Oleh Gede Prama *
Dunia yang semakin rumit. Ini potret zaman ini. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak berhasil membuat komplesitas permasalahan di segala bidang menurun. Sebaliknya di segala bidang muncul kerumitan-kerumitan yang semakin rumit. Di tengah kelangkaan jalan keluar, biasanya manusia menunggu datangnya keajaiban. Kebanyakan manusia mengira, keajaiban datang dari langit, lupa bahwa keajaiban yang paling ajaib datang dari dalam hati, muncul dalam keseharian yang penuh kasih sayang.
Kesembuhan
Keajaiban kasih sayang yang pertama, muncul dalam bentuk kesembuhan. Dulunya, kasih sayang menyembuhkan hanya cerita di dunia spiritual. Sekarang, berlimpah riset yang mendukung penemuan ini. Salah satu riset yang paling sering dikutip dalam hal ini, adalah dua kelompok mahasiswa yang diminta menonton dua film berbeda. Kedua kelompok mahasiswa ini diambil air liurnya sebelum dan sesudah menonton film untuk untuk melihat kekebalan tubuh mereka. Hasilnya sangat menyentuh, kelompok mahasiswa yang menonton film Bunda Teresa kekebalan tubuhnya jauh lebih baik dibandingkan dengan yang menonton film biasa.
Sejumlah yogi Tibet dimasukan ke dalam mesin MRI, kemudian diminta memeditasikan kasih sayang. Hasilnya terang sekali, gerakan neural di bagian otak tempat berfungsinya kesembuhan menaik drastis sekali. Seorang sahabat dekat yang ceritanya bisa dipercaya sepenuhnya menggunakan tubuhnya sendiri untuk mengecek kebenaran bahwa kasih sayang dapat menyembuhkan. Tatkala melakukan meditasi pribadi, sore harinya memberikan kesempatan kepada banyak sekali nyamuk-sebagian nyamuknya berwarna hitam putih yang kerap disebut sebagai sumber penyakit demam berdarah-untuk meminum darahnya. Tentu saja dilakukan dengan spirit kasih sayang mendalam. Akibatnya tubuhnya tentu saja merah di sana-sini. Tapi setelah bertahun-tahun, tidak ada tanda-tanda ia terkena penyakit demam berdarah.
Daftar contoh dan bukti bisa diperpanjang tentu saja. Tapi di tengah mahalnya harga obat, tidak terjangkaunya biaya rumah sakit, tidak tersentuhnya masyarakat miskin oleh bantuan pemerintah, layak kita renungkan melindungi kesehatan tubuh dengan kasih sayang mendalam.
Kedamaian
Keajaiban kasih sayang yang kedua, ia sangat mendamaikan. Salah satu Guru yang meditasinya damai sekali bernama Ramana Maharshi. Berkali-kali muridnya menemukan, di dekat beliau, meditasi atau mengajar, tidak saja manusia damai, bahkan binatang liar seperti ularpun damai. Nelson Mandela adalah contoh lain. Beliau tidak saja dirasakan damai oleh sahabat dan keluarga, tapi juga terasa damai di hati musuh-musuhnya. Jalalludin Rumi adalah salah satu tokoh sufi yang damai sekali. Vibrasi kedamainnya bahkan dirasakan jauh di luar komunitas muslim, melampaui waktu hidupnya di abad empat belas. Ketiga tokoh ini memang lahir dari agama yang berbeda. Tetapi ketiganya memiliki satu kesamaan, yakni hati yang penuh dengan kasih sayang.
Salah satu logika yang bisa menjelaskan hal ini adalah cerita ketika dua orang bertemu anjing. Orang pertama damai sekaligus penuh kasih sayang. Orang kedua adalah orang biasa. Setelah lewat di depan anjing, hanya orang kedua yang digonggong anjing. Ini bisa terjadi karena ketakutan berlebihan membuat tubuh manusia menghasilkan adrenalin. Dan adrenalin ini yang dicium oleh anjing sehingga menggonggong juga karena ketakutan.
Indahnya kasih sayang mendalam, tidak saja membuat tubuh manusia tidak memproduksi adrenalin, juga menjadi jembatan bagi pengalaman kebersatuan. Di tingkat kebersatuan, diri kecil (tubuh, perasaan, persepsi, formasi mental, pikiran dualistik) lebur menyatu dengan Diri Agung. Di tingkat ini alam kecil dan alam besar terhubung rapi. Sehabis ini, tidak ada hal lain yang tersisa kecuali damai.
Kesempurnaan
Dengan modal kedamaian menawan, kasih sayang bisa mengantar manusia ke tangga keajaiban yang ketiga yakni kesempurnaan. Di tingkat kesembuhan dan kedamaian berlimpah logika dan penelitian yang tersedia sebagai bahan penjelasan. Di tingkat kesempurnaan, semua bahasa dan logika manusia menjadi tangga yang tidak cukup tinggi untuk menjangkau. Itu sebabnya, orang suci yang sudah sampai di sini semuanya menggunakan bahasa puitik.
Salah satu Guru suci pernah berpesan seperti ini: “Awalnya suka cita. Di tengah suka cita. Di akhir juga sukacita”. Di tingkat kesempurnaan, semua dilihat dan diperlakukan dengan suka cita sehingga kehidupan tidak punya wajah lain selain suka cita. Bedanya suka cita di tingkat kesempurnaan dengan suka cita orang biasa, suka cita di tingkat kesempurnaan menjadi ibu bagi lahirnya bayi indah bernama kasih sayang. Makanya, salah satu arti buku suci adalah kerinduan mendalam akan kasih sayang (a crying for compassion).
Dengan kata lain buku suci lahir dari kerinduan mendalam akan kasih sayang. Ia serupa seorang ibu yang rindu akan anak-anaknya, sekaligus dengan tangan mendekap untuk menenangkan sekaligus menyelamatkan. Itu sebabnya, di banyak tradisi disarankan menghormati buku suci sebaik manusia menghormati ibu kandungnya.
Menitipkan Masa Depan
Kembali ke cerita awal tentang kerumitan meningkat di mana-mana, salah satu sebab dominannya karena dunia tanpa pemimpin. Sulit menyangkal, zaman ini sangat mengagumi Mahatma Gandhi, Nelason Mandela, Bunda Teresa, Dalai Lama. Dan yang serupa dari tokoh-tokoh ini sederhana, semuanya berpengaruh karena kedalaman kasih sayang. Dalam studi mendalam tentang kepemimpinan, sudah lama ditemukan bahwa intisari kepemimpinan terletak pada kemampuan ‘memengaruhi’. Dan kemampuan memengaruhi sangat ditentukan oleh seberapa indah hati seseorang dihiasi oleh kasih sayang. Kepada orang-orang semacam inilah masa depan akan dititipkan.
***
*Gede Prama, adalah seorang pencinta kedamaian, motivator.
*Sumber Tulisan: Buku Cahaya Kedamaian, Gede Prama, Penerbit Karania, 2014.