Oleh Nardi Maruapey*
MEMASUKI era globalisasi yang terjadi sejak akhir abad-19 dan awal abad-20 sampai munculnya fenomena tatanan dunia baru yang berbasis high technologi dalam sendi-sendi kehidupan manusia. Kemunculan high technologi sebagai sebuah keniscayaan dari dampak perkembangan zaman. Secara otomatis bahwa fenomena ini mau tidak mau harus dihadapi secara baik dan benar.
Dan untuk menghadapi itu membutuhkan kecakapan dalam berbagai bidang ilmu, tidak terkecuali bidang pendidikan. Artinya, pendidikan merupakan kekuatan mendasar, prinsipil untuk digunakan modal dalam merespon perkembangan dunia (zaman) yang sedang terjadi. Semangat pendidikan adalah upaya untuk membentuk sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
SDM berkualitas merupakan bagian yang harus dijadikan kekuatan utama (the main force) menghadapi tantangan dan gejolak yang sedang berlangsung ini, akibat dari pengaruh besar era globalisasi dan kemajuan teknologi yang semakin kencang terjadi. Manusia sebagai makhluk individual sekaligus makhluk komunal mesti memiliki modal kecerdasan dan mental (moral) dari proses pembentukkan SDM itu. Pembentukan SDM dilakukan lewat jalur pendidikan dan peran pendidikan.
Era Globalisasi
Globalisasi dalam sejarahnya yang
panjang itu berakar dari dengan ditandai pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi sehingga ia mampu mengubah
dunia secara mendasar. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat
akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting
kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru
yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk
kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul
sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi
baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir.
Globalisasi dapat dipahami sebagai perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi dan sosial yang berkombinasi dengan pembentukan kesaling-hubungan regional dan global yang unik, yang lebih ekstensif dan intensif dibandingkan dengan periode sebelumnya, yang menantang dan membentuk kembali kehidupan sosial, lebih spesifik lagi negara modern dan berbagai macam tantangannya.
Banyak orang yang mempunyai pemahaman dengan mendefinisikan globalisasi hanya sebagai proses ekonomi padahal pada dasarnya globalisasi tidak semata proses ekonomi, tetapi glabalisasi merupakan kata yang universal. Menurut Anthony Giddens globalisasi tidak hanya, atau bahkan pada dasarnya, sebuah fenomena ekonomi; dan globalisasi sebaiknya jangan disejajarkan dengan kemunculan sebuah ‘sistem dunia’. Globalisasi sebenarnya menyangkut transformasi ruang dan waktu.
Giddens melihat bahwa globalisasi tidak hanya berurusan dengan penciptaan sistem-sistem berskala besar, namun juga menyangkut tranformasi konteks pengalaman sosial berciri lokal, dan bahkan personal. Perubahan yang terjadi dari dampak globalisasi sampai ke pola kehidupan masyarakat yang paling kecil dan sederhana dalam keseharian.
Globalisasi saat ini semakin dirasakan oleh setiap individu yang mendorong adanya perubahan dalam pola perilaku. Globalisasi merupakan salah satu faktor pendorong adanya perubahan dalam struktur, nilai, norma dan tingkah laku manusia. Menurut
H. A. R. Tilaar (2002), perubahan yang terjadi di masyarakat disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu; kebutuhan akan demokratisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan globalisasi. Adanya perubahan yang begitu pesat dalam proses globalisasi semakin menuntut manusia untuk lebih berkualitas dalam hidup dan agar mampu bersaing.
Tatanan Dunia Baru
Globalisasi dan tatanan dunia di era baru (new era) saling punya keterkaitan, dimana ada bentuk atau pola perkembangan dan kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi informasi di antara keduanya. Dan dari perkembangan dan kemajuan itu berdampak signifikan pada kehidupan masyarakat.
Di era tatanan dunia baru ini kita melihat begitu derasnya kemunculan teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk media sudah bertransformasi menjadi media sosial, media daring, virtual, online, dan lain sebagainya, sehingga kehidupan masyarakat dunia juga semakin hari semakin lebih terbuka antara satu dengan yang lain. Bahwa apa yang terjadi berupa peristiwa yang itu jauh di sekitaran kita dengan jarak yang terlampau sangat dapat diketahui dengan waktu yang singkat; kita bisa mengetahui masalah pribadi seseorang karena ditampilkan lewat media sosial; dan seterusnya.
