Jakarta berandanegeri.com. Pancasila merupakan warisan luar biasa para pendiri bangsa yang mengacu pada nilai-nilai luhur, yang bersifat orisinil dan tahan zaman. Sungguh warisan nilai yang sangat berharga. Namun dalam perjalanan kehidupan berbangsa upaya mewujudkan nilai sila-sila Pancasila terasa sangat lemah. Bahkan dalam perjalanan kehidupan berbangsa ada juga upaya untuk menyingkirkan Pancasila dengan ideologi lain. Juga di kalangan kaum muda ada indikasi nilai-nilai luhur Pancasila seakan dilupakan. Tergerak oleh keprihatinan ini para akademisi yang terdiri dari Agus Widjajanto, S.H., M.Hum, Dr. Drs Rusdin Tahir, M.Si, CIQaR., CIQnr, Prof. Dr. H. Nandang Alamsyah Deliarnoor, S. AP., S.H., M.Hum, Prof. Dr. Drs. Samu’n Jaja Raharja, M.Si, Prof. Dr. H. Wawan Wahyudin, M.Pd, Dr. Drs. Rahman Mulyawan, M.Si, menuliskan gagasan-gagasan mereka mengenai Pancasila dalam sebuah buku Membangun Karakter Anak Bangsa – Melalui Pemahaman Falsafah Leluhur dan Nilai Pancasila.
Praktisi Hukum Agus Widjajanto, S.H., M.Hum, (salah satu penulis buku), Sabtu, 1 Juni 2024 meluncurkan buku Membangun Karakter Anak Bangsa – Melalui Pemahaman Falsafah Leluhur dan Nilai Pancasila. Peluncuran buku digelar tepat di Hari Lahir Pancasila yang diperingati setiap 1 Juni.
“Buku ini kami tulis sebagai bentuk keprihatinan yang mendalam sebagai anak bangsa atas kondisi bangsa,” kata dia kepada wartawan, Sabtu 1 Juni 2024.
Bentuk keprihatinan dimaksud didasarkan pada kondisi bangsa yang dirasa telah kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa. Padahal, jati diri ini adalah ruhnya Indonesia namun tergerus akibat pengaruh budaya dan doktrin asing.
Pengaruh budaya itu salah satunya terjadi karena kemajuan tekhnologi informasi. Kemajuan yang pada gilirannya membuat tidak ada lagi batas wilayah sebuah negara. Semua orang bisa dengan mudah mengakses informasi tanpa filter melalui gadget. Padahal tidak semuanya benar.
Informasi yang kadang sulit untuk disaring tapi diterima begitu saja. Akibatnya banyak nilai-nilai jati diri bangsa tergerus, juga ajaran luhur bangsa dan nilai-nilai Pancasila,” tutur Agus Widjajanto.
Pria kelahiran Kudus Jawa Tengah itu mengungkapkan, rasa kebangsaan perlahan tapi pasti luntur pada generasi muda. Banyak generasi muda saat ini mulai tidak paham dan meninggalkan budaya sendiri sebagai sebuah bangsa yang sangat minim pengetahuan atas sejarah bangsanya.
Di sisi lain, peralihan kepemimpinan nasional dari Orde Baru ke Orde Reformasi seakan memberikan kesan bahwa semua orang mendapatkan kebebasan sebebas-bebasnya. Baik dalam mengekpresikan diri maupun mengeluarkan pendapat yang memang telah dijamin oleh konstitusi.
“Tapi banyak juga yang melupakan hakekat dari kebebasan itu sendiri, terutama menyangkut rasa bertanggung jawab dan menghormati hak dari orang lain yang menjadi ajaran luhur para pendiri bangsa,” ucap Agus.
Ajaran yang mengajarkan secara bijak sesuai dengan nilai nilai luhur bangsa ini sebagai bangsa yang besar dan berbudaya tinggi. Fenomena degradasi moral disampaikan dia bukan hanya menyangkut budaya tapi seluruh aspek kehidupan baik politik, ekonomi, hukum serta sosial.
“Buku ini memuat ajakan agar segenap anak bangsa, di samping mengejar kemajuan dengan hal-hal baru, tapi juga jangan melupakan etika luhur dan budaya bangsa sendiri, agar tercipta keselarasan di semua lini kehidupan,” kata Agus Widjajanto.
Diingatkan pula bahwa menjaga nilai-nilai luhur bangsa bukan hanya tanggungjawab pemerintah melainkan seluruh pihak. Baik kaum pendidik, agamawan, budayawan dan setiap insan sebagai warga negara.
Ia berharap upaya membangun kembali karakter bangsa terus digalakkan agar bangsa ini kembali jati dirinya sesuai warisan leluhur dan para pendiri bangsa serta raja-raja nusantara yang agung dimasa lalu.
Dalam buku itu juga ditekankan pula bahwa hidup sejatinya adalah agar bisa memberikan pencerahan kepada sesama sebagai lilin penerang kehidupan (urip kuwi sejatine urup). Diharapkan semua pihak kembali membumi kepada Ibu Pertiwi dan tidak pernah lupa budaya dan adat istiadat sendiri sebagai bangsa timur.
Tentunya sesuai nilai luhur Pancasila bukan hanya berkedudukan sebagai Dasar Negara saja, akan tetapi juga sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa yang telah mulai dilupakan oleh generasi muda anak bangsa. Karena budaya kita adalah paternalistik, semuanya harus dimulai dari para pemimpin yang memberikan suri tauladan sekaligus panutan bagi semua anak bangsa. Yakni dengan perilaku yang menjunjung tinggi etika, moral, nilai-nilai agama, dan hukum.
“Tiada gading yang tak retak, tapi setidaknya buku ini sebagai upaya mengembalikan pemikiran terhadap sesama anak bangsa agar tidak melupakan jati dirinya sebagai bangsa yang berbudaya besar. Semoga bermanfaat!,” demikian Agus Widjajanto.