Jakartaberandanegeri.com. Ditengah maraknya spekulasi politik terbaru, dengan adanya pertemuan tertutup antara Presiden Prabowo Subiyanto dengan mantan Presiden Joko Widodo di rumah Prabowo Jln Kertanegara IV pada Sabtu, 4 Oktober 2025, banyak pengamat politik menilai terjadi pergeseran kekuasaan penuh terhadap Presiden Prabowo atas makin meredupnya pengaruh politik Jokowi di panggung kekuasaan.
Media nasional pun menyoroti hal itu, untuk itu media minta pendapat dari praktisi hukum senior dan pengamat politik dan sosial budaya Agus Widjajanto, di Jakarta, Jumat, 10 Oktober di Cikini, Jakarta Pusat.
Agus menilai justru Prabowo kali ini memainkan posisi mencari format/formulasi kabinet yang solid, dengan melihat dalam satu tahun pemerintahannya telah melakukan beberapa resufle kabinet agaknya Prabowo sedang mencari keseimbangan dalam percaturan politik nasional, dimana mengakomodir kepentingan antara kubu Megawati Soekarno putri dari PDIP dan Jokowi di lain pihak, ditengah maraknya rencana merevisi status lembaga penegak hukum intitusi Kepolisian RI (Polri). Dimana Prabowo minta dukungan politik kedua tokoh tersebut agar tetap stabil dalam dinamika perubahan struktur kelembagaan tersebut.
Agus menambahkan bahwa rumor dan wacana setelah dibentuknya Komite Reformasi Kepolisian RI, kencang rumor telah beredar bahwa Polri akan diganti dibawah naungan Kementerian Keamanan secara administratif dan kelembagaan bukan lagi dibawah presiden, untuk merevisi betapa kuatnya Polri dalam terlibat politik praktis yang menempati pos-pos jabatan politik sipil, lebih dari 50 petinggi polri, dan hal ini dinilai menimbulkan dampak politik ke depan yang kurang baik bagi bangsa Indonesia ke depan yang mungkin dipandang oleh Prabowo saat ini.
Namun perubahan struktur tersebut menurut Agus, yang juga kandidat Doktor Hukum dari Universitas Padjajaran Bandung, menilai agar Prabowo tidak gegabah merobak total struktur Kepolisian tersebut, yang idealnya kalaupun dirombak tidak lagi dibawah langsung Presiden, mengapa tidak meniru model Amerika Serikat dan negara maju lain, dimana Intitusi Polri, dibawah kementerian Dalam Negeri sebagai intitusi penanganan keamanan dalam negeri, dimana tetap mempertahankan direktorat lalu lintas tetap bagian dari polri, termasuk divisi Cyber, dan Polairud, yang diatur agar tidak bertabrakan dengan kewenangan Bakamla sebagai Cost Guard Indonesia ke depan, tambah Agus.
Sesuai rumor yang beredar adanya wacana jabatan Kapolri akan diganti dengan jabatan menteri keamanan, dan divisi Narkoba akan dilebur masuk kepada BNN dan Densus 88 akan masuk pada BNPT, dan hal ini harus dipikir secara cermat dan sifat kehati-hatian, agar tidak timbul gejolak dalam Intitusi Polri dan di masyarakat.
Masa reformasi yang telah memasuki tahun ke-27, pasca tumbangnya Orde Baru, menyisakan banyak problem dalam pelaksanaan penyelanggara negara, dimana Agus menilai justru yang paling urgen dan perlu diambil keputusan cepat justru mengembalikan tugas dan kewenangan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) selaku pembuat GBHN agar negara ini ada arah dan tujuan yang jelas ke depan tidak kehilangan kompas, baik untuk arah pembangunan 5 tahun kedepan, jangka menengah ke depan dan jangka panjang, siapapun presiden terpilih tetap dan wajib melaksanakan Garis-Garis Besar Arah Pembangunan yang telah dibuat oleh MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat tertinggi selaku wakil rakyat, yang bukan saja dari seluruh anggaota DPR dari hasil pemilihan partai partai politik, akan tetapi juga harus dikembalikan adanya fraksi urusan daerah dan utusan golongan untuk bisa mengakomodir kepentingan rakyat pada setiap daerah. Kata Agus lebih lanjut.
Keseimbangan politik dan stabilitas keamanan nasional lebih penting dan perlu diperkuat, jangan sampai melakukan tindakan gegabah yang mana Indonesia sendiri belum siap dan perlu adanya sosialisasi dan melibatkan banyak pihak termasuk para akademisi dibidangnya, sebelum mengambil kebijakan yang frontal dalam mengatur lembaga yang punya domain keamanan dalam negeri seperti Intitusi Kepolisian.
Perbaiki mental dari para penegak hukum dan dalam intitusi Polri itu sendiri dan kurangi jabatan sipil yang di isi petinggi Polri aktif, mungkin lebih bijak dan lebih rasional, dari pada mengganti struktur kelembagaan, yang tujuannya juga belum jelas mau kemana, dimana Kabinet Merah Putih juga sudah terlampau gemuk, sebaiknya tidak menambah kementerian baru yang tentu akan menyedot APBN, lebih baik Kepolisian dibawah Departemen Dalam Negeri, kata Agus lebih lanjut.
*****************