Di era tatanan dunia baru bagi Prasetyo dan Trisyanti dalam jurnal mereka, dikatakan bahwa di era ini akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang teknologi saja, namun juga bidang yang lain seperti ekonomi, sosial, dan politik. Di sektor ekonomi telah terlihat bagaimana sektor jasa transportasi dari kehadiran taksi dan ojek daring. Hal yang sama juga terjadi di bidang sosial dan politik. Interaksi sosial pun menjadi tanpa batas (unlimited), karena kemudahan akses internet dan teknologi. Hal yang sama juga terjadi dalam bidang politik. Melalui kemudahan akses digital, perilaku masyarakat pun bergeser. Aksi politik kini dapat dihimpun melalui gerakan-gerakan berbasis media sosial dengan mengusung ideologi politik tertentu.
Hal-hal semacam ini; baik itu globalisasi maupun tatanan dunia baru akan menjelma menjadi tantangan terbesar abad ini terhadap kehidupan manusia secara individu dan secara kelompok masyarakat. Kita dibalik kondisi ini tidak bisa menolak fenomena ini, ini merupakan sebuah keniscayaan dari proses kemajuan dan pembaharuan zaman.
Peran Pendidikan
Sudah tidak asing lagi bahwa pendidikan selain transfer of knowledge (transfer ilmu), juga berfungsi sebagai transfer of value (transfer nilai). Nilai di sini juga dimaksudkan pendidikan sebagai transfer untuk perubahan sosial. Lebih sempit pendidikan formal berfungsi sebagai proses pembaharuan sosial. Pendidikan merupakan investasi manusiawi (human investment) yang sangat penting dalam kemajuan suatu masyarakat. Oleh karena itu banyak bangsa-bangsa di dunia ini meletakkan pendidikan sebagai faktor strategis dalam merespon berbagai kemajuan.
Untuk itulah pendidikan tentu saja memegang peranan yang sangat penting dalam menghadapi perubahan di era global ini. Banyak nilai-nilai kemanusiaan yang semakin tergususr di era globalisasi dan tatanan dunia baru ini, pendidikan harus mengambil alih pada kondisi ini. Bahwa pendidikan mestinya selalu hadir untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan yang semakin tergusur itu. Meminjam kata Paulo Freire, pendidikan adalah upaya menjadikan manusia lebih manusiawi atau memanusiakan manusia.
Namun, ketika melihat kondisi yang riil dari dunia pendidikan saat ini, sepertinya sangat sulit rasanya untuk mewujudkan manusia atau masyarakat yang menghadapi tantangan zaman. Sebab, kita bisa lihat sendiri bagaimana kebijakan pendidikan yang selama ini terjadi lebih banyak diwarnai oleh kepentingan politik. Kebijakan pendidikan yang ada bersifat proyek. Artinya, pendidikan sudah jadi korban kapitalisasi. Pendidikan saat ini sangat mengikuti kemauan kapitalis, menjadi bagian dari struktur kapitalisme pasar. Pendidikan sejalan dengan kemauan pasar, ciptakan tenaga kerja untuk perusahan. Tanpa melihat aspek pembentukan mental dan moral masyarakat. Akhirnya akan dapat mewujudkan masyarakat yang tidak mudah goyah dengan adanya dampak negatif dari globalisasi dan tatanan dunia baru ini.
Oleh karena itu, harus adanya desain atau pola baru dalam dunia pendidikan sebagai sebuah alternatif dalam bentuk konsepsi pendidikan untuk diterapkan. Konsep yang dimaksud adalah transformasi pendidikan. Transformasi pendidikan merupakan upaya membuat seseorang untuk tiba pada sebuah kesadaran baru (new consciousness) di era yang baru (new era).
Untuk itulah dengan melalui tansformasi diharapkan ada proses perubahan yang lebih baik bagi tiap individu, dalam hal ini transformasi melalui jalur pendidikan. Mewujudkan transformasi pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, dari segi kurikulum. Pemerintah perlu mengkaji ulang persoalan konseptual fundamental pada harus terhubung dengan lingkungan sosialnya termasuk pilihan-pilihan pekerjaan peserta didik kedepan harus diupayakan dan benar-benar disiapkan oleh pemerintah tempat-tempat pekerjaan dimana kelak peserta didik akan mengembangkan kreatifitasnya tersebut.
Kedua, dari segi tujuan pendidikan. Yang paling mendasar adalah merubah tujuan pendidikan dari siap pakai menjadi siap memakai, dari berpikir pasif menunggu menjadi pribadi yang pro aktif positif. Dari terbiasa diatur menjadi mengatur, dari kuli menjadi “setidaknya” mandor. Sehingga kita bisa menjadi tuan di negeri kita sendiri.
Nardi Maruapey, Mahasiswa Universitas Darussalam Ambon