• Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
Rabu, Oktober 15, 2025
  • Login
No Result
View All Result
Beranda Negeri
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
No Result
View All Result
Beranda Negeri
No Result
View All Result
Home OPINI

Rencana Kementerian BUMN menjadi Badan Pelaksana BUMN

by Redaksi
September 27, 2025
in OPINI
0
Rencana Kementerian BUMN menjadi Badan Pelaksana BUMN
0
SHARES
10
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

 

Oleh Agus Widjajanto

 

Wacana tentang perubahan nama menyangkut Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) tentang tata kelola baru semakin menemui titik terang, walau belum final, dimana sesuai keterangan dari wakil ketua DPR Susmi Dasco Ahmad, tidak lagi bermetafora menjadi Badan Pengelola Danantara. Akan tetapi menjadi BP BUMN (Badan Pelaksana BUMN). Yang rencananya akan dilakukan revisi kembali menyangkut UU BUMN, setelah dilakukan revisi beberapa bulan lalu berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2025.

Pertanyaan kritis kita selanjutnya adalah pakah para direksi dan komisaris dari pejabat BUMN, masih bisa dikuwalifikasikan pejabat begara dan atau penyelenggara negara?

Sesuai Revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbaru membawa perubahan signifikan dalam tata kelola BUMN. Berikut beberapa poin penting terkait revisi ini:

– Bentuk Badan Hukum: Revisi UU BUMN menegaskan bahwa BUMN dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Perusahaan Umum (Perum). Ini memungkinkan BUMN untuk lebih fleksibel dalam menjalankan operasionalnya dan meningkatkan efisiensi.

– Pemeriksaan Laporan Keuangan: Perubahan besar terjadi dalam pemeriksaan laporan keuangan BUMN. Sekarang, laporan keuangan tahunan BUMN diperiksa oleh akuntan atau auditor publik independen yang terdaftar di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bukan lagi oleh BPK secara langsung.

– Peran BPK: Meskipun BPK tidak lagi melakukan pemeriksaan langsung, mereka tetap memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Revisi ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pengelolaan BUMN, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan kontribusi BUMN terhadap perekonomian nasional. Perubahan BUMN menjadi perseroan terbatas dapat memberikan beberapa manfaat, termasuk:

– Fleksibilitas Pengelolaan: Bentuk perseroan terbatas memungkinkan BUMN untuk lebih fleksibel dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan, sehingga direksi dapat bekerja dengan lebih efektif.

– Pengurangan Risiko Hukum: Dengan bentuk perseroan terbatas, direksi mungkin memiliki perlindungan hukum yang lebih baik dalam menjalankan tugasnya, sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih tenang.

Namun, perlu diingat bahwa perubahan bentuk BUMN menjadi Perseroan Terbatas juga harus diimbangi dengan:

– Transparansi dan Akuntabilitas: Penting untuk memastikan bahwa BUMN tetap transparan dan akuntabel dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan.

– Pengawasan yang Efektif: Pengawasan yang efektif harus tetap ada untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan memastikan bahwa BUMN berjalan sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip yang berlaku.

 

Dengan demikian, perubahan bentuk BUMN menjadi Perseroan Terbatas dapat menjadi langkah yang positif jika diimbangi dengan pengelolaan yang baik dan pengawasan yang efektif.

Namun yang lebih mengejutkan adalah keterangan dan pernyataan dari Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Parulian Paidi Aritonang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) didepan komisi VI DPR di gedung DPR Rabu, 24 /9/2025 sesuai dilansir di beberapa media nasional dalam keterangannya menyatakan bahwa direksi dan komisaris BUMN termasuk penyelenggara negara, dan harus bertanggung jawab sebagai pejabat negara, tentu hal ini sangat membingungkan bagi para pemerhati dan ahli ahli hukum di negeri ini, mengingat bahwa setelah direvisinya UU BUMN dimana BUMN dibentuk dengan  Akte Notaris berdasarkan pijakan dan aturan Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang mana tentu tunduk dan harus patuh pada aturan dan dasar dari Undang-Undang Perseroan Terbatas.

