Pengantar : Untuk semakin mengenal tradisi semana santa, sejarah dan kebudayaan wilayah Larantuka dan sekitarnya, berandanegeri.com akan menurunkan beberapa tulisan sejak hari Rabu 26 Februari 2020 ini hingga menjelang Paskah 12 April 2020. Tulisan akan dikemas sebagai esey budaya. Semoga berguna.
Penulis :Benjamin Tukan
Hari ini Rabu, 26 Februari 2020, umat Katolik se-dunia memasuki masa khusus dalam tahun liturginya yang disebut “Masa Prapaskah”. Rabu awal masa pra paskah ini sering pula disebut “Rabu Abu” yang berhubungan dengan perayaan pengolesan abu di dahi umat sebagai awal masa pertobatan.
Masa Prapaskah berlangsung sejak hari Rabu Abu sampai hari Jumat Agung menjelang Hari Raya Paskah. Dalam tradisi umat Katolik, masa Pra Paskah, sering disebut masa puasa atau masa pertobatan. Pada masa ini, umat Katolik diajak untuk lebih cermat dan tekun menjalankan pertobatan dan membarui diri agar siap merayakan Paskah.
***
Saat memasuki masa Prapaskah, orang-orang mulai berbicara tentang Larantuka, kota kecil, ibukota Kabupaten Flores Timur, ujung Timur Pulau Flores. Soalnya, di kota ini saban tahun jelang Paskah selalu menjadi tempat kunjungan para peziarah lantaran telah hidup berabad lamanya tradisi perayaan paskah yang dikenal sebagai Semana Santa atau pekan suci.
Tak hanya umat Katolik Larantuka, umat dari daerah lain bahkan para peziarah dan turis manca negara pun setiap tahun mengagendakan waktu untuk merayakan paskah atau pun sekedar berlibur di Larantuka saat perayaan Paskah.
Semana Santa yang merupakan perayaan sepekan sebelum hari raya Paskah ini dimulai saat perayaan minggu Palem dan berakhir pada minggu Paskah. Semana Santa dalam bahasa Portugis berarti pekan suci. Semana sancta (semana = seminggu/sepekan, sancta = kudus).
Perayaan yang diwariskan para paderi (pastor) Portugis dari Abad XVI ini,oleh umat setempat dimaknai sebagai “hari bae”, hari penuh rahmat. Dalam pekan ini umat berdatangan ke kapela-kapela untuk melantunkan doa yang dalam bahasa setempat disebut “mengaji semana Santa”.
Hari bae diyakini merupakan hari penuh rahmat, sehingga umat yang hadir percaya akan memperoleh berkat dan rahmat berlimpah. Oleh karena keyakinan ini, umat yang mengikuti sungguh terlibat dalam doa dengan ujud dan niat khusus. Dalam sepekan ini, tidak ada hari tanpa perayaan dan semuanya tidak terpisah satu dengan yang lain.
Larantuka melalui tradisinya, seolah menyuguhkan sebuah suasana dan pengalaman yang khas untuk membantu umat untuk merayakan paskah. Satu hal yang sering dibicarakan orang tentang kehidupan iman umat di Larantuka adalah ketekunan melakukan devosi serta melakasanakan perayaan-perayaan keagamaan secara massal dan meriah.
Dalam pekan Semana Santa, disamping umat Larantuka khidmat dalam sujud dan doa, kapela-kapela tempat penyimpanan patung-patung yang juga telah ada berabad silam ini, dibuka dan dikunjungi para peziarah untuk penghormatan dan menyampaikan doa. Di gereja Katedral umat datang untuk mengikuti upacara Liturgi, sebagai bagian dari perayaan wafat dan kebangkitan Yesus.
Di luar perayaan Liturgi gereja, berbagai pertemuan antar umat digelar untuk membicarakan persiapan melangsungkan perayaan Tri Hari Suci. Umat dari luar kota pun, mulai berdatangan menambah kemerihan suasana persiapan dan minggu palem.
Pada hari Jumat atau sering dikenal sebagai Jumat Agung, Larantuka bagaikan kota yang melewati sepenuh harinya dalam susana perkambungan. Umat mengarak patung Tuan Ma (Bunda Maria) dari Kapela Pante Kebis dan Tuan Ana (Patung Yesus) dari Kapela Tuan Ana menuju Gereja. Pada hari Jumat ini juga diadakan prosesi bahari yang mengantarkan patung kanak-kanak Yesus melewati selat Larantuka yang diiringi sampan dan motor laut. Sore jelang malam setelah doa selesai di Gereja, sambil membawa dan menyalakan lilin umat menjalani prosesi yang melewati delapan armida.
Melalui tradisi yang dirayakan masyarakat ini, otomatis kota ini pun dapat dihubungkan dengan sejarah masa lalu. Tak heran jika ceritra masa silam dapat dipadatkan saat berkunjung ke Larantuka. Di sini terungkap pula kedatangan orang-orang luar, seperti Portugis, Belanda, Jepang juga pengaruh yang datang sebelumnya dari kerajaan-kerajaan nusantara.
Larantuka memang unik. Kendati kota sering disebut, namanya tidak setenar Dili dan Macau di Cina sana. Walau Larantuka, Dili dan Macau punya hubungan sejarah di awal pembentukan, tetap saja Larantuka tidak segemilang kedua kota itu. Belum lagi, sejak politik VOC yang tidak memperhatikan daerah-daerah di luar Jawa, semakin menjauhkan Larantuka dari percaturan perdagangan masa VOC Belanda dan nyaris dilupakan.
Maka benar kalau Sejahrawan Denys Lombard, dalam “Nusa Jawa Silang Budaya: Batas-batas Pembaratan”, memberikan pernyataan yang cukup menarik bahwa ketika VOC sibuk memperkokoh pengaruhnya di bandar-bandar besar Nusantara, kekatolikan berjalan secara baik dan terkadang mandiri di daerah-daerah Flores; daerah yang relatif jauh dari sentuhan dengan VOC pada awal-awalnya.
Tapi itulah Larantuka.Sebagaimana Dili dan Macau, diam-diam orang menaruh simpati untuk datang mengunjunginya.Tinggal di Larantuka selama sepekan bukanlah waktu yang membosankan. Keindahan alam dan budaya Lamaholot memberikan arti tersendiri untuk mempekaya khazanah iman dan budaya bagi para pengunjung. Dari Larantuka, siapa pun dapat melakukan perjalanan ke wilayah-wilayah sekitarnya yang juga menyimpan keindahan budaya yang khas.
Mengalami sepekan di Larantuka,merayakan paskah bersama umat Larantuka tetap menjadi dambaan siapa saja. Karena itu sejak sekarang, orang mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk dapat tiba di Larantuka untuk berlibur dan merayakan paskah umat kristiani (*)