• Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
Rabu, November 19, 2025
  • Login
No Result
View All Result
Beranda Negeri
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
No Result
View All Result
Beranda Negeri
No Result
View All Result
Home SASTRA

Sajak-sajak Helena Lose Beraf: Tuhan dalam Sajak Cinta – Sujud – Anak-anak Malam – Pertemuan Sipon dan Wiji Thukul

by Redaksi
Februari 13, 2023
in SASTRA
0
Sajak-sajak Helena Lose Beraf:  Tuhan dalam Sajak Cinta – Sujud – Anak-anak Malam – Pertemuan Sipon dan Wiji  Thukul
0
SHARES
56
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp
Helena Lose Beraf

 

TUHAN  DALAM  SAJAK  CINTA

Telah beribu kali, kutarik garis nasib pada telapak tangan
sembari menyusun sajak bernama kehidupan

Sajakku kemudian beranak pinak
Di malam-malam ia terbangun tak berjaga sampai subuh
membuntuti embun, berharap melihat tangan siapa yang menyediakannya

Ketika senja sebelum lelap sambil memikirkan bulan dan mentari beralih tugas, seperti anak kecil ia merapal doa syukur sambil terus mengira-ngira, kalau kalau Engkau datang di saat-saat lelap.

Tuhan,
Masih berapa lama lagi aku terkantuk -kantuk mempelajari Engkau
dalam buku-buku sejarah, juga kitab suci, dalam dongeng dan dalam kemelut

Aku hanya ingin meminta, anak anak puisiku tumpah di pagi subuh, berhamburan bagai burung gereja

Bawalah sajak sajakku pada mata orang menangis
menadahi ribuan hujan air mata
Menyematkan harapan, walaupun kegetiran memalingkan mereka dariMu

Aku ingin Kau saja yang meredakan angin jika kepak sayapku terasa letih

Tuhan,
Kau teramat kuat
dari apapun yang sanggup ciptakan cinta
Tak jua anggur yang candu
seperti pencuri yang datang tengah malam
lalu mencabut doa dari harapan; memisahkan Engkau dari kami

Sampai segala waktu yang ada terkikis detik, di pelataran senja kupuja Engkau dalam hening
Kutangkap wajahMu dalam kertas puisi yang kuyup.

********************

 

SUJUD

Bapa, engkau adalah musim rindu di sepanjang waktu
Dan aku, batu yg tak semudah itu tergerus ragu.
di luar, getar-getar rinai mencatat debur pinta yg mendebarMu
Ku panjangkan kembara sujud
Hingga tiba di pelataran senja, tumbuh sebuah temu yang lebat
menghijaukan diksi-diksi
meneduhkan puisi-puisi

Pada sejengkal batang menunjuk terang
mengepul harapan, hanyut dalam lembut asap doa
pendar berkas cahaya di gelatar sepi
seperti kayu kepada api
aku memilih mencintai-Mu

***********************

 

ANAK-ANAK MALAM

Seperti biasa, kepenatan berbaris di pusat kota, berserakan seperti bias lampu-lampu jalan dan suara-suara malam

Kota ini adalah dua buah wajah kehidupan : kaya-miskin, seperti jalur jalan berseberangan

sedangkan kelaparan adalah pemberontakan dari pisau-pisau pembunuhan
banyak tangan tapi tak saling memberi dekap
pun kaki-kaki iman kian mendekati jalan buntu
sebab di belahan musim dan langit lain keadilan adalah hujan yang tak pernah turun di atas rumah orang-orang miskin

Di celah retakan waktu , manusia sebenarnya telah lama bermain dalam keliru,
apakah harta dapat membayar kecemasan?

Di suatu malam sebelum lelap, pelacur itu mendekap bocah-bocah lelah di payudaranya
barangkali neraka yang mereka kira, adalah surga yang menghidupi keluarganya; malaikat berpegangan di sana

Dalam hati ia bertanya : bagaimanakah anak-anak ini kelak menggambarkan dunia?
mungkinkah kebaikan diserap dari sebuah peristiwa kecil, semisal daun kering yang gugur perlahan di atas tanah basah, atau ketika tangan bijak menyapu rambutnya. Mungkin ketika besar, mereka akan percaya pada kebaikan manusia

“selain kemiskinan, milik kita hanya suara” lirihnya lalu jatuh tertidur.