Menurut UU No. 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari KKN, disebutkan secara enumeratif: siapa-siapa saja yang termasuk sebagai penyelenggara negara, di antaranya Direksi BUMN. Tapi setelah UU a quo di revisi, Direksi  BUMN sudah tidak masuk lagi sebagai penyelenggara negara. Logikanya jelas, bahwa organ BUMN yang berbentuk PT adalah organ keperdataan yang tunduk pada UU PT.

Hal ini tentu timbul adagium bahwa bagi orang hukum 1 + 1 tidak 2 akan tetapi bisa 1,1 atau bahkan 4, bisa 5 dan 6. Hal ini akan semakin membuat ketidak pastian dalam pertanggung jawaban hukum dari para direksi dan komisaris BUMN yang diharapkan berani ambil sikap secara profesional dalam pengelolaan badan usaha milik negara tersebut.

Prof Romli Atmasasmita, dalam kolom opininya di harian Sindo, tertanggal 10 Maret 2025,  tentang keberadaan holding korporasi BUMN dalam bidang Industri jasa dan keuangan yang bernama ” Danantara ” dalam ulasannya Prof. Romly  menyoroti tentang tercapainya Good Governance (GG) dalam kaitan berdirinya Danantara, karena telah mengesampingkan ketentuan UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara yang merupakan payung hukum ketentuan peraturan perundang undangan di bidang keuangan, Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, dan UUD nomor 15 tahun 2006 tentang pengelolaan tanggung jawab keuangan negara.

Ketentuan yang dikesampingkan terdapat pula pada ketentuan pasal 4 B yang menyatakan bahwa keuntungan dan kerugian BUMN bukan keuntungan dan kerugian keuangan negara, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 bahwa kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah adalah keuangan negara. Begitu pula menyangkut tanggung jawab direksi , komisaris dan pegawai BUMN yang telah dibahas di atas, telah dilakukan imunitas sesuai UU nomor 1 tahun 2025.

Bahwa penulis disini tidak akan masuk ranah pembahasan Danantara, akan tetapi implikasi dari direvisinya UU BUMN menyangkut hak imunitas dan kedudukan hukum anak usaha dan cucu usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas, yang memang harus tunduk pada ketentuan UU Perseroan Terbatas, bukan merupakan kerugian keuangan negara.

Kondisi penegakan hukum oleh aparat penegak hukum dalam kaitannya menyangkut BUMN, anak usaha dan cucu usaha BUMN dalam kaitan imunitas tanggung jawab direksi, komisaris dan pegawai BUMN, agar bisa melaksanakan tugas dan tanggung jawab, dengan tenang tidak dihantui oleh terjeratnya hukum dalam tindak pidana korupsi, dimana banyak kasus telah ditangani oleh aparat penegak hukum , menyangkut BUMN baik anak usaha maupun cucu usaha, dimana direksi dan komisaris serta pegawai BUMN telah diproses hukum, baik sebelum terjadinya revisi UU nomor 1 tahun 2025, maupun setelah disyahkan nya UU Nomor 1 tahun 2025.

Yang terjadi saat ini dalam praktek peradilan pidana khususnya tindak pidana korupsi telah menyimpang dari batas yang telah ditegaskan dalam ketentuan pasal 14 UU Tipikor yang menyatakan bahwa ketentuan UU Tipikor tidak dapat diberlakukan sepanjang pelanggaran pidana di dalam UU lain selain UU Tipikor tidak dinyatakan secara tegas bahwa pelanggaran pidana tersebut adalah tindak pidana korupsi, demikian pendapat Prof. Romli.

Demikian juga telah ditegaskan didalam pasal 6 huruf C UU nomor 46  tahun 2009  tentang peradilan Tipikor yang intinya identik dengan ketentuan pasal 14 UU Tipikor . Penyimpangan penerapan UU Tipikor terjadi saat ini terhadap UU lain selain UU Tipikor, dan dinyatakan sebagai Tindak Pidana korupsi. Seperti misalnya pelanggaran pidana umum dalam UU BUMN, UU para modal, UU lingkungan hidup, dan UU Perbankan merupakan langkah yang gegabah dan keliru bahkan bisa dikatakan sebagai Miscarriage of Justice sehingga berdampak pada keamanan dan kenyamanan para pelaku bisnis khususnya penyelenggara negara. Kekeliruan ini akibat salah dalam penafsiran oleh Aparat Penegak Hukum dinegeri ini, yang hanya fokus pada temuan kerugian negara. Sesuai pasal 2 dan 3 dari UUD Tipikor, akan tetapi mengabaikan ketentuan pasal 14 UU Tipikor dan pasal 6 huruf C dari UUD pengadilan Tipikor, yang ditafsirkan perbuatan pelanggaran yang dapat dipidana sebagai Tindak Pidana Korupsi, bukan pada ada tidaknya akibat kerugian keuangan  negara.

