Oleh Agus Widjajanto
Seluruh sadara-saudara kita yang memeluk agama Kristiani, telah menjalani Natal tahun ini dengan kidmad dan berharap penuh berkat, Natal tahun ini bisa menjadi momen introspeksi yang tepat untuk kita merefleksikan tentang bencana banjir bandang yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Padang. Bencana ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga lingkungan dan mengurangi dampak negatif manusia terhadap alam.
Beberapa contoh banjir bandang yang pernah terjadi di Indonesia, seperti:
– Banjir Bandang Mandailing Natal (2018): 24 orang meninggal, 102 rumah hancur, dan 123.936 jiwa terdampak.
– Banjir Tangse, Aceh (2011): 158 orang meninggal, 145 orang hilang, dan jalur komunikasi serta jaringan listrik terputus.
– Banjir Wasior, Papua Barat (2010): 20 titik banjir, 7 kecamatan terdampak, dan ribuan warga mengungsi.
Bencana ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
– Kerusakan hutan: Penebangan liar dan kerusakan hutan dapat meningkatkan risiko banjir bandang.
– Curah hujan tinggi: Hujan deras yang tidak berhenti dapat menyebabkan banjir bandang.
– Sistem drainase buruk: Sistem drainase yang tidak efektif dapat memperburuk situasi banjir.
Mari kita gunakan momen Natal ini untuk merefleksikan dan meningkatkan kesadaran kita akan pentingnya menjaga lingkungan dan mengurangi dampak negatif manusia terhadap alam
Seperti kita ketahui bersama dipunghujung tahun 2025 terjadi bencana besar yang menewaskan lebih dari 1000 masyarakat terkena dampak bemcana dan beberapa ratus orang yang belum ditemukan, fenomena bencana alam Sumatera yang diterjang banjir bandang menyisakan kisah pilu dimana ada beberapa desa hilang tanpa jejak, dan tentu menimbulkan kerugian bukan hanya materi tapi secara psikologis menghantui setiap anak, ibu dan orang tua di wilayah terzebut, belum lagi tersedot biaya ABPN negara dalam merenofasi kerusakan yang terjadi, menjadi catatan kelam dan pembelajaran sangat mahal yang harus ditebus bangsa ini.
Bencana banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat akibat ilegal logging memang menjadi pembelajaran penting bagi bangsa Indonesia di penghujung tahun 2025. Bencana ini disebabkan oleh kerusakan daerah aliran sungai (DAS) yang dipicu oleh aktivitas ilegal logging dan pembukaan lahan liar.
Perusahaan yang Terlibat
Satgas Garuda PKH telah mengidentifikasi 31 perusahaan yang diduga terlibat dalam kerusakan DAS, dengan rincian:
– Aceh: 9 perusahaan
– Sumatera Utara: 8 subjek hukum, termasuk perusahaan dan pemegang hak atas tanah (PHT)
– Sumatera Barat: 14 subjek hukum
Tindakan Hukum
Bareskrim Polri telah meningkatkan penanganan perkara kayu gelondongan yang ditemukan di wilayah Garoga, Tapanuli Utara, hingga Anggoli, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara ke tahap penyidikan. Selain itu, Satgas PKH juga akan menjatuhkan sanksi administratif kepada subjek hukum yang dinilai bertanggung jawab, berupa evaluasi perizinan terhadap korporasi yang memiliki izin usaha.
Pelajaran yang Dapat Dipetik
Bencana ini menunjukkan pentingnya:
– Mitigasi bencana: Memperkuat mitigasi bencana dan kesiapsiagaan masyarakat
– Perencanaan tata ruang: Perencanaan tata ruang yang berbasis risiko
– Rehabilitasi DAS: Rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) dan hutan
Dengan demikian, kita dapat belajar dari bencana ini untuk meningkatkan kesadaran dan tindakan dalam melindungi lingkungan dan mencegah bencana serupa di masa depan.
Bahwa sesungguhnya kita harus sadar alam ini memang titipan dari generasi mendatang dan semesta, sehingga kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan melindunginya. Ini adalah amanah yang harus kita emban dengan baik, agar generasi mendatang dapat menikmati keindahan dan kekayaan alam yang sama seperti kita.
Mengapa alam ini Titipan?
– Amanah dari generasi mendatang: Alam ini adalah warisan dari generasi sebelumnya dan titipan untuk generasi mendatang, sehingga kita harus menjaganya dengan baik.
– Tanggung jawab kita: Kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan melindungi alam, agar dapat memberikan manfaat bagi semua makhluk hidup.
