Oleh RD Lucius Poya Hobamatan, Pastor Paroki St. Yohanes Don Bosco, Tanjunguban – Bintan
Betlehem selalu menjadi buah tutur saat Natal tiba. Betlehem sendiri sejatinya terdiri dari dua kata: Beth (rumah) dan Lehem yang berarti Roti. Betlehem artinya rumah roti. Bahasa Arabnya Beth Lahm, yang berarti rumah daging. Baik lehem yang berarti roti maupun lahm yang berarti daging, keduanya hanya mengarah kepada satu hakikat yakni santapan; simbol kehidupan.
Dari sisi sejarah Israel, Betlehem adalah tempat istimewa dan sangat bermakna dalam sejarah keselamatan mereka. Di Bethlehem, Istri Yakub dimakamkan. Di Bethlehem, Tuhan mengangkat hakim-hakim dengan maksud agar dalam menangani persoalan selalu memegang teguh keadilan. Betlehem juga menjadi tonggak sejarah baru Israel, sebab Israel yang sebelumnya adalah suku eksklusif mulai terbuka menerima suku lain sebagai bagian dari keselamatan Allah, melalui perkawinan Boas (seorang Yahudi tulen) dan istrinya Rut yang bukan seorang Yahudi). Dan oleh karena itu Bethlehem memancarkan unitas dan katolisitas. Di Bethlehem, Daud yang merintis karekternya sebagai gembala dipilih Tuhan sebagai Raja dan diurapi oleh Samuel.
Dengan demikian, tenunan silsilah Yesus yang disajikan Injil Matius dan seruan akan Yesus yang dikumandangkan dalam pekan suci persiapan natal, yang dikenal dengan Seven O: O Sapiensia, O Adonai, O Radix Jesse, O Clavis David, O Oriens, O Rex Gentium dan O Emmanuel tak terpisahkan dari nama Bethlehem ini. Di Betlehem, janji Tuhan akan datangnya Sang Kebijaksanaan, Penguasa Israel yang datang dari tunggul Isai, Kunci Daud yang akan menjadi Raja segala bangsa, yakni Emmanuel, akan digenapi.
Dalam Kitab Suci, Bethlehem juga disebut Bethlehem Tanah Yehuda; dan sering disebut Bethlehem – Efrata, sebagaimana dikatakan Mikha. Efrata artinya berbuah, kesuburan; mengingatkan kita salah satu sungai, yakni Sungai Efrat, yang diciptakan untuk menyuburkan Eden.
***
Bethlehem ini menjadi kata yang sangat inspiratif malam ini, karena tema natal Nasional maupun Gereja Semesta kembali mengangkat Bethlehem sebagai tempat yang harus dikunjungi malam ini:”Marilah Sekarang Kita Pergi ke Betlehem” (Luk.2: 15). Walau tema ini sebuah ajakan, namun dengan menempatkan kata “sekarang”, kita diminta untuk ke Betlehem tanpa menunda apalagi membatalkan. Dengan menunjuk tempat yang pasti, yakni ”Betlehem”, kita diminta untuk tidak ke tempat lain, selain ke kota, yang terletak sekitar 8-10 km, selatan barat daya dari Yerusalem itu. Lalu mengapa harus ke Betlehem, sehingga kita pun diajak ke sana? Jawaban yang paling singkat, padat dan spontan adalah karena di Betlehem lahir Yesus Kristus. Namun pertanyaan lebih lanjut adalah mengapa Yesus Kristus harus lahir di Bethlehem, sehingga kita harus pergi ke sana sekarang?
Rasanya ada beberapa jawaban, yang bagi saya pantas direnungkan, teristimewa sebagai kaum beriman Katolik. Pertama, “marilah sekarang kita pergi ke Betlehem”, karena di sana Allah mempersembahkan “roti dan daging yang baru dari surga. Roti dan daging yang lama, yang menjadi santapan kehidupan Israel dalam perziarahan di padang gurun telah diganti. Yesus Kristus Putra Allah dipersembahkan Bapa menjadi santapan yang baru. Dialah roti yang turun dari surga. Siapa yang makan Tubuh-Nya dan minum Darah-Nya akan hidup selama-lamanya. Sumber hidup sementara sudah diganti Allah dengan Sumber hidup yang kekal. Dialah Yesus Kristus. Dialah yang harus menjadi sumber hidup bagi kaum peziarah yang baru. Kedua, marilah sekarang kita pergi ke Betlehem”, karena di sana ditenun sebuah sejarah yang baru, bukan lagi hanya eksklusif Israel, melainkan juga suku-suku non Yahudi. Yesus Kristus keturunan Yehuda, keturunan Boas dari Ruth-keturunan Daud yang diurapi Tuhan, memancarkan Allah yang universal, sekaligus batu penjuru dari Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik. Di dalam Dia yang harus dinamakan Yesus ini terpintal sebuah tenunan darah universal.