Lebih lanjut Prof. Romly menyatakan bahwa pembentuk UU Tipikor telah menyiapkan Escape Clause yaitu pasal 32 ayat (1) UU Tipikor. Disitu dinyatakan jika penyidik tindak pidana khusus tidak menemukan bukti permulaan yang cukup adanya perbuatan pidana korupsi, sedangkan telah ditemukan kerugian keuangan negara, maka penyidik pidana khusus baik dari kepolisian maupun kejaksaan dan KPK, maka penyidik harus melimpahkan berkas perkara dan tersangka kepada jaksa pengacara negara untuk dilakukan upaya hukum gugatan perdata.

Bahwa akibat dari salah tafsir dan kewenangan yang begitu besar diberikan kepada Aparat Penegak Hukum, yang banyak sekali kasus yang sebenarnya dalam ranah keperdataan , dipaksa untuk diteruskan dalam Pidana Korupsi, masyarakat menilai bahwa ini sudah bukan lagi negara hukum yang mengacu pada aturan hukum, baik formil maupun materiil, akan tetapi merupakan negara yang berdasarkan kekuasaan lewat aparat penegak hukum.

Sebetulnya, bukan hanya escape clausul Ps 32 ayat (1) dari Undang-Undang Tipikor sebagai pintu masuk Aparat Penegak Hukum untuk  mengajukan gugatan perdata dalam kapasitasnya sebagai Jaksa Pengacara Negara, tetapi juga dapat dilakukan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) dengan menggunakan Pasal 59 Undang-Undang  Perbendaharaan Negara berdasarkan ketentuan Pasal 35 Undang-Undang  tentang Keuangan Negaral. Jelas dan tegas dalam kedua ketentuan tersebut dinyatakan Tuntutan Ganti Rugi, bukan korupsi.

Namun praktek penegakkan hukum pemberantasan korupsi yang selama ini terjadi lebih disebabkan oleh mindset Aparat Penegak Hukum bahwa setiap kali (baru) ada dugaan kerugian negara serta merta telah terjadi Tindak Pidana Korupsi  (vide Ps 2 dan Ps 3 UU Tipikor). Mari kita tegakan aturan hukum sesuai koridor hukum yang berlaku secara adil, agar negeri ini layak disebut sebagai negara hukum .

————————-

 

Penulis adalah praktisi hukum, pemerhati masalah sosial budaya dan sejarah bangsanya. Tinggal di Jakarta.

ShareTweetSend
Next Post
Buah Rambutan di Halaman Sekolah – Sebuah Cerpen Odemus Bei Witono

Sekolah Terbelah

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recommended

Menyalakan  Lilin  di  Dalam Diri

Menyalakan Lilin di Dalam Diri

3 tahun ago
Produk Ekowisata Akan Sangat Diminati Pascapandemi

Produk Ekowisata Akan Sangat Diminati Pascapandemi

5 tahun ago

Popular News

  • Sinyal Cinta Kosmis

    Sinyal Cinta Kosmis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Newsletter

Beranda Negeri

Anda bisa berlangganan Artikel Kami di sini.
SUBSCRIBE

Category

  • BERITA
  • BIOGRAFI
  • BUMI MANUSIA
  • Featured
  • JADWAL
  • JELAJAH
  • KOLOM KHUSUS
  • LENSA
  • OPINI
  • PAPALELE ONLINE
  • PUISI
  • PUSTAKA
  • SASTRA
  • TEROPONG
  • UMUM

Site Links

  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed komentar
  • WordPress.org

About Us

Beranda sebagai suatu tempat para penghuni rumah untuk duduk melepas lelah, bercerita dengan anggota keluarga ataupun tamu dan saudara. Karena itu pula media Baranda Negeri merupakan tempat bercerita kita dan siapa saja yang berkesempatan berkunjung ke website ini.

  • Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

No Result
View All Result
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In