• Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
Rabu, Oktober 15, 2025
  • Login
No Result
View All Result
Beranda Negeri
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
No Result
View All Result
Beranda Negeri
No Result
View All Result
Home UMUM

Pak Sobari dan Kebijaksanaan Kontes Sains di SMA Cendekia, Negeri Antaberantah

by Redaksi
Oktober 14, 2025
in UMUM
0
Konfusianisme di Era Kepemimpinan Hu Jintao
0
SHARES
184
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

 

Oleh Odemus Bei Witono, Direktur Perkumpulan Strada dan Pemerhati Pendidikan

 

PMU (Pedoman Mutu Utama) telah diganti dengan program baru yang lebih halus: Gerakan Sekolah Berprestasi (GSB). GSB tidak lagi menuntut persentase nilai, tetapi menuntut kemenangan wajib dalam kompetisi sains regional sebagai bukti ‘keunggulan institusi’.

Pak Sobari sekarang adalah guru Fisika di SMA Cendekia. Kejujurannya tidak hanya tentang 2× 2=4, tetapi tentang hukum alam.

Pak Hendro adalah guru Biologi, dan Bu Sudiasih, guru Kimia. Mereka sama-sama bertanggung jawab atas tim olimpiade sains sekolah.

Ibu Murni sang kepala sekolah, memanggil Pak Sobari, Pak Hendro, dan Bu Sudiasih ke ruangannya. Di meja, terhampar piagam-piagam kosong.

“Tahun ini, kita harus menang di Kontes Sains Regional,” tegas Ibu Murni, matanya tajam. “Dana GSB, reputasi kita, bahkan peluang kita untuk menjadi Sekolah Percontohan, bergantung pada piala itu. Kita harus membuktikan bahwa Cendekia adalah ‘Sekolah Berprestasi’.”

Pak Hendro, yang paling pragmatis, menyambut ide itu dengan antusias. “Siap, Bu. Kami sudah memilih tiga murid terpandai. Kami akan tempa mereka.”

Bu Sudiasih tampak ragu, “Tapi, Bu, kita punya 300 siswa. Apakah fokus pada tiga orang ini adil? Bukankah mutu sekolah diukur dari peningkatan seluruh siswa?”

Ibu Murni tersenyum tipis. “Sudiasih, itulah cara kerja dunia. Kemenangan tiga orang adalah representasi yang lebih kuat daripada peningkatan 300 orang. Kita harus memilih kandidat juara untuk sistem ini. Fokus pada hasil yang diinginkan, lupakan yang lain.”

Pak Sobari, yang selama ini diam, akhirnya berbicara. “Maaf, Bu Murni. Saya mengerti tekanan GSB. Tapi dalam Fisika, tidak ada jalan pintas. Jika kita menanam benih di tanah yang kering dan hanya menyiram tiga benih yang kita unggulkan, tanah itu tetap kering. Integritas pendidikan adalah memastikan semua siswa memahami konsep, bukan hanya tiga orang yang menghafal solusi.”

Tim olimpiade dibentuk. Pak Hendro dan Bu Sudiasih bekerja keras, melatih tiga murid unggulan mereka. Namun, mereka cepat menyadari bahwa persaingan sangat ketat. Sekolah lain menggunakan cara yang tidak etis: bocoran soal, hingga mentor pribadi yang mahal.

Suatu malam, Pak Hendro menunjukkan paket materi kepada Pak Sobari. “Sobari, ini ‘materi rahasia’ dari mentor luar. Ini adalah soal-soal tahun lalu, dimodifikasi sedikit, tapi polanya sama. Kalau kita gunakan ini, kemenangan kita hampir pasti.”

Pak Hendro menyamakan ini dengan filosofi: menggunakan alat yang ‘diberikan’ oleh sistem (atau yang direkomendasikan secara diam-diam) untuk memastikan hasil yang diinginkan.

“Kita tidak perlu berbohong tentang 2×2=4, Sobari,” kata Pak Hendro memelas. “Kita hanya perlu memastikan anak-anak kita menghafal jawaban untuk ‘teorema yang diinginkan’ demi kemenangan.”

Bu Sudiasih, sebagai guru Kimia, menambahkan, “Saya tahu ini tidak etis. Tapi jika kita menang, kita mendapat dana laboratorium baru. Seluruh siswa akan diuntungkan. Apakah membiarkan sekolah ini stagnan karena kejujuran adalah integritas?”

Pak Sobari mengambil paket soal itu, berat di tangannya. “Integritas pendidik bukan hanya menolak memanipulasi angka, Hendro, Sudiasih. Integritas adalah menolak memanipulasi proses belajar. Jika kita mengajarkan anak-anak ini menghafal pola, kita tidak mendidik saintis; kita mendidik robot ujian. Dan saat mereka menghadapi masalah nyata yang polanya berbeda, mereka akan gagal total.”