Ketiga, marilah sekarang kita pergi ke Betlehem”, karena dalam Yesus Kristus itu, menjadi nyata bahwa Allah setia pada janji dan memenuhinya dalam sejarah, walau butuh adventus yang begitu lama. Walau janji itu diungkapkan sejak di Eden, saat sang perempuan jatuh ke dalam dosa dan baru terpenuhi pada Maria, karena harus menunggu sampai sang perempuan-Hawa Baru- yang layak untuk melahirkan-Nya, sebagaimana dikatakan nabi Mikha dan nabi Yesaya; tetapi Allah konsisten dengan janjinya.
Keempat, marilah sekarang kita pergi ke Betlehem”, karena di sana Sang Raja, yang kerajaan-Nya tak berkesudahan, meninggalkan takhta Surgawi-Nya untuk turun ke dunia dan menjadikan diri-Nya hamba bagi kaum pendosa. Pada Dia sang Raja yang menjadi hamba ini seluruh keselamatan manusia ditentukan. Keselamatan manusia ditentukan oleh kerelaan Allah untuk meninggalkan takhta-Nya. Dan oleh karena itu kita bisa menduga bahwa bila Allah tetap mempertahankan takhta milik kepunyaan-Nya, maka nasib kita pun akan ditentukan oleh keengganan Allah itu.
Kelima, marilah sekarang kita pergi ke Betlehem”, karena di sana lahir Yesus Kristus. Dialah Efrata yang baru. Buah pertama Eden yang dilarang, tetapi manusia dengan rakus melanggarnya, sehingga berakibat dosa, kematian dan kemandulan, tanda tak adanya kehidupan; telah diganti oleh Allah dengan buah pertama yang baru, yang lahir dari perempuan yang subur dalam rahmat. Kalau buah pertama Eden, hasil aliran sungai efrat, menghasilkan kematian ketika dimakan, karena dilarang oleh Allah; buah dari Efrata justru harus terus menerus disantap. Dialah buah penebusan, karena Dialah sumber kehidupan itu sendiri yang mendatangkan rahmat.
***
Begitulah Bethlehem. Ia tidak sekedar tempat kelahiran Yesus Kristus. Ia membuka cakrawala iman untuk melihat dan mengalami seluruh rencana penyelamatan Allah yang berpusat dan berpuncak pada Yesus Kristus. Dan oleh karena itu bagi kita yang juga diminta untuk pergi ke sana sekarang, tanpa menunda; ada beberapa pesan penting:
Pertama, tinggalkan kebiasaan untuk nyaman makan buah pertama Eden dan abai terhadap buah penebusan Betlehem. Jangan tunggu ada peluang, karena ular selalu berbisik agar anda selalu mencari alasan untuk sibuk dengan urusan ini dan itu, demi buah Eden. Natal justru memberi pesan agar siapa saja harus melawan dan berani meluangkan kesibukannya (bila ia tidak terikat dengan aturan perusahaan), untuk selalu datang ke Betlehem ini. Sebab di sinilah rumah roti itu; di sinilah buah pertama penebusan disantap dari waktu ke waktu.
Kedua, ingatlah selalu janji anda yang anda ikrarkan dengan busana necis dan anggun: entah itu saat menerima sakramen seperti inisiasi, imamat; maupun saat nikah; entah itu saat pelantikan sebagai organ pastoral; entah itu saat menerima salib misi. Sebab akar dosa adalah ketidaksetiaan atas janji.
Ketiga, peliharalah selalu identitas sebagai Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Karena identitas ini memancar dari Betlehem; lahir dari tenunan sejarah Yesus yang tak eksklusif. Di dalam Yesus ini terangkum darah semua suku, bahasa, budaya dan bangsa, Yahudi dan non Yahudi. Betlehem menjadi simpul untuk menegaskan bahwa priomordialisme, sukuisme, sektarianisme bukan akar katolisitas kita.
Keempat, otoritas penting dalam Gereja, tetapi gila kedudukan tidak pantas merayakan Natal. Karena Betlehem memperlihatkan Allah yang turun takhta; Allah yang tidak berbicara tentang kedudukannya, melainkan Allah yang memperhatikan penderitaan umat-Nya.
Sekarang marilah kita: saya dan juga anda, pergi ke Betlehem, untuk melihat apa yang terjadi, agar diri kita, keluarga kita, KBG kita, wilayah kita dan Paroki kita menjadi Bethlehem yang hidup.
——————————–
*Tulisan ini adalah Kotbah Malam Natal 2024