Oleh Agus Widjajanto
Penjagaan Gedung DPR di Senayan oleh TNI pada beberapa hari ini dan pernyataan Menteri Pertananan Syafri Samsudin telah memicu pro dan kontra di tengah masyarakat dan Lembaga Aliansi Sipil termasuk Lembaga-lembaga yang bergerak dalam demokrasi, dimana dipandang telah menghidupkan peran TNI ke dalam peran Kamtibmas, yang tidak sejalan dengan cita-cita awal gerakan Reformasi yang ingin mengembalikan fungsi dan tugas TNI sebagai alat pertahanan yang profesional, belajar dari peran Dwi fungsi ABRI pada masa Pemerintahan Orde Baru.
Dalam strategi keamanan ibukota memang ada dua aset sangat penting yang harus dijaga ketat agar tidak lagi terulang dikuasai massa pendemo yakni Istana Negara sebagai lambang ikon negara dan Gedung DPR/MPR. Namun untuk gedung DPR sendiri bukan semata sebagai ikon lambang negara tapi merupakan Rumah Demokrasi bagi rakyat untuk bisa menyalurkan aspirasi rakyat dalam kebijakan negara agar didengar demi tercapainya keadilan dan kemakmuran.
Sebelumnya telah terjadi penjagaan oleh personil TNI dan pengawalan terhadap gedung Kejaksaan Agung dan pengawalan terhadap Jaksa Agung Muda, yang dianggap sangat perlu untuk mendapat pengawalan dan pengamanan dari personil TNI.
Penjagaan dan pengawalan tersebut sebetulnya masuk ranah Kamtibmas, bukan ranah pertahanan negara, yang nota bene pengawalan terhadap gerakan massa demontrasi mahasiswa yang juga adalah rakyat sendiri, dimana bukan merupakan ancaman terhadap keamanan negara, yang domainnya adalah bidang Kamtibmas yang ada pada Kepolisian.
Reformasi militer Indonesia pasca kerusuhan 1998 dan jatuhnya Orde Baru merupakan bagian penting dari transisi Indonesia menuju demokrasi. Berikut adalah beberapa aspek kunci dari reformasi militer Indonesia pasca 1998:
Reformasi Peran Militer
– Penyesuaian Peran: Militer Indonesia (TNI) mengalami proses penyesuaian peran dan posisi dalam sistem politik yang baru, dari peran dominan di era Orde Baru menuju peran yang lebih terbatas dan profesional.
– Pengurangan Dwifungsi ABRI: Upaya untuk mengurangi Dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dan mengembalikannya ke peran profesional di bidang pertahanan dan keamanan menjadi agenda penting.
Dampak dan Tantangan
– Pengaruh Politik: Meskipun reformasi, TNI masih memiliki pengaruh dalam masyarakat Indonesia, terutama melalui jaringan mantan jenderal yang aktif dalam politik.
– Profesionalisme dan Akuntabilitas: Reformasi di sektor militer bertujuan meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas, meskipun masih ada tantangan dalam penegakan hukum dan perlindungan HAM.
Perkembangan Pasca Reformasi
– Peran dalam Politik: Pasca reformasi, TNI lebih fokus pada tugas pertahanan dan keamanan, dengan peran politik yang lebih terbatas.
– Kontroversi dan Tantangan: Masih ada kontroversi terkait keterlibatan militer dalam beberapa isu, seperti penanganan konflik di daerah-daerah tertentu.
Dan tindak lanjut untuk menjadikan Tentara Pejuang yang profesional dengan langkah melakukan revisi Undang-Undang TNI beberapa bulan lalu.
Revisi Undang-Undang TNI (Tentara Nasional Indonesia) dapat menjadi salah satu upaya untuk mengatur dan menjustifikasi peran militer dalam konteks jabatan sipil. Berikut adalah beberapa aspek yang mungkin terkait dengan revisi Undang-Undang TNI dalam konteks ini:
Peran Militer dalam Jabatan Sipil
– Keterlibatan dalam Pemerintahan Sipil: Revisi Undang-Undang TNI bisa membahas batasan dan ketentuan mengenai keterlibatan militer dalam jabatan atau urusan sipil, untuk memastikan peran TNI lebih fokus pada pertahanan dan keamanan.
– Profesionalisme dan Batasan Peran: Revisi undang-undang dapat memperjelas batasan peran TNI dalam konteks sipil untuk menghindari tumpang tindih atau penyalahgunaan wewenang.
Tujuan Revisi Undang-Undang TNI
– Meningkatkan Profesionalisme: Revisi dapat bertujuan meningkatkan profesionalisme TNI dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga pertahanan negara.
– Keteraturan dan Kepastian Hukum: Revisi undang-undang dapat memberikan kepastian hukum mengenai peran dan batasan TNI dalam berbagai konteks, termasuk hubungan dengan lembaga sipil.
Kontroversi dan Tantangan
– Keseimbangan Peran: Ada tantangan dalam menyeimbangkan peran TNI antara tugas pertahanan dan potensi keterlibatan dalam urusan sipil tanpa mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan sipil.
– Pengawasan dan Akuntabilitas: Penting untuk memastikan adanya pengawasan dan akuntabilitas yang memadai atas peran TNI dalam berbagai konteks.
Kebijakan dari pemerintah dalam hal ini, bisa membuat masyarakat menafsirkan akan dihidupkannya kembali peran TNI dalam kekuasaan politik, yang justru bisa melemahkan peran dan kedudukan TNI sebagai tentara pejuang dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat secara profesional dalam pertahanan Rakyat Semesta .
Alangkah lebih bijak apabila penjagaan asset-aset negara tersebut dilakukan oleh pihak kepolisian sebagai garda terdepan dalam Kamtibmas, dimana pihak TNI hanya sebatas dilibatkan dalam pengamanan yang bersifat sebagai tenaga bantuan pengamanan didalam Bidang Kamtibmas.
Hal ini sebagai wujud dari bersatunya antar intitusi keamanan dimana polri sebagai tenaga keamanan dibidang Kamtibmas yang nengurus dalam keamanan dalam negeri, yang sifatnya penanggulangan ketertiban keamanan masyarakat, agar tidak terkesan, mulai ada upaya dikembalikannya peran militer dalam politik praktis oleh pihak eksekutif/pemrrintah.
Mengapa? Karena dunia sudah berubah, segala sesuatu terjadi dari ujung dunia pun bisa diketahui dan di akses melalui tehnologi IT, cepatnya media sosial dan berita berita pers dengan hitungan detik, sudah bisa diketahui di wilayah belahan dunia lain, karena peran tekhnologi informatika tadi.
*******************
Penulis adalah Pemerhati Masalah-Masalah Sosial, Budaya, Politik, Hukum dan Sejarah