Pak Sobari menceritakan metafora pribadinya: “Jika saya bertanya hubungan antara massa dan energi, jawaban tersebut mungkin akan berbunyi: ‘Itu adalah hubungan yang paling sesuai dengan buku pegangan sekolah.’ Tetapi kebenaran universalnya adalah E = mc kuadrat. Kita harus mengajarkan kebenaran, bukan kepatuhan.”

Pak Sobari menolak menggunakan bocoran soal. Ia merobek paket materi itu di depan Pak Hendro dan Bu Sudiasih, lalu menggantinya dengan latihan soal yang didasarkan pada penalaran murni dan eksperimen nyata menggunakan alat-alat laboratorium sederhana yang mereka miliki.

Hari kontes tiba. Tim SMA Cendekia tidak memenangkan piala utama. Mereka hanya menempati posisi keenam. Ibu Murni marah besar. Pak Sobari, Pak Hendro, dan Bu Sudiasih dicap sebagai ‘guru yang tidak loyal’.

Namun, saat laporan hasil detail kontes dikeluarkan, Pak Hendro yang selalu tertarik pada data, menemukan sesuatu yang mengejutkan.

“Sobari, lihat ini!” Pak Hendro menunjuk ke hasil tes penalaran ilmiah, bagian yang mengukur pemikiran kreatif dan penyelesaian masalah non-rutin.

Tim Cendekia, meskipun kalah piala, mendapatkan skor tertinggi nasional dalam kategori ‘Penalaran dan Penerapan Konsep Dasar’. Sementara tim-tim pemenang piala yang menggunakan bocoran soal, jeblok di kategori ini. Mereka hanya unggul di kategori ‘Penghafalan Pola Soal’.

Bu Sudiasih tertegun. “Mereka mendapatkan gelar kemenangan, tapi kita mendapatkan kebenaran ilmiah yang sesungguhnya. Kita mengajarkan mereka Fisika, bukan hanya cara memenangkan kontes.”

Mereka sadar, kejujuran Pak Sobari tidak sia-sia. Kemenangan piala itu adalah kepalsuan, tetapi skor penalaran tinggi itu adalah bukti nyata bahwa metode yang berintegritas menghasilkan pemikir sejati.

Pak Hendro dan Bu Sudiasih kini memiliki amunisi. Mereka mengajukan data itu kepada komite sekolah dan orang tua.

Mereka menunjukkan bahwa meskipun SMA Cendekia tidak memenangkan piala, mereka menghasilkan murid yang siap menghadapi tantangan keilmuan yang nyata.

Integrasi Pak Sobari telah berhasil. Ia tidak hanya mempertahankan E = mc kuadrat sebagai kebenaran hakiki Fisika, tetapi ia juga berhasil meyakinkan rekan-rekannya bahwa integritas dalam proses pengajaran merupakan hukum alam yang tidak boleh dilanggar.

Meskipun Ibu Murni masih mengeluh, reputasi SMA Cendekia di mata akademisi sungguhan justru meningkat drastis. Mereka mulai dikenal sebagai sekolah yang menghasilkan murid kritis, bukan hanya patuh.

 

—————————–

 

ShareTweetSend

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recommended

Dongeng  tentang  Cinta

Dongeng tentang Cinta

3 tahun ago
Suaramu Jalan Pulang yang Kukenali – Sajak Adimas Immanuel

Suaramu Jalan Pulang yang Kukenali – Sajak Adimas Immanuel

8 bulan ago

Popular News

  • Sinyal Cinta Kosmis

    Sinyal Cinta Kosmis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Newsletter

Beranda Negeri

Anda bisa berlangganan Artikel Kami di sini.
SUBSCRIBE

Category

  • BERITA
  • BIOGRAFI
  • BUMI MANUSIA
  • Featured
  • JADWAL
  • JELAJAH
  • KOLOM KHUSUS
  • LENSA
  • OPINI
  • PAPALELE ONLINE
  • PUISI
  • PUSTAKA
  • SASTRA
  • TEROPONG
  • UMUM

Site Links

  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed komentar
  • WordPress.org

About Us

Beranda sebagai suatu tempat para penghuni rumah untuk duduk melepas lelah, bercerita dengan anggota keluarga ataupun tamu dan saudara. Karena itu pula media Baranda Negeri merupakan tempat bercerita kita dan siapa saja yang berkesempatan berkunjung ke website ini.

  • Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

No Result
View All Result
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In