• Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
Minggu, Mei 25, 2025
  • Login
No Result
View All Result
Beranda Negeri
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
No Result
View All Result
Beranda Negeri
No Result
View All Result
Home OPINI

Paskah dan Peziarahan Iman

by Redaksi
Mei 4, 2025
in OPINI
0
Paskah dan Peziarahan Iman
0
SHARES
4
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp
Oleh Lucius Poya Hobamatan, Pastor Paroki St. Yohanes Don Bosco, Tanjunguban – Bintan

 

 

Kita menyambut kebangkitan Tuhan pada Minggu Paskah, dengan sebuah upacara vigili. Vigili berarti malam berjaga-jaga. Sebagai ungkapan berjaga-jaga itu, kegelapan malam ini ditaburi dengan cahaya, sehingga sering pula disebut malam cahaya.  Disebut malam cahaya, karena dalam gelap, manusia berziarah dalam tuntunan satu titik cahaya, yang bagi orang katolik disebut lilin paskah. Manusia yang berziarah dalam gelap itu kemudian menyulutkan sebatang lilin miliknya pada satu titik cahaya itu, sehingga kegelapan yang pada mulanya menguasai ziarah manusia, kini berubah. Temaram cahaya menguasai gelap dan menghiasi ziarah hidup manusia. Dalam temaram cahaya itu, manusia kristiani bertakbir, memuji keagungan Allah, seperti takbiran saudara-saudara kita muslim saat menyambut idul fitri, memuji dan memuliakan karya penyelamatan Tuhan yang menakjubkan, kemudian hening mendengar karya penyelamatan Tuhan itu, dalam seluruh Sabda Penyelamatan-Nya, yang terangkum dalam Sembilan bacaan, mulai dari Taurat, Kitab Para Nabi dan Mazmur, yang kemudian digenapi dalam Kristus, saat Injil dikumandangkan, karena Ia adalah penggenap Taurat, Kitab Para Nabi dan Mazmur itu.

Walau tersamar dan tak sanggup dicerna, namun  Lukas merangkai kisah itu dengan sangat indah. Kata Lukas, dalam cuaca kehidupan antara gelap dan terang; antara selimut malam yang masih membungkus jiwa dan secercah cahaya yang mulai membersit karena fajar akan segera menyinsing; pergilah beberapa perempuan ke kubur Yesus; ke kubur sang Tuan yang mereka ikuti dan mereka imani. Perempuan-perempuan ini membawa rempah-rempah untuk memburati Tubuh Tuhan, karena pikiran dan hati mereka masih terbelenggu oleh gelap malam pemahaman bahwa kematian adalah akhir. Perempuan-perempuan ini membawa rempah-rempah untuk memburati Tubuh Tuhan, karena mereka masih dikungkung  dalam keterbatasan budi bahwa Yesus hanyalah manusia Yahudi. Dan oleh karena itu, tragedi kematiannya adalah akhir segalanya.  Yesus mati dan dikubur. Hanya itu. Kematian dan kubur itu bagai malam gelap yang menyiksa dan memenjarakan budi, jiwa, hati dan iman, sehingga peristiwa sengsara, kematian dan pemakaman yang ditenun Yesus sejak Kamis Putih sampai Sabtu Sancto itu, mencabut dan menghapus akar-akar pemikiran dan iman yang ditanam dan dipelihara Yesus selama tiga tahun, dalam nubuat tentang siapa diri-Nya dan mengapa Bapa mengutus-Nya ke dunia. Dan oleh karena itu, perjalanan para perempuan ke kubur dalam cuaca yang masih gelap gulita,  adalah perjalanan manusia yang masih terbelenggu gelap; belum ada secercah cahaya. Mereka pergi untuk mengungkapkan kasih yang bisa mereka lakukan kepada Dia yang mereka cintai. Hanya itu. Pembaharuan hati, budi, serta jiwa belum terjadi. 

Syukurlah secercah cahaya mulai membersit dalam gelap, dan selimut kematian mulai tersibak; tatkala para perempuan itu menjumpai pintu kubur yang sudah terbuka karena batu penutup yang beratnya kurang lebih 2000 kilo gram itu telah terguling.  Namun tanda tanya dan kesedihan masih menyelimuti hati dan budi para peziarah itu. Kemilau cahaya baru sungguh terasa justru ketika para peziarah itu berani melintasi pintu kubur dan masuk ke dalam makam Tuhan. Ketika mereka masuk, yang mereka alami bukanlah makam yang pengap dan gelap. Justru yang mereka temukan adalah makam penuh bersitan cahaya, terang benderang oleh pakaian putih berkilau, dari insan-insan surge, yang diutus Tuhan. Kemilau cahaya itu membuka hati, budi dan jiwa para perempuan peziarah untuk menyadari kembali segala nubuat yang dikatakan Yesus saat masih bersama mereka, sebagaimana diingatkan kembali oleh insan-insan surgawi itu, bahwa Yesus harus menderita, wafat namun bangkit pada hari ketiga.

 

***

 

Begitulah misteri kubur Yesus, yang dikunjungi para peziarah perempuan dari Yerusalem. Mereka pergi dalam gelap, diselimuti kabut akibat kematian. Mereka pergi dalam kegelisahan akibat beban kesedihan yang mendera jiwa mereka; mereka pergi dalam kematian iman, karena semua perkataan Tuhan seakan ikut terkubur dalam makam. Namun saat di makam, kekuatan surga mengubah hati, budi, jiwa dan iman mereka. Di makam Yesus, hati dan budi yang tertutup justru menemukan pintu kubur yang terbuka dan batu penutup yang sudah terguling. Di makam Yesus, para peziarah yang berkunjung dengan hati dan budi yang gelap dan pengap justru menjumpai dan mengalami cahaya gilang gemilang, sehingga hati dan budi, serta iman para peziarah itu dihidupkan kembali. 

