
Oleh Agus Widjajanto
Fenomena sangat mengejutkan dalam jagad hukum dan kekuasaan begitu mengejutkan berbagai pihak baik pengamat hukum, praktisi, dan masyrakat dimana pada Kamis malam tanggal 31 Juli 2025 begitu cepatnya fenomena menarik dikalangan eksekutif dan legislatif dalam menyikapi vonis hukum yang menghukum Thomas (Tom) Lembong yang dihukum 4,5 tahun pada pengadilan Tipikor dan Hasto Kristianto pada pengadilan yang sama, dimana presiden dengan persetujuan DPR memberikan Abolisi kepada Tom (Thomas) Lembong dan Amnesti bagi Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, dengan keputusan Presiden memberikan Abolisi bagi Thomas Lembong dan Amnesti bagi Hasto Kristianto.
Yang menjadi perbincangan dan sorotan masyarakat adalah apakah pertimbangan presiden tersebut memang demi rasa keadilan masyarakat atau kah demi kepentingan politis.
Kalau dilihat dari kasus Tom (Thomas) Lembong, dimana dalam putusannya majelis hakim menilai walaupun tidak ditemukan bukti aliran dana masuk yang dinikmati Tom (Thomas) Lembong, dan tiadanya mens rea (niat jahat) dari terdakwa / terpidana setelah diputus, akan tetapi perbuatan dan kebijakan Tom (Thomas) Lembong telah menimbulkan merugikan keuangan negara.
Pertanyaan kritis selanjutnya apakah sebuah kebijakan bisa dipidana?
Dalam konteks Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kebijakan dapat dipidana jika kebijakan tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi. Namun, perlu dibedakan antara kebijakan yang diambil dengan itikad baik dan kebijakan yang diambil dengan itikad tidak baik atau disengaja untuk melakukan korupsi.
Kebijakan yang Dapat Dipidana
– Kebijakan yang Disalahgunakan: Jika kebijakan diambil dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok, maka kebijakan tersebut dapat dipidana.
– Kebijakan yang Merugikan Negara: Jika kebijakan diambil dengan sengaja untuk merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, maka kebijakan tersebut dapat dipidana.
Unsur-Unsur yang Harus Dipenuhi
– Unsur Kesengajaan: Kebijakan harus diambil dengan sengaja untuk melakukan korupsi atau merugikan negara.
– Unsur Merugikan Negara: Kebijakan harus menyebabkan kerugian pada keuangan negara atau perekonomian negara.
Dalam menentukan apakah sebuah kebijakan dapat dipidana, perlu dilakukan analisis yang cermat terhadap proses pengambilan kebijakan dan dampaknya terhadap negara.
Maka dalam Kasus Thomas Lembong sepertinya pertimbangan dari presiden adalah demi keadilan masyarakat untuk pembangunan hukum ke depan, dimana dari awal dalam proses hukum disinyalir dan patut diduga hukum digunakan sebagai alat kekuasaan.
Untuk kasus Hasto Kristiyanto, dengan melihat begitu cepatnya respon dari ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri lewat juru bicaranya Dedy Sitorus, yang menyerukan kepada Kader PDIP untuk mendukung pemerintahan Kabinet Merah Putih, maka patut diduga pertimbangan dari pemberian Amnesti adalah pertimbangan Politis, dan walaupun hal ini merupakan hak prerogatif dari Presiden dan harus kita hormati, namun masyarakat akan menilai dan melihat dengan mata telanjang bahwa sesungguhnya Hukum (masih) menjadi alat kekuasan.
Abolisi dan Amnesti adalah dua konsep hukum yang berbeda dalam konteks pemberian grasi atau pengampunan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana.
Abolisi
Abolisi adalah penghentian proses pidana sebelum putusan pengadilan dijatuhkan. Abolisi diberikan oleh Presiden kepada seseorang yang melakukan tindak pidana tertentu, sehingga proses hukum terhadap orang tersebut dihentikan.
Amnesti
Amnesti adalah penghapusan hukuman pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan. Amnesti juga diberikan oleh Presiden dan dapat menghapuskan sebagian atau seluruh hukuman pidana yang dijatuhkan.
Perbedaan
– Abolisi menghentikan proses pidana sebelum putusan pengadilan, sedangkan Amnesti menghapuskan hukuman pidana yang telah dijatuhkan.
– Abolisi mencegah seseorang dari hukuman, sedangkan Amnesti memberikan pengampunan kepada seseorang yang telah dihukum.
Dalam praktiknya, baik Abolisi maupun Amnesti dapat diberikan oleh Presiden dalam rangka memberikan grasi atau pengampunan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana.
Ketika Hukum (masih) menjadi alat kekuasaan pernah terjadi: Komisioner KPK saat itu (Bambang Widjajanto dan Abraham Samad) saat masa Presiden Jokowi melalui Kejaksaan Agung pernah mendapatkan deponering (hak hukum Kejaksaan mengesampingkan suatu perkara pidana) demi kepentingan umum.
—————–
Penulis adalah pemerhati masalah-masalah sosial, politik, hukum dan budaya bangsanya.