*********************************************************

 

PERTEMUAN SIPON DAN WIJI THUKUL

Di peluk dedaunan gugur
kematian menjelma mahaguru dari segala yang hilang
Pun setunduk tanah, waktu jua memberi salam pada hidup

Hari ini tak ada aksi kamisan
tubuh tak mampu berdiri, teriakan keadilan sudah lenyap ditelan iklan televisi
perempuan itu memilih membawa kerinduan dan tanya pada kantong kantong waktu yang ia simpan

Dan, beberapa pasang mata masih terjaga dibawah payung hitam
berharap pada kepulangan yang entah

dimana makam anak lenyap dalam tragedi

Sipon berjalan pelan
menuju lorong
Pintu pintu
bisu

derit pintu itu terbuka dari dalam
dan wajah seseorang tersenyum di baliknya
seraut wajah yang ia kenali
Perempuan buruh itu
seperti tengah menatap puluhan tahun ke belakang

seseorang dari balik pintu itu berkata ” maaf, jangan marahi aku, salahi saja rindu yang merampas jatah tidurmu”
Sipon terkejut
bola matanya berhamburan gegas menuju wajah itu
menyusuri tiap lekuk inci per inci

“Engkaukah itu, puisi puisi yang hilang?”

Wajahnya masih sama, ndeso lugu dan lusuh
jejak sepatu begitu tegas membuat lebam di sekujurnya
dan, bola mata itu

Sipon teringat aksara yang mengepul di puntung sajak kekasihnya
bagak menyalak walau seribu pukul di tubuhnya
aksara dari bibir yang tak mati-mati meski dibungkam peluru penguasa
bibir yang dapat ia sentuh sekarang
Aku pernah terjebak dalam sunyi tanpa sepatah bunyi
namun tak hilang walau sepercik nyali ku, kekasih

“ia tak mati-mati meski bola mataku diganti
Ia tak mati-mati meski bercerai dengan rumah dan ditusuk-tusuk sepi”

dan cintamu, tak lain adalah berpuluhpuluh kata
mengirim tahun-tahun penuh tunggu

masuklah, sebagai satu-satunya yang aku rindukan dalam sajak-sajak yang terkubur,

mereka bahkan tak mampu menemukanku padamu
aku benih yang ditanam
terus hidup dan berlipat ganda

Januari 2023

( Mengenang Ibu Dyah Sujirah atau Sipon istri Penyair, aktivis Wiji Tukul. Sipon meninggal pada Kamis 5 Januari 2023)

________________________________________________________________

 

Tentang Penulis

Helena Lose Beraf lahir di Lewoleba-Lembata, 26 Juli 1994. Berprofesi sebagai Bidan. Menyukai dunia Literasi dan Jurnalistik. Hobi membaca karya-karya sastra mematangkannya menulis opini-opini cerdas dan enak dibaca. Tuhan dalam Sajak Cinta adalah buku puisi perdananya.

 

ShareTweetSend
Next Post
Foto: Eliazer

E L I E Z E R

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recommended

Otoritas Para Penderita – Penderitaan sebagai “Locus Theologicus” dalam Kondisi Postmodern Menurut J.B. Metz

Otoritas Para Penderita – Penderitaan sebagai “Locus Theologicus” dalam Kondisi Postmodern Menurut J.B. Metz

3 tahun ago
MEMBACA ARAH POLITIK PERJUANGAN PAPUA

MEMBACA ARAH POLITIK PERJUANGAN PAPUA

6 tahun ago

Popular News

    Newsletter

    Beranda Negeri

    Anda bisa berlangganan Artikel Kami di sini.
    SUBSCRIBE

    Category

    • BERITA
    • BIOGRAFI
    • BUMI MANUSIA
    • Featured
    • JADWAL
    • JELAJAH
    • KOLOM KHUSUS
    • LENSA
    • OPINI
    • PAPALELE ONLINE
    • PUISI
    • PUSTAKA
    • SASTRA
    • TEROPONG
    • UMUM

    Site Links

    • Masuk
    • Feed entri
    • Feed komentar
    • WordPress.org

    About Us

    Beranda sebagai suatu tempat para penghuni rumah untuk duduk melepas lelah, bercerita dengan anggota keluarga ataupun tamu dan saudara. Karena itu pula media Baranda Negeri merupakan tempat bercerita kita dan siapa saja yang berkesempatan berkunjung ke website ini.

    • Redaksi & Kontak
    • Tentang Kami
    • Privacy Policy

    © 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

    No Result
    View All Result
    • HOME
    • BERITA
    • JELAJAH
    • BUMI MANUSIA
    • BIOGRAFI
    • OPINI
    • KOLOM
    • SASTRA
    • Lainnya
      • TEROPONG
      • PUSTAKA
      • PAPALELE ONLINE
      • LENSA
      • JADWAL

    © 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

    Welcome Back!

    Login to your account below

    Forgotten Password?

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In