• Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
Rabu, Oktober 15, 2025
  • Login
No Result
View All Result
Beranda Negeri
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
No Result
View All Result
Beranda Negeri
No Result
View All Result
Home OPINI

Belajar Membaca Prioritas Anggaran Publik

by Redaksi
September 25, 2025
in OPINI
0
Belajar Membaca Prioritas Anggaran Publik
0
SHARES
18
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

 

Oleh Dominggus Elcid Li, Peneliti IRGSC (Institute of Resource Governance and Social Change)

 

Tidak selamanya program bagus membutuhkan dana besar. Program dengan nilai anggaran kecil, juga mampu menghasilkan dampak besar jika tepat sasaran. Salah satu program sederhana namun ‘berdampak besar’ adalah program pengawasan dan pencegahan perdagangan orang Satgas Anti Human Trafficking yang dibidani oleh Dinas Koperasi, Ketenagakerjaan, dan Transmigrasi (Kopnakertrans) Provinsi NTT (2017-2019). Program ini merupakan kerjasama Dinas Kopnakertrans dengan dengan TNI AURI, selaku penanggungjawab keamanan Lanud El Tari, Kupang NTT.

Dalam tiga tahun, Satgas Anti Perdagangan Orang berhasil menggagalkan ribuan ‘calon korban’ perdagangan orang. Misalnya, di tahun 2018 Satgas berhasil mencegah 1.364 korban perdagangan orang, dari jumlah ini sebanyak 7%  atau 95 orang adalah anak-anak. Di tahun yang sama, Polda NTT memproses 15 kasus hukum yang melibatkan anak-anak. Jumlah kasus yang ditangani Polda NTT jauh lebih sedikit dari jumlah anak korban perdagangan orang tahun itu sebanyak 95 orang yang berhasil dicegah.

Dalam dialog dengan Polda NTT, diketahui bahwa ongkos penanganan kasus perdagangan orang amat minim—jika dibandingkan dengan anggaran untuk kasus Tindak Pidana Korupsi yang dianggarkan per kasus 20 juta rupiah. Sedangkan kasus perdagangan orang meski sudah masuk dalam kategori tindak pidana khusus, masih minim alokasi anggaran. Ini membuat kita tidak bisa berharap banyak di fase penindakan, apalagi jika skalanya adalah lintas provinsi dan lintas negara.  

 

Uang Kecil Dampak Besar

Dalam kalkulasi rupiah, program pengawasan dan pencegahan perdagangan orang yang memanfaatkan dana APBD NTT menelan dana sebesar 0,0021 % dari total APBD NTT tahun 2018. Di tahun 2025, biaya bersepeda keliling NTT memakan APBD sebesar 0,096%. Sedangkan tunjangan anggota DPRD NTT memakan 0,5% dari total APBD NTT. 

Dengan angka ini bisa diproyeksikan, dengan penggunaan anggaran yang sama dialokasikan untuk bersepeda keliling, sebanyak 50 pintu keluar bisa dikontrol dalam satu tahun, atau sebanyak 414 titik keluar yang bisa dikontrol jika menggunakan dana tunjangan dewan dalam satu tahun. Sayangnya untuk mengalokasikan anggaran sebesar 0,0001 % dari total APBD NTT tahun 2025 untuk pencegahan perdagangan tidak dilakukan oleh Gubernur NTT maupun DPRD NTT.

Padahal nilai program ini dalam angka rupiah dikatakan kecil karena nilainya di bawah 100 juta rupiah. Dengan satu meja dan dua petugas di bandar udara El Tari, aktivitas kriminal simpul pelaku perdagangan orang bisa ditekan. Jika dikenali, apa yang disebut perdagangan orang itu aslinya bukan sesuatu yang tampak begitu abstrak, tetapi pelaku itu nyata, dikenali, dan dapat dicegah.

Petugas secara khusus dapat mencegah terjadinya perdagangan orang (human trafficking) di titik pemberangkatan.   Di bandara, simpul pelaku yang ditemui di lapangan bisa di-identifikasi. Setiap harinya satuan hingga puluhan korban perdagangan orang bisa dicegah keberangkatannya dari Bandar Udara El Tari.  Cara ini terbukti cukup efektif.

 

Perbudakan di Indonesia

Dalam sejarahnya, munculnya gerakan anti perdagangan orang NTT maupun Indonesia secara umum menguat sejak munculnya protes keras praktek pembiaran yang dilakukan Polri terhadap korban perbudakan yang terjadi di Medan, Sumatra Utara di tahun 2014. Dalam kasus ini 2 korban meninggal dari total 26  korban perbudakan asal NTT.

