Oleh Emil Bidomaking
Alam semesta bukanlah ruang kosong,
ia adalah percakapan tak henti—
antara bintang yang berkedip,
air yang jatuh ke tanah,
dan jiwa-jiwa yang menunggu dipeluk.
Kita adalah gelombang,
satu denyut dari lautan energi yang sama.
Jika satu bergetar dalam kebencian,
semesta retak dalam senyap.
Namun bila satu jiwa bergetar cinta,
ia menjalar, menembus akar, batu, bahkan cahaya.
Gunung-gunung yang tegar,
hembuskan getar kesabaran dari rahimmu.
Kerasmu bukan untuk menakutkan,
tetapi untuk mengajarkan bahwa kekuatan sejati
adalah keteduhan yang mampu melindungi.
Sungai dan samudra,
aruskan doa yang jernih hingga ke samudra lain.
Bawalah pesan damai
seperti arus yang tiada henti mencari muara.
Jadikan setiap tetesmu
jembatan kasih antara kehidupan yang berbeda.
Kita, manusia,
yang sering merasa penguasa,
sesungguhnya hanya satu butir debu kosmik
yang menumpang hidup pada pangkuan bumi.
Maka biarlah kesadaran ini tumbuh:
bahwa damai bukan hadiah dari kekuatan,
melainkan getaran yang lahir dari keikhlasan.
Maka mari,
kita kirimkan sinyal cinta—
bukan dengan kata,
melainkan dengan keberadaan.
Seperti bulan yang tetap memantulkan terang,
meski tak pernah meminta pujian.
Biarlah burung mengajarkan kita tentang kebebasan,
pepohonan tentang kesetiaan,
samudra tentang kerendahan hati.
Dan kita—manusia—
belajar bahwa damai bukan hadiah,
melainkan keputusan bersama kosmos.
Ketika cinta itu terpancar
dari inti atom hingga takhta galaksi,
tiada lagi sekat:
aku dan engkau hanyalah gema,
yang kembali ke asal satu:
Keselarasan.
***************************
Tentang Penyair
Wilhelmina Mariana Ema, S.Pd, atau lebih akrab dikenal dengan nama Emil Bidomaking. Dara kelahiran Malaysia, 01 September 1991 ini adalah pegiat literasi sekaligus guru di SMK Strada Daan Mogot Tangerang. Kecintaannya pada puisi melahirkan karya-karya reflektif yang layak untuk dicecap.
Penyair yang luar biasa. Setiap tulisannya memiliki daya yg mampu menembus kayu, batu bahkan cahaya