– Keseimbangan ekosistem: Alam memiliki keseimbangan ekosistem yang rapuh, sehingga kita harus menjaga dan melindunginya agar tidak terganggu.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
– Mengurangi dampak negatif: Kita harus mengurangi dampak negatif kita terhadap alam, seperti mengurangi polusi, menghemat sumber daya, dan mengurangi limbah.
– Melindungi keanekaragaman hayati: Kita harus melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistem alam, agar dapat menjaga keseimbangan alam.
– Mendidik dan meningkatkan kesadaran: Kita harus mendidik dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga alam, agar dapat bersama-sama menjaga dan melindungi alam.
Dengan demikian, kita dapat menjaga alam ini sebagai titipan dari generasi mendatang dan semesta, agar dapat memberikan manfaat bagi semua makhluk hidup.
Apakah alam ini warisan dari nenek moyang kita kepada kita, atau kah memang karunia semesta kepada kita sebagai bangsa ?
Alam ini dapat dilihat sebagai warisan dari kedua-duanya, yaitu nenek moyang dan semesta.
Warisan dari Nenek Moyang
– Amanah dari generasi sebelumnya: Alam ini adalah warisan dari generasi sebelumnya, yaitu nenek moyang kita, yang telah menjaga dan melindunginya selama ribuan tahun.
– Kearifan lokal: Nenek moyang kita telah memiliki kearifan lokal dan pengetahuan tradisional tentang bagaimana menjaga dan memanfaatkan alam dengan bijak.
– Tanggung jawab kita: Kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan melindungi alam ini, agar dapat memberikan manfaat bagi generasi mendatang.
Warisan dari Semesta
– Keseimbangan ekosistem: Alam ini adalah bagian dari keseimbangan ekosistem semesta, yang melibatkan semua makhluk hidup dan non-hidup.
– Sumber daya alam: Alam ini menyediakan sumber daya alam yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, seperti air, udara, dan tanah.
– Tanggung jawab kita: Kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan melindungi alam ini, agar dapat menjaga keseimbangan ekosistem semesta.
Dengan demikian, alam ini adalah warisan dari kedua-duanya, yaitu nenek moyang dan semesta, sehingga kita harus menjaga dan melindunginya dengan bijak.
Bahwa dampak yang ditimbulkan bagi dunia (global) sangat besar termasuk pada perubahan iklim dimana tidak lagi beraturan , hal ini harus kita sadari bahwa Rusaknya hutan Sumatera memang memiliki dampak yang signifikan pada perubahan iklim dunia dan kehidupan manusia secara global. Hutan Sumatera adalah salah satu hutan hujan tropis terbesar di dunia dan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global.
Dampak pada Perubahan Iklim
– Penyerapan karbon: Hutan Sumatera menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer, yang membantu mengurangi efek rumah kaca dan perubahan iklim.
– Pengurangan emisi: Rusaknya hutan Sumatera dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca, yang mempercepat perubahan iklim.
– Perubahan pola cuaca: Rusaknya hutan Sumatera dapat mempengaruhi pola cuaca global, yang dapat menyebabkan perubahan suhu, curah hujan, dan cuaca ekstrem.
Dampak pada Kehidupan Manusia
– Krisis air: Rusaknya hutan Sumatera dapat mempengaruhi siklus air, yang dapat menyebabkan krisis air di daerah sekitar.
– Kehilangan biodiversitas: Rusaknya hutan Sumatera dapat menyebabkan kehilangan biodiversitas, yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia dan ekosistem.
– Dampak ekonomi: Rusaknya hutan Sumatera dapat memiliki dampak ekonomi yang signifikan, seperti kehilangan pendapatan dari industri kayu dan pariwisata.
Solusi
– Rehabilitasi hutan: Rehabilitasi hutan Sumatera dapat membantu mengembalikan keseimbangan ekosistem dan mengurangi dampak perubahan iklim.
– Pengelolaan hutan berkelanjutan: Pengelolaan hutan berkelanjutan dapat membantu menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan.
– Pendidikan dan kesadaran: Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan Sumatera dapat membantu meningkatkan upaya penebangan hutan.
Dengan demikian, kita harus bekerja sama untuk menjaga dan melindungi hutan Sumatera, agar dapat mengurangi dampak perubahan iklim dan menjaga kehidupan manusia secara global.
Mari kita sadar bahwa alam ini bukan milik kita, bukan warisan nenek moyang kita dan kita berhutang pada generasi mendatang untuk tetap menjaganya, sebagai bagian dari Sunatullah (hubungan manusia dengan alam semesta) yang harus bisa kita pertanggung jawabkan. Negara harus hadir, harus ada kebijakan regulasi yang tegas untuk menjaga alam ini. Demi anak cucu kita, demi dunia dan demi kemanusiaan.
————————-
Penulis adalah pemerhati sosial budaya dan hukum