Ketika mereka dipulangkan sebagian besar dalam kondisi malnutrisi karena dikurung tauke rumah produksi sarang burung walet. Sebagian besar korban yang dikurung saat itu ketika pergi masuk dalam kategori anak-anak. Ini ditandai dari pemalsuan sebagian besar identitas kependudukan mereka. Sedangkan ketika dipulangkan, 3 orang masih dalam status anak, dan 1 orang dalam kondisi lumpuh.

Mereka disekap di lantai 3 dan 4 sebuah rumah di Medan selama 2-3 tahun. Meskipun kasus ini ramai diangkat TV Nasional, dan dokumen perkaranya diterima langsung oleh Presiden Joko Widodo (15 Februari 2015), hingga hari ini BAP kasus ini tetap nihil dibuat. Kasus ini hanya menghukum satu orang perekrut lapangan (RL). Polisi yang menangani perkara dan membiarkan tersangka utamanya lolos, malah menjadi pejabat tinggi di Jakarta.

 

Mengapa Program Dihentikan?

Secara teknis program pencegahan ini dihentikan karena efisiensi anggaran untuk menalangi bencana Covid-19 sejak Bulan Maret tahun 2020. Namun, setelah 5 tahun berlalu, belum ada tanda program ini akan dihidupkan lagi. Penyebabnya ada beberapa: pertama, minimnya memori institusi atau kelembagaan. Dari pusat hingga daerah kecenderungannya sama,  tiap pergantian kepemimpinan di tubuh pemerintah, jejak program pemerintahnya sebelumnya juga hilang. Lembaga pemerintah tak mempunyai sistem ingatan kolektif, untuk memastikan prioritas dan secara ketat mengawal indikator anggaran dan program. Dampak dari tiadanya memori kelembagaan adalah setiap tahun anggaran baru, ingatan kelembagaan kembali ke titik nol.

Kedua, ketiadaan memori kelembagaan membuat literasi pejabat pun menjadi terbatas. Misalnya, diksi yang biasa dipakai pemerintah hanya menyebut ‘korban migrasi non prosedural’. Bahasa administratif semacam ini aslinya menipu, dan hanya menimpakan persoalan kepada korban. Pejabat hanya menyalahkan korban yang dianggap semuanya tidak ikut dan tahu prosedur. Padahal jika mau ditengok seluruh pelayanan administrasi kependudukan di NTT sangat bermasalah, dan jauh dari standar layak.

Buktinya sederhana. Pertama, berdasarkan data BPS NTT, orang yang tidak mempunyai NIK (Nomor Induk Kependudukan) di masing-masing kabupaten sebanyak: TTS (7,34%), Kabupaten Kupang (9,91%), dan Sumba Barat Daya (7,21%). Kalau NIK pun tak ada, mereka tentu sulit tersentuh program jaminan sosial pemerintah. Tanpa NIK, mereka tidak ada (stateless). Tanpa NIK mereka sudah pasti illegal dalam bermigrasi.

Kedua, secara administratif anak-anak yang dikirim sebagai buruh migran tidak mungkin dilindungi dengan ‘strategi kontrol administrasi’, karena mereka pasti tak punya KTP karena belum cukup umur. Padahal angka putus sekolah di NTT cukup tinggi, terbanyak di bangku kelas 2 SMP. Ketika anak-anak ‘masuk jadi migrasi pekerja’, pemalsuan identitas pasti terjadi. Di sini kontrol pintu keluar menjadi sangat dibutuhkan.

Di NTT, dengan memeriksa kemampuan literasi dan numerasi di kelas 3  SD (perwakilan kelas bawah) dan 4 SD (perwakilan kelas atas), kita sudah bisa menerka bahwa anak akan putus sekolah. Berdasarkan riset IRGSC, dalam kondisi sekarang hanya 26% anak SD yang dianggap mampu dan lolos dari jerat putus sekolah.

Saat ini berbicara soal literasi dan numerasi saja tidak cukup, sebab melupakan struktur penggajian para guru honor yang digaji jauh dari layak. Struktur guru honor pun harus dibedah (guru honor komite sekolah, guru honor pemerintah kabupaten, atau guru honor yayasan).

Aslinya forced labour atau kerja paksa sedang dipraktekan oleh pemerintah. Isu ini perlu menjadi agenda publik. Misalnya di pedalaman NTT masih kita temui guru yang dibayar 300 ribu per bulan. Tentu angka amat jauh dari tunjangan laundry per bulan Ketua DPRD NTT (15,6%) sekali pun, dan lebih jauh lagi dengan biaya sepeda keliling. Dengan 5 miliar rupiah, sebanyak 140.277 guru dapat mendapatkan tambahan insentif sebesar 300 ribu selama satu tahun. 

