre Wirabhumi berhak mewarisi kerajaan majapahit sebelah timur, yang sejak tahun 1388 dikuasai Bre Daha Rajasaduhitjndadewi.
Tidak mengherankan jika pada tahun 1403 berita China itu menyebut Bre Wirabhumi yang sejak tahun 1388 menjadi Bre Daha, penguasa kerajaan Timur.
Bre Daha ( put Ling Ta ha ) pada tahun itu mengirim utusan ke negeri China untuk meminta pengakuan dari kaisar Yunglo , dari situlah Bre Wirabhumi dapat menjadi penguasa Timur yang telah dirintis oleh Hyang Parameswara WijayaRajasa sejak tahun 1377.
Bahwa kekuasaan Majapahit mengalami kemunduran dan pecah menjadi dua wilayah disebabkan oleh tiadanya Raja yang disegani dan berwibawa saat itu, yang kedua akibat Tiadanya Mahapatih atau perdana menteri sekaliber Gajah Mada untuk membantu pemerintahan yang ada, yang ketiga terjadi perang Paragreg atau perang saudara yang saling mengklaim lebih berhak berkuasa, karena tidak adanya keturunan dari Hayam Wuruk saat itu.
Sejarah mencatat, meletusnya perang paregrek dalam kekuasaan internal Majapahit diduga kuat akibat dari pengakuan kedaulatan dari Dinasti Tiongkok saat itu pada medio tahun 1400, Masehi oleh kaisar Yung Lo, dari Dinasti Ming dimana dinasti Tiongkok memberikan stempel berlapis emas sebagai pengakuan resmi kedaulatan atas Istana Majapahit Timur, yang mana utusan Tiongkok saat itu dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho. Saat itu dikatakan bahwa pada tahun 1405 M, Laksamana Cheng Ho berkunjung kepada Bre Wirabumi di Istana Majapahit Timur, dan atas dasar pengakuan kedaulatan sepihak itulah maka, Istana Majapahit Barat yang Rajanya Bhre Wirakrama Wardhana, tidak terima dan menyerbu satu tahun kemudian sejak Laksamana Cheng Ho berkunjung, Tarikh yang ditulis oleh utusan China Tiongkok sama dengan yang tertulis dalam pararathon. Dan peristiwa perang Saudara yang dikenal dengan perang Paregrek itulah menjadi pemicu runtuhnya kekuasaan Majapahit dikemudian hari.
Maka jangan sekali kali melupakan sejarah Bangsa, Kita harus Belajar dari sejarah atas perang paregrek, dimana menjadi pembelajaran kita dalam mengambil kebijakan dalam politik hukum, agar peristiwa tersebut tidak terulang lagi dimasa kini.
Kebesaran suatu Bangsa akan mengalami siklus naik turunnya kekuasaan berdasarkan Tjokro manggilingan atau siklus tiga ratusan tahunan, dan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya Kertarajasa, juga mengalami hal sama. Demikian kekuasaan Dari Imperium Imperium besar di belahan Bumi lainya, cuma kita berdoa semoga Tuhan yang Esa, akan memberikan siklus tersebut kepada Negeri tercinta Indonesia ini, dilahirkan pemimpin yang besar yang akan membawa kejayaan dan dihormati Dunia internasional, menuju masyarakat adil makmur, gemah ripah loh jinawe, toto tentrem kerto rahardjo.
Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangraw
Jakarta , 19, Juni 2023