Oleh Josef Bataona
“The first time I read an excellent book, it is to me just as if I had gained a new friend. When I read over a book I have perused before, it resembles the meeting with an old one.” (Oliver Goldsmith)
LANGKAH memasuki sebuah toko buku, nampak biasa saja, semua kita alami. Bahwa kita menuju ke rak berisi buku dengan kategori yang kita cari, normalnya memang demikian. Bila sudah kita temukan buku yang dicari, kita akan segera membayarnya. Tapi bagaimana kalau mendadak mata melihat sesuatu yang lain? Mengapa tangan ini segera menggapai buku itu lalu menyimak reviewnya? Menurut saya, langkah orang ini sudah diatur oleh alam semesta, tanpa disadari, karena ada kebutuhan tertentu yang menghendaki hadirnya buku tersebut ditangannya. Dan dua buku yang sudah diambil, ditinggalkan dan malah membeli buku terakhir ini. Mengapa buku ini jadi menarik?

Bermula dari penasaran
Namanya Retno Wulandari, yang kisahnya ini diposting di LinkedIn, dan atas ijinnya saya sajikan kembali secara utuh di blog ini untuk pembaca semua:
26 Oktober 2019.
Kali kedua gajian mundur dan dompet sudah menipis, tapi hasrat ingin beli buku sangat tinggi, sehingga berhasil mendaratkan saya di toko buku salah satu mall di Jogja.
Ketika akhirnya sudah menemukan buku yang saya inginkan, tiba tiba saya melihat di rak paling bawah bagian ‘Self Improvement’ ada buku berjudul #CurhatStaf . Penasaran dengan isinya, saya ambil buku tsb dan membaca bagian reviewnya.
Menimbang-nimbang untuk membelinya dan merelakan buku yang sudah saya ambil, (mengingat keadaan dompet yang masih kritis) akhirnya saya putuskan untuk membawanya pulang & merelakan 2 buku lainnya.
#CurhatStaf. Kenapa akhirnya saya membeli buku ini? Jujur saja, selain saya sangat penasaran dengan isinya, buku ini terasa cocok dengan keadaan kantor saya saat itu, banyak gap & chaos antara staff & atasan, yang membuat kondisi tempat kerja semakin tidak nyaman.
Belajar dari buku tsb, akhirnya saya sedikit-banyak mengerti sebetulnya kebutuhan akan pemimpin seperti apa yg staff idamankan (ya meskipun saya juga masih staff hihi) Belajar dari sekarang, sebelum naik ke jenjang selanjutnya.
Terimakasih Pak Josef Bataona sudah membuat buku ini!
Semoga semakin banyak yang terinspirasi oleh Bapak.
N.B : bonus quotes favorit saya.

Sayapun menanggapinya dengan antusias:
Terima kasih Retno Wulandari C.W. Sudah memilih untuk membaca buku #CURHATSTAF Seni Mendengarkan Bagi Para Pemimpin. Saya juga kagum akan niat Retno untuk belajar agar suatu waktu saat menjadi Pemimpin bisa lebih bijak. Salam
Paragraf terakhir tulisan Retno justru menarik perhatian saya. Dia sedikit banyaknya paham tentang Pemimpin yang diidamkan staf itu seperti apa, terutama karena dia bisa menghubungkannya dengan kenyataan yang dilihatnya disekitar tempat kerjanya. Dan tidak kalah pentingnya adalah, dia mulai belajar agar suatu ketika dia menjadi pemimpin, dia bisa berperilaku yang lebih bijak. Kita semua doakan semoga Retno sukses meraih yang dia impikan.
Makna Dibalik Tulisan
Jari-jari kita seakan lancar saja mengetik apa yang ada di dalam pikiran. Kata-kata yang kita rangkai ternyata mempunyai roh, mempunyai daya tarik yang bisa menginspirasi siapa saja yang membacanya. Apalagi, setelah dibaca isi yang menginspirasi itu dibagikan kembali kepada yang lain, dan menciptakan bola pembelajaran terus bergulir, dengan multiplied effect. Steven Covey dalam bukunya 7 Habits of Highly Effective People juga mendorong kita untuk setelah belajar, mencoba mengimplementasi untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman, dan kemudian kita bagikan lagi pengetahuan tersebut yang sudah diperkaya dengan pengalaman praktis.
Karena itu, tidak berlebihan kalau Meisia Chandra juga turut memberikan komen melalui email:
“…… seperti inilah reward tak terduga dan sangat berarti dari berkarya. Waktu menulis kita ga pernah tahu bagaimana karya itu akan dipersepsikan dan dimaknai oleh orang lain, seolah karya itu sudah memiliki jati diri sendiri. Syukurlah ketika karya itu dapat benar2 related dan membantu dalam kehidupan real seseorang. Lanjutkan pak !”
Dan Retno yang empunya cerita ini, sadar benar bahwa, ini bukan berkaitan dengan berapa harga buku #CurhatStaf yang dia beli, tapi berapa ongkos yang harus ditanggung dalam kehidupan ini, seandainya dia tidak membaca buku ini, seperti kata bijak Jim Rohn yang mengakhiri tulisan ini.
“It isn’t what the book costs; it’s what it will cost if you don’t read it.” (Jim Rohn)
Sumber: https://www.josefbataona.com