Tanpa ada terobosan dalam skema penggajian guru, mustahil kita berharap ada perbaikan kinerja para guru. Mustahil kita mendudukan persoalan literasi dan numerasi dengan benar. Dengan trend Pemda di NTT hanya ikut program pusat yang tidak kenal defisit anggaran NTT, kondisi kita semakin terjepit. Sebab SDM yang dihasilkan hanya diposisikan untuk masuk dalam low skilled labour. Tak heran NTT jadi target perdagangan orang.

Jika seluruh program pusat diposisikan seperti membaca ayat kitab suci yang pamali untuk dikritisi, dan orang daerah tidak mau belajar membaca data, maka kekuasaan pemerintahan dan politik hanya dijalankan berdasarkan perasaan semata: sekedar mengejar euforia.

 

Penutup

Kelemahan mendasar dalam penentuan alokasi anggaran publik adalah dominannya aspek kuasa (power) dan kepentingan (interest) para pihak yang terlibat dalam penentuan alokasi program dan anggaran dibandingkan dengan penggunaan data, logika, dan pengetahuan sebagai kompas penentuan prioritas. Tanpa data, dan pengetahuan yang memadai, institusi-institusi negara cenderung bergerak dalam kegelapan (void). Tanpa data, pemerintah perannya tak lebih dari Event Organizer (EO). Peran pemerintah seharusnya lain dari EO.

Di sisi bandara yang lain, di bagian cargo, setiap tahun ratusan orang dipulangkan dalam peti mati ke NTT.  Tahun lalu sebanyak 124 peti mati diterima di bandara El Tari. Jika data jenasah yang diterima maupun pencegahan di area bandara dibaca dalam pemahaman ‘analogi gunung es’, bisa dibayangkan berapa jumlah korban perdagangan orang.

Dalam data nasional POLRI, hingga Bulan Juli jumlah korban Tindak Pidana Perdagangan Orang tahun ini sebesar 404 orang. Jumlah ini kurang sepertiga dari jumlah pencegahan yang dibuat di NTT tahun 2018 (1364 korban). Seandainya negara kita bukan negara mafia, yang artinya privatisasi elemen koersif negara tidak dilakukan secara masif, tentu elemen pencegahan dilakukan di setiap titik pemberangkatan.

Pertanyaan finalnya: bagaimana menghadirkan realitas semacam ini kepada para pejabat publik yang realitas hidupnya amat berjarak dari sekian kerentanan warga, dan cenderung lebih fokus pada retorika dan citra? Politik pemerintahan seharusnya tidak diletakan dalam logika perjudian, karena dengan mengambil jarak yang amat jauh dari kaum rentan, para pejabat semakin menjauh dari diskursus keadilan sosial, semakin jauh dari republik, dan  semakin jauh dari janji kemerdekaan. Untuk bisa mengawal anggaran publik, butuh sikap politik. Itu yang saat ini teramat kosong, karena para pejabat telah menjadi ‘kelas baru’ (new class), yang realitas hidupnya amat berbeda dengan orang kebanyakan (the commons), apalagi realitas kaum rentan, lebih tidak dikenali lagi.

ShareTweetSend
Next Post
Rencana Kementerian BUMN menjadi Badan Pelaksana BUMN

Rencana Kementerian BUMN menjadi Badan Pelaksana BUMN

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recommended

Pemanfaatan Kereta Api dan UMKM, PIM Banten Ketemu Dirjen Perkeretaapian

Pemanfaatan Kereta Api dan UMKM, PIM Banten Ketemu Dirjen Perkeretaapian

3 tahun ago
Jan Maringka: Pola Rekrutmen yang Baik akan Menghasilkan SDM yang Berkualitas  bagi Kejaksaan

Jan Maringka: Pola Rekrutmen yang Baik akan Menghasilkan SDM yang Berkualitas  bagi Kejaksaan

9 bulan ago

Popular News

  • Sinyal Cinta Kosmis

    Sinyal Cinta Kosmis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Newsletter

Beranda Negeri

Anda bisa berlangganan Artikel Kami di sini.
SUBSCRIBE

Category

  • BERITA
  • BIOGRAFI
  • BUMI MANUSIA
  • Featured
  • JADWAL
  • JELAJAH
  • KOLOM KHUSUS
  • LENSA
  • OPINI
  • PAPALELE ONLINE
  • PUISI
  • PUSTAKA
  • SASTRA
  • TEROPONG
  • UMUM

Site Links

  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed komentar
  • WordPress.org

About Us

Beranda sebagai suatu tempat para penghuni rumah untuk duduk melepas lelah, bercerita dengan anggota keluarga ataupun tamu dan saudara. Karena itu pula media Baranda Negeri merupakan tempat bercerita kita dan siapa saja yang berkesempatan berkunjung ke website ini.

  • Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

No Result
View All Result
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In