Mata Ibu
Mata Ibu adalah bulan purnamaku
kucari pendarnya dan selalu kutangkap sinarnya
tak pernah aku kehilangan pualam matamu
Bersiaplah jadi sinar terang
untuk palung hatiku yang lelah, Ibu
Izinkan aku jeda, Ibu
Aku ingin tidur sejenak
meletakkan kepala dan sayu mataku
di bawah terang cahaya purnama matamu
Aku akan merasa tenang
dalam linangan air matamu yang menyala
Aku akan berenang dan tenggelam
dalam terangmu yang bagai samudera
Kelak ketika aku pulang
mata Ibu sudah semakin senja
aku tetap temukan cahaya purnamamu
walau alam sekitar tak bersahabat berikan terang
Semua duka tersapu angin
Ibu tertawa lepas memeluk anak cucumu
aku pulang membawa cinta
mengobati rindumu yang tak pernah padam
********************
Tablo Paskah
Abu basah yang disilangkan di dahi
Ada yang palangkan dosa
Siap dilebur kembali menjadi abu
Setiap lembar daun palma
Ada yang mengelukan sekaligus menyalibkan
Lalu daun palma teronggok di jok kendara terinjak
Pada peristiwa perjamuan terakhir
Pastor mencuci kaki para rasul masa kini berbaju putih
Satu di antara tak bisa bersih hatinya
Setiap kecupan di kayu salib
pada saat Jumat Agung nan suci
Mendongaklah pada putra-putri altar yang menjaganya
Bisikkan ciumanku lebih khianat dari Yudas Iskariot
Dalam prosesi malam Paskah dengan lilin terangi hati
Kita menanti kebangkitan-Nya di tengah kita
Terdampar sebuah tanya :
Siapakah yang bermain-main dengan abu, daun palma, air pembasuhan
***************************
Kembali ke Titik Nol
Tak ada riak
Ombak pun terpaku
Lebih tenang dari diam
Mulut linu ketika lidah kelu
Wajah kaku ketika tubuh kikuk
Mata terpejam Ketika atma melayang
Lutut berlekuk kaku ketika kubaluri doa
Hati terbelit rindu
Sapa telah tersapu
Kenangan yang berlalu
Kukembali tergugu
Langkah berat kutuju
Diam tak bergerak
Tak ada tapak pada langkah
Kuulur panjang doa untukmu ibu
Hanya itu hubungkan aku denganmu
Bahagia di surga ibu,
Biarkan aku menunggu saatku
Aku terpaku pada titik
Antara minus dan plus
Commuter line, 09 September 2022
**********************************
Anakmu Merindu
Baru kemarin terucap niat
Menemuimu meminta memandang
anak-anakku rindu kata
Kata yang kau pintal dengan benang sulaman kasih
Benang yang beraneka warna menjadi pelangi hati mereka
Mereka ingin bercanda menarik kain jarikmu
dan merenda rambut ubanmu
menjerat siapa yang melintas
Ingin bergelayut pada teriakanmu yang menggema
Menggoncang hati menangis menggamit sepi menepi
Melihat aksimu menjeritkan lara hati dalam puisi
ini semua tinggal mimpi
kau memilih pergi ke rumah abadi
meninggalkan bulan mengandung birahi
kau awetkan dirimu lewat kenang tak bertepi
kami masih harus setia di labirin kehidupan fana ini
tenanglah,
pasti senyum masih terselip di ujung bibir kami
karena di atas sana bersama yang lain,
kau patri dirimu melintasi siang
berbagi tugas dengan rembulan,
menjadi penjaga buat semua
Masihkah akan ada air mata tertumpah?
Mengiringi keikhlasan melepas kepergianmu
Commuter line, 8 September 2022
________________________________________
Tentang Penyair
JULIA UTAMI atau Yulia Sri Utami, juga dikenal sebagai Julia Daniel Kotan lahir di Lampung, 28 Mei 1972. Guru SMP Santa Ursula Jakarta sejak tahun 1996. Sarjana FKIP Universitas Sanata Dharma, dan S2 dari Universitas Pelita Harapan. Buku puisinya Ribuan Jejak di Pelataranmu (2016), Kereta dan Penyairnya (2019), Januari Jangan Pergi (bersama Kurniawan Junaedhie (2020), Kapuk Randu Negeriku (2020). Novelnya, Perempuan-Perempuan Abhipraya (2021). Buku puisi lainnya, Keluh Senja Mengejar Cakrawala (2016) bersama Windu Setyaningsih, Ujang Nurochmat, dan Lidia Tokan. Ikut dalam 300-an antologi puisi al. Dari Negeri Poci: Pesisiran (2019), Rantau (2021), Raja Kelana (2022), Kulminasi (2023), Kumpulan Pentigraf dari Robot Sempurna sampai Alea Ingin ke Surga (2016), Ibarat Bagai Seperti Andai (2022), Studio Kita (2023). “Oase di Tepian Kota”(Esai, 2023), Pulang ke Kampung Nenek (2023). Antologi puisi Pertanyaan Tentang Tanggal Lahir (2023).
Ia juga menulis buku Memahami SGA: Melalui Pendekatan Ekspresi atas Pembacaan Buku Saksi Mata (2022). Editor buku Ubayatizen, buku-buku antologi garapan siswi di SMP Santa Ursula, dan menjadi pemrakarsa buku Flobamora NTT. Aktif menjadi pengurus Komunitas Rumah Sastra Kita NTT (RSK) sejak 2018 bersama Yoseph Yapi Taum dan Yohanes Sehandi. Tahun 2017 menjadi kontributor untuk penerbitan buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (ASPI) yang dieditori oleh Maman Mahayana, dkk. Bersama Kurniawan Junaedhie mendirikan Komunitas Aksi Swadaya Menulis dari Rumah (ASMDR) (sejak 2020), dan sekaligus menjadi editor untuk seri buku yang diterbitkan Aksi Swadaya Menulis dari Rumah yang sudah mencapai angka 60 judul buku. Oleh JB Kleden, pemerhati sastra NTT, dijuluki Penyair Kereta. Dapat dilihat dalam Youtube Julia Utami Puisi.
Membaca puisi MATA IBU membuat saya melayari jalan kenangan tentang ibu dan basahlah tanah tempat saya menyusurinya. Larik demi larik membawa saya pada rindu pada kumpulan perasaan yang membuat saya “menyuarakannya” perlahan seolah kata-kata itu adalah gambaran hati saya tentang ibu. Puisi ini begitu kuat 10 kali membaca, menyuarakan ya 10 kali merurai air mata. Ahk Julia Utami mengapa kau porak rasaku dalam rindu ibu …..