Makam, rumah kematian manusia, dengan segala kepengapan dan kegelapannya, ternyata dalam dan oleh Yesus diubah menjadi tempat kehidupan, tempat cahaya surga membersit; tempat sukacita bergema; tempat takbir kemuliaan Allah dikumandangkan: Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Inilah titik awal perubahan hidup para peziarah perempuan itu. Pengalaman yang dialami dalam makam Yesus, mengubah pula mereka. Mereka yang pergi tanpa harapan karena dibalut kegelapan akibat kematian, kembali sebagai saksi: saksi pertama Kristus yang bangkit.

 

***

 

Begitulah kisah Malam Vigili untuk menyambut Paskah Kebangkitan Tuhan. Sebuah malam yang selalu dirayakan oleh Gereja di antara dua situasi hidup: antara  gelap dunia dan terang surga, antara derita manusia dengan bahagia surga; antara kesedihan manusia dengan sukacita surga; antara kematian manusia dengan kehidupan surga. Itulah sebabnya, setiap malam vigili paskah, Gereja mengajak semua anggotanya, baik yang tua maupun yang muda, baik kelerus, religius maupun umat biasa untuk memperbaharui janji baptis, yang kita mohon dalam litany para kudus, saat membuka masa pra paskah.

Kita perlu memperbaharui janji baptis, karena oleh baptisanlah, Yesus Sumber Cahaya menyulutkan cahaya-Nya kepada kita yang berada dalam gelap dosa untuk beralih kepada cahaya; oleh baptisanlah, Yesus Sumber Hidup menyatukan kematian-Nya demi kehidupan kita yang telah direnggut maut akibat dosa; oleh baptisanlah, Yesus Sumber kebahagiaan menyatukan kita yang berada dalam nestapa akibat dosa; oleh baptisanlah Yesus Sumber Keselamatan menyatukan kita yang menderita akibat dosa.

Kita perlu memperbaharui janji baptis, karena kendati kita berbeda charisma dan pelayanan, namun kita adalah kawanan peziarah yang sedang berjalan di malam gelap dunia yang tak mengenal Allah, sebagaimana doa Yesus di Malam Tuguran. Dengan memperbaharui janji baptis, kita senantiasa disadarkan bahwa kita butuh titik cahaya yang menjadi penerang dan penuntun, sebagaimana ziarah Israel yang dicahayai tugu api, sehingga kita juga menjadi cahaya bagi sesame, teristimewa di tahun sinodalitas ini.

Lebih dari itu, kita perlu memperbaharui janji baptis, karena  sejatinya kita ini hanyalah peziarah, seperti Maria Magdalena dan kawan-kawan. Sebagai peziarah, hidup kita selalu dihantui oleh dua situasi, antara terang dan gelap, yang hampir terus kita hadapi di setiap detik kehidupan kita. Ada saat-saat di mana kita mengalami secercah cahaya yang membuat kita sukacita dan penuh harapan dalam menjalani ziarah hidup kita. Namun ada saat-saat di mana hati, budi, jiwa dan iman kita mati oleh pengalaman pahit yang kita rasakan dan kita alami. Dalam kondisi-kondisi ini, kita perlu berziarah ke Makam Yesus, tempat kita dibaptis; tempat kita menyatukan kematian kita dengan kematian Tuhan, agar kita diantar ke terowongan cahaya, sehingga kendati kita rapuh, kita juga bisa terlibat sebagai saksi kebangkitan Tuhan.

Selamat Paskah

 

ShareTweetSend
Next Post
Sejarah Lahirnya Tentara Republik Indonesia dan Peran Dwi Fungsinya

Sejarah Lahirnya Tentara Republik Indonesia dan Peran Dwi Fungsinya

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recommended

Penulis Obituari yang Memikat, Sisi Lain Ajip Rosidi

Penulis Obituari yang Memikat, Sisi Lain Ajip Rosidi

5 tahun ago
– Ratapan Malam Ini – Bisik Harap Para Dinda: Korban Jugun Ianfu – Malam Sunyi – Raga Tak Sendiri -,  Sajak-sajak Benita Reggy

– Ratapan Malam Ini – Bisik Harap Para Dinda: Korban Jugun Ianfu – Malam Sunyi – Raga Tak Sendiri -, Sajak-sajak Benita Reggy

3 tahun ago

Popular News

  • “Leva”, “Knato” dan Harapan akan Belas Kasih Allah

    “Leva”, “Knato” dan Harapan akan Belas Kasih Allah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Newsletter

Beranda Negeri

Anda bisa berlangganan Artikel Kami di sini.
SUBSCRIBE

Category

  • BERITA
  • BIOGRAFI
  • BUMI MANUSIA
  • Featured
  • JADWAL
  • JELAJAH
  • KOLOM KHUSUS
  • LENSA
  • OPINI
  • PAPALELE ONLINE
  • PUISI
  • PUSTAKA
  • SASTRA
  • TEROPONG
  • UMUM

Site Links

  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed komentar
  • WordPress.org

About Us

Beranda sebagai suatu tempat para penghuni rumah untuk duduk melepas lelah, bercerita dengan anggota keluarga ataupun tamu dan saudara. Karena itu pula media Baranda Negeri merupakan tempat bercerita kita dan siapa saja yang berkesempatan berkunjung ke website ini.

  • Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

No Result
View All Result
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In