Memorial
Lampu kota memuntahkan cahya
Tua muda tumpah ruah jadi satu jua
Menampik lara mencandu sukacita
Berseru sorak sorai tanpa kata
Sejenak, sekejap, sesaat
Hati penuh ‘pun memerah mata
Bak baja disiram lahar, tumpah air mata
Saat teringat hikayat sang tuan
Berangkat berjalan, pulang merangkak
Pergi bersorak, balik terbungkam
Bukan tanpa derita namun tanpa sesal
Usaha keras digaji sekadar ucapan,
“Terima kasih”
Sekarang tuan berbibir biru membisu
Bersisa tulang kulit semata
Sesekali merintih menahan lara
Tapi mata menantang tiada menyurut
Sayang tuan, damai jadi neraka
Cepat-lambat ia dirasuki setan
Membisik-menyeru pada penguasa
Tuk tebar kharisma demi kekuasaan
Tuan dicerca, tuan dilupa
Meluruh tuan dimakan usia jaman
Sampai datang senyap nan mencekak
Tuan berdamai selesai berjuang
Lampu kota memuntahkan cahya
Menebar damai bahagia, ilusi semata
Suasana ramai membuat hati senyap
Tunggal dalam bayang dan kenangan
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Biyung
Laksana sejuk embun samudra
Ananda torehkan rasa cinta kasih
Kata per kata meresap ke sukma
Senantiasa menemani sepi hati
Mengeruk habis segala sisa duka
Imaji malaikat milikku seorang diri
Walau siang walau malam
Indah manis senyumu selalu hadir
Dan tawamu menyertai bagai lagu alam
Yang tak luput mengalun membisik
Alangkah elok sosokmu bak berkat dunia
Semenit sedetik pun tiada kau mendengki
Tetes tetes air mata pun tiada terbuang
Oleh Tuhan, Ia hitung, Ia punguti
Emas pun memucat jadi tak berharga
Tiada harga, tiada nilai tuk menilai
Ini karena engkau lebih dari segalanya
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Akhir Juang
Langit senja memerah getih
Tak sedap bahkan tuk dilirik
Jadilah ia cermin bagi bumi
Yang tubuhnya tercemari
Tercemar merah jasad, lagi
Dikau maju bergelora mengikuti angin
Berani menerjang badai, tercerai berai
Sukarela merangkul derita, demi kami
Berjuang demi satu keyakinan hati
Satu semangat, teriakan penuh arti
“MERDEKA, MERDEKA, MERDEKA”
Disahut kau oleh raungan si artileri
“DOR, DOR, DOR”
Peluru melawan bambu runcing
Saling menembus tubuh si pemilik
Lalu, kau sunyi senyap tak berkutik
Tidurmu menumpuk, terbelak, ternganga
Bermimpi sehari sampai selamanya
Berangan pulang, merangkul keluarga
Tercatat tanpa nama, jadi harga negara
Negara bayi yang harganya ratus ribuan
Tana lempung sejauh mata melihat
Dicipta tanpa sengaja, tanpa tujuan
Ditebari kayu nan berlubang – lubang
Bak dimakan rayap, dari timah panas
Teronggok, tertutup debu, terlupakan
Kanda dipungut persatunya
Tiada dikenali lagi wajahnya
Hanya ibu yang mau menerima
Di rumah dua kali satu nan sederhana
Penuh harum semerbak kembang
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kelam – Kerlip
Hitam ialah nestapa hidup hamba,
Yang dihantui rasa bersalah
Yang membuat hatiku terluka,
Bak disayat seribu pedang
Yang membuat lidahku pegal,
Dipenuhi kata “andaikan”
Yang membuatku mengutuk dunia,
Dunia yang memisahkan kita
Hitam ialah noda dalam kenangan,
Yang mengubah bahagia jadi lara
Yang tiada habis menggaruk jiwa,
Menjadikanku bak mayat berjalan
Yang tiada lain tapi bagai kutukan,
Mengutuk semua makhluk fana
Yang tiada pernah meninggalkan,
Mengingatkan akan segala dosa
Hitam ialah bukti kehidupan,
Yang jadikan kita, manusia, indah
Yang bikin kita besar walau kecil,
Di hadapaNya, Yang Maha Kuasa
Yang bikin kita memiliki makna,
Bagi mereka yang menyayangi kita
Yang bikin kita bersinar terang,
Bak bintang di langit malam
Hitam ialah lambang kesempurnaan,
Yang jadi warna para dewa di surga
Hitam ialah yang tiada ternoda,
Yang telah melewati segala cobaan
Hitam ialah awal dan akhir kehidupan,
Yang dipenuhi oleh ketidaksempurnaan
Hitam ialah kita, manusia penuh hasrat,
Yang makhluk ternoda tapi sempurna
_________________________________________________
Biodata penulis
Windi Prawesti, perempuan kelahiran Yogyakarta, sembilan belas tahun lalu ini merupakan salah satu mahasiswi jurusan Sastra Inggris di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Ia sudah menyelami dunia puisi semenjak duduk di bangku sekolah menengah atas dan kerap kali menuliskan puisi di momen – momen yang ia rasa unik demi mengembangkan kemampuan penulisan puisinya. Ia juga kerap kali mengembangkan pengalaman penulisan puisinya dengan mengirimkan sajak – sajak yang ia tulis ke media cetak sekolah maupun media cetak luar dalan beberapa kesempatan. Saat ini ia sedang menempuh pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma Fakultas Sastra dengan program studi Sastra Inggris. Ia bercita – cita menjadi seorang konsulat KBRI di Jepang setelah lulus nanti.